Memasuki hari ketiga observasi, saya dan teman-teman Kampus Mengajar lainnya mengisi beberapa kelas yang gurunya berhalangan hadir. Permintaan dari beberapa guru untuk menggantikan tugasnya, kami tanggapi dengan penuh antusias, karena hal tersebut mampu mendalami observasi kami terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa. Proses mengajar kami manfaatkan sebagai ruang saling mengenal lebih dalam.
Kelas empat merupakan yang pertama kali saya kunjungi. Siswanya masih ada beberapa yang belum lancar membaca, Winny yang merupakan teman kelompok saya terlebih dahulu masuk ke kelas empat tersebut. Ia duduk berhadapan dengan dua siswa di meja guru untuk mengajarinya membaca agar lebih lancar. Sedangkan siswa lain yang lancar membaca diberi tugas mengerjakan soal-soal yang ada di buku paket. Tugas ini memang sudah diperintahkan untuk dikerjakan oleh guru agama yang berhalangan datang.Â
Pemberian tugas tersebut tidak lantas membuat para siswa ini anteng dalam mengerjakannya. Ada beberapa mengganggu temannya yang mengerjakan tugas, dan sebagian lainnya lebih asik dengan dirinya sendiri, beberapa kali dipanggil tidak merespon. Sifat yang super aktif membuat saya kualahan mengajaknya duduk mendengarkan apa yang saya sampaikan.
 Membuat metode dan bahan ajar menjadi penting agar dapat menyajikan pola belajar yang menyenangkan, sebagaimana orang mengatakan bermain adalah dunia anak. Maka menyematkan kata bermain dalam belajar dengan menitik beratkan belajar menjadi upaya yang harus dilakukan oleh setiap pengajar, tak terkecuali oleh saya sendiri. Langkah pertama yang saya lakukan, bertanya tentang mata pelajaran mereka saat itu.
"Anak-anak pelajarannya apa ya?"
"Agama Pak guru" jawab para murid.
Saya ambil buku paket siswa yang tergeletak di atas mejanya dan melihat materi apa yang dipelajari, beserta soal-soal yang sedang mereka isi. Setelah mendengar dan melihat beberapa soal yang terdapat pada buku paket yang mereka kerjakan, saya memutuskan menceritakan salah satu kisah tentang Raja Abrahah yang akan menghancurkan Ka'bah.Â
Siswa-Siswi yang tadinya sibuk sendiri terlihat mendengar secara seksama apa yang saya ceritakan. Cerita inipun saya pilih lantaran Soal-soal yang terdapat dalam buku paket di dominasi tentang pasukan gajah yang dipimpin Abrahah dalam upaya menghancurkan ka'bah.
Selepas cerita berakhir, satu persatu siswa saya minta maju kedepan membacakan soal lalu menjawabnya, sementara yang lain menyimak dan mengoreksi jawaban temannya yang maju kedepan. Beberapa arti dalam ayat Al-Quran yang menjadi soal, saya baca layaknya sedang membaca puisi. Menggunaan metode bercerita ini cukup membuat kelas tenang dan tidak ribut, Imbasnya setiap kali bertemu di sekolah para siswa yang saya jumpai selalu meminta diceritakan kembali.
Suara serak, tenggorokan sakit, itulah yang saya rasakan selama lima hari berkegiatan di SDN 29 Mataram. Sesaat saya gelisah dengan rasa sakit yang terasa di tenggorokan tetapi salah seorang guru memberitaukan kalau hal itu lumrah terjadi. Seiring berjalannya waktu rasa sakit semacam itu akan sembuh dengan sendirinya. Sebenarnya rasa sakit yang terasa di tenggorokan merupakan adaptasi yang dilakukan oleh tubuh, dikarenakan sebelumnya tidak pernah merasakan intensitas kerja semacam itu.Â