Setelah dia rasa telah siap untuk melanjutkan perjalanan, berjalanlah dia menuju pintu keluar, membuka celah yang telah ia tutup dan mulai menggali. Beberapa menit kemudian dia pun berhasil keluar dari bangunan tua itu. Setelah memastikan bahwa kondisi sekitarnya aman, diambil lah sebuah kompas dari saku celananya.
"Barat ke arah........sana," gumam Si Gadis sembari menghadap ke arah pukul 2 dari tempatnya berdiri. Dan perjalanan pun dimulai kembali.
Setelah berjalan dengan waspada selagi memperhatikan kompas, dia masih merasa merinding ketika melihat kondisi kota yang masih sunyi bahkan setelah badai usai. Jalanan sepi yang tertutup salju tebal, bangunan-bangunan tinggi yang sudah terbengkalai, ditambah hawa dingin di udara yang menusuk cukup untuk membuat seseorang merasakan secara langsung kengerian macam apa yang sudah terjadi di kota ini.
Langkah kaki Si Gadis terhenti ketika dia tersandung oleh suatu benda yang terkubur dalam salju. Beruntungnya kali ini tidak ada luka serius.
"Aw !...Ssss...kenapa aku selalu saja ceroboh. Huh ?" seketika raut wajahnya berubah dari kesakitan menjadi penuh dengan ketakutan. "Benda" yang menyebabkan kakinya tersandung adalah mayat seseorang yang sudah membeku dan tertimbun salju. Entah sudah berapa lama mayat itu berada di situ.
Seketika angin kencang datang dari arah timur menghembuskan gundukan salju yang menumpuk di mana-mana. Setelah angin itu reda, Si Gadis dikejutkan dengan pemandangan yang dilihatnya setelah hembusan angin mereda.Â
Walaupun samar, namun terlihat jelas olehnya bahwa ada banyak mayat manusia yang membeku dan terkubur oleh lapisan salju tebal tepat di bawah tempatnya berpijak.Â
Rasa iba bercampur dengan rasa takut, dia pun berdoa untuk semua korban yang tewas di kota ini. Keheningan mutlak sekali lagi mendominasi kota sembari Si Gadis berdoa, seolah bahkan alam sekali pun juga turut berduka akan apa yang terjadi.Â
Sebelum pergi, dia menyempatkan diri untuk menaruh sebuah bunga kertas yang dibuatnya sendiri saat masih beristirahat di rumah tua sebelumnya lalu berjalan lah dia perlahan, sebagai tanda perpisahan.
Dimulailah kembali perjalanan Si Gadis, mengikuti jarum kompas kecilnya menuju ke barat. Walaupun keselamatannya sendiri tidak terjamin, namun dia hanya bisa terus maju. Setelah keluar dari kota, dia masih terus berjalan seorang diri menempuh jarak yang panjang hanya untuk mengabulkan sebuah permintaan terakhir dari orang terkasih.
Waktu terus berputar, tidak terasa sudah malam, setelah berjalan cukup lama dari kejauhan terlihat sebuah hutan lebat yang tertutup oleh salju. Sebelum memasuki hutan itu, Si Gadis merasa bimbang karena jika ia gegabah dan tidak hati-hati, maka gerombolan hewan buas seperti serigala atau bahkan beruang kutub akan menerkamnya saat dia lengah.Â