Mohon tunggu...
Muhammad Bagus
Muhammad Bagus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Suami Istri dalam Perspektif Hukum Islam

1 Juni 2023   14:05 Diperbarui: 1 Juni 2023   14:09 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

                                    Review Artikel 

Karya : Mohammad Hifni ( Mahasiswa Pascasarjana IAIN SMH Banten ) 

Nama           : Muhammad Bagus Riyanto

Kelas             : 4F Hukum Keluarga Islam

NIM               : 212121190

Matakuliah : Hukum Perdata Islam di Indonesia 

Dapat dipahami perkawinan merupakan sebuah ikatan untuk menjelaskan hasrat seksualnya secara sah dan bertanggung jawab hal tersebut akan terjalin hubungan kasih sayang cinta dan tanggung jawab untuk membentuk sebuah masyarakat kecil yang akan meneruskan perjalanan peradaban manusia. Dalam Islam perkawinan dipandang mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah mengikuti sunah nabi dan mempunyai nilai-nilai dan mempunyai nilai-nilai kemanusiaan untuk memenuhi naluri hidup dan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakat.

R. Abdul Djamil berpendapat bahwa sebelum melangsungkan perkawinan ada hal yang perlu diperhatikan bagi calon suami istri yaitu, pertama benar-benar bersedia melanjutkan hidup sebagai pelaksanaan perintah Allah. Kedua memerlukan ketelitian dalam memilih dan menetapkan cara sebagai pasangan hidup. 

Dalam Islam perkawinan tidak terkait dalam ikatan mati dan tidak pula mempermudah terjadi perceraian. Perceraian baru boleh dilakukan jika benar-benar dalam kondisi yang darurat dan terpaksa sebagai solusi akhir dalam menyelesaikan masalah rumah tangga. Perceraian dibolehkan apabila hal tersebut lebih baik daripada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi tidak tercapai kebahagiaan dan selalu ada dalam penderitaan, sebagaimana yang ditulis oleh Sayyid Sabiq bahwa lepasnya ikatan perkawinan sangat dilarang kecuali terdapat alasan yang dibenarkan terjadi hal yang sangat darurat. 

Peristiwa perceraian bukan hanya bencana bagi pasangan suami istri namun juga merupakan malapetaka bagi fisik dan psikis anak-anak mereka . Peristiwa perceraian apapun alasannya merupakan sesuatu yang sangat berdampak negatif bagi anak-anak di mana Pada saat itu, anak tidak dapat lagi merasakan kasih sayang sekaligus dari kedua orang tuanya padahal merasakan kasih sayang kedua orang tua merupakan unsur penting bagi pertumbuhan mental seorang anak. Bentuk kasih sayang orang tua itu diwujudkan dalam pengasuhan yang baik ( hadhanah).

Menurut para fuqaha hadhanah merupakan hak untuk memelihara anak kecil baik laki-laki maupun perempuan atau yang kurang sehat akalnya jadi tidak termasuk di sini pemeliharaan terhadap anak yang telah dewasa dan sehat akalnya.

Dalam proses pemeliharaan anak dari kecil sampai baligh ada dua istilah yang berdekatan maksudnya yaitu kata hadhin dan kata wali, hadhin atau hadhanah merupakan istilah yang dipakai bagi seorang yang melakukan tugas khadhanah yaitu tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak lahir sampai bisa secara sederhana makan sendiri dan berpakaian sendiri dan bisa membedakan yang berbahaya bagi dirinya. Bila diukur dengan umur sampai umur 7 atau 8 tahun. Pada masa sebelum umur tersebut pada umumnya seorang anak belum bisa mengatur dan belum bisa secara sederhana membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya baginya. 

Kemudian masalah pokok dalam pemeliharaan anak disyaratkan mempunyai kaffah atau martabat yang sepadan dengan kedudukan si anak, mampu melaksanakan tugas sebagai pengasuh anak. Karena dengan adanya kemampuan dan kafa'ah maka mencakup beberapa syarat tertentu dan apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka gugurlah haknya untuk mengasuh anak. 

Kemudian masalah yang paling pokok dalam pemeliharaan anak adalah syarat-syarat yang akan menjadi Hadhin karena sifat seorang pengasuh akan berpengaruh kuat terhadap anak yang menjadi asuhannya, keberhasilan seorang anak dalam perkembangan kedewasaan dan pendidikannya. Sebab ciri dasar manusia adalah bersifat dinamis, merdeka dan sosial. Maka pada saat inilah seorang anak diberikan pendidikan yang paling besar sifatnya seperti diajarinya seorang anak mengenal Tuhan sebagai bekal tauhid dan jiwanya.

Tidak selamanya hak hadhanah itu jatuh kepada ibu, sang bapak pun berhak mempunyai hak yang sama dengan ibu, bila syarat-syarat penentuan ibu tidak memenuhi kriteria untuk memberikan kepentingan anak. Karena dalam hal pengasuhan anak ini yang pertama harus diperhatikan adalah kepentingan anak dan memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk memberikan rasa aman kepada anak yang menjadi korban perceraian sehingga yang perlu diutamakan adalah bagaimana memberi perlindungan dan kebaikan anak demi kemaslahatan dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang tuanya.

Hukum Islam pada umumnya mempunyai tujuan melindungi kemaslahatan umat. Hukum tidak mungkin diturunkan dengan sia-sia melainkan memiliki alasan yang didukung oleh kebijakan Tuhan. Alasan dimaksud adalah mewujudkan dan melindungi kepentingan umat atau umum. Hal ini menjadi acuan prinsip maqosid asy'ariah yang meliputi lima hal, yaitu melindungi agama, melindung jiwa dan keselamatan fisik, melindungi kelangsungan keturunan, melindungi akal pikiran, dan melindungi harta benda. Kelima maqosid ini dianggap sebagai bagian dari asas agama setelah akidah Islam, berlandaskan pada lima kaidah itu juga para rasul diutus dan mereka tidak bertentangan sama sekali. Hukum Islam mempunyai tujuan tercapainya kemaslahatan yang hakiki, kemaslahatan menurut ajaran Islam merupakan prinsip dasar yang menjiwai seluruh ajarannya yang ditetapkan dalam bagian-bagiannya secara terperinci.

Mengasuh anak adalah wajib dan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua orang tuanya sebab apabila disia-siakan tentu an menimbulkan bencana dan kebiasaan baginya.

Pengertian anak dalam bidang hukum perdata tidak diatur secara eksplisit namun pengertian tentang anak selalu dia kaitkan dengan pengertian tentang kedewasaan sedangkan dalam masalah batas kedewasaan tidak ada keseragaman dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam kitab undang-undang hukum perdata (untuk selanjutnya disebut dengan kuhp perdata ) hal ini diatur dalam pasal 330 yang berbunyi, "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin". 

Dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia memberikan definisi bahwa hak anak adalah merupakan hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Dalam ajaran islam anak adalah amanat Allah kepada kedua orang tuanya, masyarakat, bangsa dan negara sebagai waris dari ajaran Islam, anak menerima setiap ukiran dan mengikuti semua pengarahan yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu anak perlu dididik dan diazab dengan kebaikan. Yang menjadi hak anak sesuai dengan undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, perintah dan negara meliputi:

1. tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

2. memperoleh nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan

3 beribadah menurut agamanya, berfikir dan berkreasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya.

4 mendapatkan bimbingan dari orang tuanya, atau disasu dan dianggap sebagai anak asuh atau anak angkat orang lain bila orang tuanya dalam keadaan terlantar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5 memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

6 memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

7 menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi mengembangkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

8. beristirahat memanfaatkan waktu luang bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi, sesuai dengan minat bakat dan tingkah kecerdasannya demi mengembangkan diri.

9. Anak yang memiliki kemampuan berbeda ( cacat ) berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan memelihara antara kesejahteraan sosial.

10. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan serta ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

11. Dirahasiakan identitasnya bagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual maupun berharap dengan hukum.

12 mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya bagi anak yang menjadi korban dan kelakuan dijerat hukum sebagai pelaku tindak pidana 

Kesimpulan

Tidak selamanya hak hadhanah itu jatuh kepada ibu, sang bapak pun berhak mempunyai hak yang sama dengan ibu, bila syarat-syarat penentuan ibu tidak memenuhi kriteria untuk memberikan kepentingan anak serta murtad, tidak berakhlak mulia, gila, dan sebagainya. Karena dalam hal pengasuhan anak ini yang pertama harus diperhatikan adalah kepentingan anak dan memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk memberikan rasa aman kepada anak yang menjadi korban perceraian.

Sistem yang berlaku di banyak masyarakat telah menetapkan bahwa tanggung jawab untuk merawat anak lebih cocok hanya untuk kaum wanita atau ibu. Hal ini disebabkan kesesuaian dengan banyak wanita yang bertemperamen feminim yang cenderung mengasuh, sehingga memperkuat ketetapan buatan kaum laki-laki bahwa seolah-olah pengawasan ini memang sudah bawaan kodrat wanita. Namun berdasarkan hadis yang artinya diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa seorang wanita bertanya ya Rasulullah akulah yang telah mengandung anak ini, akulah yang menyusui dan dan pangkuanku sebagai tempat ia berlindung kemudian ayahnya menceraikanku dan ingin mengambilnya dari aku?? Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya kamu lebih berhak terhadap anak ini daripada suamimu selama kamu belum menikah ( HR Ahmad, aku Daud, baik hati dan Hakim Dan Dia menashkannya) 

Dengan lahirnya undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak maka negara mempunyai kewajiban dalam pengasuhan anak 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun