Mohon tunggu...
Muhammad Arifin
Muhammad Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah bermain bola dan juga saya sering mendukung klub favorit saya yang bernama Borneo FC

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Munculnya Praktik Politik Uang (Money Politics) dalam Pemilu di Indonesia

7 Desember 2023   13:42 Diperbarui: 7 Desember 2023   13:42 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu adalah suatu proses pemungutan suara guna melahirkan pemimpin yang adil, berintegritas, mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, dalam
faktanya, proses dalam pemilu banyak terjadi pelanggaran utamanya pada saat dilaksanakanya
kampanye. Jenis pelanggaran kampanye yang sering terjadi dalam pemilihan umum adalah
money politic. Money politics termasuk tindakan penyimpangan dari kampanye yang bentuknya
dengan cara memberikan uang kepada simpatisan atau golongan masyarakat agar mereka
memilih kandidat tersebut pada saat diselenggarakanya pemilu. Di negara yang mengaut sistem
demokrasi ini, maraknya money politics perlahan akan menghilangkan prinsip demokrasi itu
sendiri, karena suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat ditebus dengan
rupiah.

Pelaksanaan Pemilihan Umum khususnya Pemilihan Legislatif (Pileg) pada tahun 2014,

pelanggaran terbanyak didominasi oleh praktik money politics (politik uang) dan terjadi hampir

di seluruh provinsi di Indonesia. Hampir 52 persen pelanggaran ini disorot media massa dengan

1.716 ekpos pemberitaan. Fenomana money politics ini seolah-olah sudah dianggap sebagai

sesuatu yang lumrah, baik para kandidat (pemberi) maupun oleh masyarakat (penerima) karena

hal ini dianggap sebagai sesuatu yang saling menguntungkan. Hasil survei yang dilakukan oleh

Indikator Politik Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 41,5 persen

responden menilai politik uang sebagai hal yang wajar. Sebanyak 57,9 persen mengaku tidak bisa

menerima politik uang, dan 0,5 persen tidak menjawab. Dari 41,5 persen responden yang

mengaku bisa menerima politik uang, sebanyak 55,7 persen mengaku akan menerima uangnya,

tetapi akan memilih calon berdasarkan hati nuraninya. Adapun sebanyak 28,7 persen mengaku

akan menerima dan memilih calon yang memberikan uang atau barang. Sebanyak 10,3 persen

akan menerima, tetapi memilih calon yang memberi uang lebih baik. Hanya 4,3 persen yang

mengaku tidak akan menerima pemberian, dan 1 persen tidak menjawab. Sikap toleran publik

terhadap politik uang dalam pemilu ini tentu sudah pada level mengancam demokrasi Indonesia.

Bentuk-bentuk money politics terbagi menjadi 2, yaitu:

a) Bentuk uang.

b) Bentuk barang.

Secara yuridis formal yang sering dianggap sebagai norma politik uang ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD.

Pasal 301 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3.

(1) Menyatakan setiap pelaksana kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau

memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara

langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,- (dua puluh empat

juta rupiah).

(2) Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa

tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara

langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,- (empat puluh

delapan juta rupiah)

(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau

memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya

atau memilih peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan denda paling banyak Rp36.000.000,- (tiga puluh enam Juta).

Dengan adanya money politics didalam pemilu di indonesia memberikan keuntungan bagi

kandidat karena dapat membeli suara rakyat dengan rupiah. Akan tetapi, secara tidak langsung

system demokrasi telah hancur dikarekan asas pemilu (Luber jurdil) tidak diaplikasikan secara

utuh. Di tahun politik seperti saat ini banyak caleg yang mulai memberikan bantuan-bantuan dan

melakukan berbagai upaya kepada masyarakat guna menarik simpati agar dapat duduk di kursi

pemerintahan.

Sebagai warga Negara yang baik kita harus memilih dengan hati nurani kita yang dianggap

amanah agar dapat menyampaikan aspirasi masyarakat agar dapat didengar oleh pemerintah

pusat. Jika money politics ini membudaya di masyarakat maka ada beberapa factor akibat yang

diterima, yaitu :

a) Money politics dapat merendahkan martabat masyarakat.

b) Money politics mematikan kaderisasi politik.

c) Money politics berujung pada korupsi.

Di dalam hadits nabi telah disebutkan praktik money politics tersebut, yang berbunyi:

"Dari Abu Hurairah r.a dia telah berkata : "Rasulullah SAW. Telah mengutuk orang yang suka

memberi suap dan orang yang suka menerima suap" (HR. Tirmidzi). Telah disebutkan pula

didalam hadits nabi SAW. Bahwasanya pemberi dan penerima akan mendapatkan hukuman

setimpal dari Allah SWT karena telah mengerjakan perbuatan yang mungkar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun