Â
Norma sosial juga dapat menciptakan tekanan bagi individu untuk mengikuti praktik korup yang sudah menjadi ‘tradisi’ atau ‘cara kerja’ yang lazim. Ketika korupsi menjadi endemik, norma sosial yang mendukung integritas dan kejujuran dapat tergerus, dan perilaku korup menjadi ‘normalisasi’ yang sulit diubah.
Â
Pengaruh budaya dan norma sosial terhadap praktik korupsi merupakan aspek yang sangat penting dalam memahami bagaimana korupsi dapat berkembang dan diterima dalam suatu masyarakat. Budaya dan norma sosial yang ada dalam masyarakat sering kali membentuk persepsi dan perilaku individu terkait dengan apa yang dianggap dapat diterima atau ditolak.
Â
Dalam beberapa budaya, pemberian hadiah dianggap sebagai bentuk penghargaan atau cara untuk mempererat hubungan sosial. Namun, batasan antara pemberian hadiah dan suap bisa menjadi kabur, terutama ketika hadiah diberikan dengan harapan mendapatkan imbalan dalam bentuk akses atau layanan tertentu. Praktik ini dapat menjadi normalisasi suap dan korupsi sebagai bagian dari transaksi bisnis atau interaksi dengan pejabat pemerintah.
Â
Persepsi masyarakat tentang korupsi juga memainkan peran penting. Jika korupsi dianggap sebagai sesuatu yang ‘biasa’ dan tidak dapat dihindari, maka upaya untuk melawannya bisa menjadi lemah. Ini menciptakan lingkungan di mana korupsi tidak hanya diterima tetapi juga diharapkan sebagai bagian dari proses mendapatkan layanan atau menyelesaikan urusan.
Â
Ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi dapat memperburuk praktik korupsi. Ketika individu merasa bahwa sistem tidak memberikan kesempatan yang sama atau adil, mereka mungkin lebih cenderung menggunakan korupsi sebagai cara untuk ‘menyeimbangkan’ situasi. Ini mencerminkan kegagalan sistem sosial dan hukum untuk menyediakan mekanisme yang adil dan transparan.
Â