Kalau masih ragu-ragu karena para pejabat korup, mari kita bahas secara detail lagi. Pajak adalah dana yang diambil dari masyarakat dengan niat baik dan disalurkan dengan niat baik pula. Contohnya adalah pajak diambil, dimasukkan ke kas negara lalu disalurkan kepada Kementerian Pendidikan jadilah gaji guru, sekolah, universitas dan lain-lain. Disalurkan kepada Polri dan TNI, jadilah keamanan dan ketertiban negara. Disalurkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum, jadilah jalan dan Jembatan. Disalurkan kepada KPK untuk memberantas korupsi. Disalurkan kepada BNN untuk memberantas narkotika. Dan masih banyak lagi.
Nantilah bila baru sampai kepada orang per orang dalam hal ini para pejabat yang menerima dana tersebut, sering terseliplah niat buruk untuk menyalahgunakan. Pertanyaannya sekarang apakah karena orang tersebut, maka niat baik kita untuk membiayai pendidikan, membiayai keamanan dan ketertiban, membiayai jalan dan jembatan, memberantas korupsi dan narkotika juga harus terhenti, apa kita harus ikut-ikutan berniat buruk?
Jawabannya adalah dengan menegakkan hukum terhadap para koruptor, bukan dengan keraguan membayar pajak. Tuhan sudah memilihkan hukuman yang tepat kepada para koruptor dengan hukuman “potong” tangan. Mungkin maksudnya hanya dengan itulah para koruptor baru bisa merasakan pahitnya arti “dipotong”. Sama seperti yang dirasakan oleh masyarakat yang sudah susah payah mendapatkan uang dan “dipotong” pajak tapi ternyata dikorupsi atau masyarakat/negara yang harusnya mendapatkan hak-hak atas penyaluran dana pajak tapi ternyata “dipotong” dan dikorupsi oleh para koruptor.
Sepertinya memang sudah tidak mempan lagi bagi para koruptor dengan hukum buatan manusia yang hukumannya adalah “potong” masa tahanan.
Jurnalis
Hmmmm…jadi keraguan membayar pajak bukan solusi menurut Bapak ya, tapi mengapa kita tetap membayar biaya-biaya untuk pelayanan publik padahal kita sudah membayar pajak Pak?
Pengamat