Mohon tunggu...
Muhammad FauzanAkbar
Muhammad FauzanAkbar Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa universitas pamulang

informasi terbaik

Selanjutnya

Tutup

Seni

tema: Kausal

29 Desember 2022   17:50 Diperbarui: 29 Desember 2022   21:03 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

karya, f. bakhtiar bak, M. Fauzan Akbar

Naskah ini menceritakan tentang 2 orang teman perjalanan . Mereka  berdua mempunyai latar belakang yang berbeda tetapi saling berkaitan satu sama lain.

mereka tinggal dalam satu rumah, gema kehidupan sehari-hari bekerja dan ber interaksi dengan lingkungan.

Sedangkan genta penyair yang menghabiskan waktunya mengurung diri didalam rumah dan tanpa interaksi dengan lingkungan sekitar.

didalam naskah ini genta, kehilangan percaya diri, karena telah mengagumi wanita yang ia sukai tetapi ia tidak berani mengungkapkannya dan hanya menumpahkan kekagumannya lewat syair, sampai ia melupakan misi nya untuk berkeliling dunia.

Genta, mewakili fikiran, Gema mewakili perasaan, dimana keduanya harus terus bergerak.

Sebuah naskah suryalis yang ditulis untuk mewakili isi perasaan si penulis kepada dirinya sendiri.

dimana banyak anak muda yang selalu mencari kenyamanan hingga akhirnya terjebak pada situasi yang dimana merasa terlambat dan kalah dengan keadaan.

lakon didalam naskah ini ada 2 nama, ( Gema,Genta )

berikut potongan naskah dalam drama kausal :

Gema :Hai, Genta bangun-bangun, hari sudah semakin siang?

Genta :Jam berapa sekarang?

Gema :Sama seperti biasanya aku membangunkanmu, sering kali kamu tidak melihat matahari terbit, kalau seperti ini terus kamu akan dilupakan oleh sang waktu

Genta : Kenapa?

Gema: kamu tidak mengingat waktu

Genta : Lalu harus bagaimana?

Gema : Kamu harus keluar dari tempat ini, tidak harus terus-terusan bersembunyi. Kamu sangat betah di tempat ini, bahkan untuk keluar hanya untuk merasakan angin segar saja tidak mau, bahkan untuk membersihkan badan mu, aku yang selalu membawakan air dari luar. Ahhh percuma saja, kamu hanya bias terdiam, melamun tidak jelas. Ya sudah kamu bebersih dulu sana, cuci muka dan sikat gigi, aku hanya membawa sedikit air.

 

Ending,

Genta  : Itu lah sebenarnya mencintai, jika nafsu berkuasa atas cinta maka hakikat cinta itu sendiri akan lenyap

Gema  : Apa yang kamu maksud?

Genta:Tidak apa-apa,  aku selalu memperhatikanmu, kenapa akhir-akhir ini kamu selalu mencorat-coret rumus untuk menyelesaikan angka-angka yang belom kamu temukan jawabannya, bahkan tembok itu penuh dengan angka-angka.

Gema  : Begitulah aku sangat menyukai hitung-menghitung, aku sangat suka dengan permainan angka.

Genta  : Sangat luar biasa pasti kamu ingin menjadi dewa matematika.

Gema   : Tidak juga.

Genta  : Kamu harus punya cita-cita untuk menjadi ahli matematika, karna kita hidup di zaman revolusi sains, dan semua penumuan-penemuan itu pasti didalamnya tidak luput dari hal-hal yang dihitung, orang bisa membuat tembakan, pasti akan menghitung kecepatan peluru dan jarak untuk menembus ke target, kita bisa membuat listrik, nuklir, bangunan-bangunan tinggi, kita bisa membuat roket untuk pergi ke bulan dan itu membutuhkan orang yang ahli matematika. Kamu pasti akan menjadi orang yang terkenal, dan matematika itukan ilmu yang pasti.

Gema  : Memang sangat benar yang kamu katakan, semua penemuan itu tidak terlepas dari hal-hal yang hitung-hitungan tapi aku sangat tidak setuju sama omongan kamu yang terakhir, aku tidak ingin menjadi orang yang terkenal

Genta  : Memangnya kenapa, kita diharuskan untuk terkenal agar dikenal..

Gema  : Sebenarnya aku sangat takut ketika aku ditakdirkan sebagai ahli matematika, aku takut ketika keahlianku menjadi beban dan harus di pertanggung jawabkan.

Genta  : Apa maksudnya?, aku tidak paham yang kamu katakan.

Gema  : coba kamu pikirkan, perang terjadi karna mereka masing-masing menciptakan dan memiliki senjata, kan kamu sudah tahu bahwa senjata itu pada saat penciptaanya ada ahli matematika juga, dan keahlianku digunakan untuk membunuh orang secara membabi-buta, dan masih banyak lagi.

Genta  : Memang banyak ilmuwan-ilmuwan yang di perdayakan oleh ekonomi, politik dan agama untuk tujuan yang tidak mulia, tapi terkadang ilmuwannya juga menuruti karna mereka dibayar dengan uang yang sangat banyak. Apakah kamu ketika menjadi ilmuwan akan seperti itu?

Gema  : Aku sudah katakan , aku takut ditakdirkan menjadi ahli matematika artiannya aku menolak menjadi ilmuwan yang seperti itu, ilmuwan yang tidak sadar bahwa keahliannya membahayakan orang banyak.

Genta  : Tapi menurut hemat aku, itu tergantung dari manusianya, yah kita menciptakan pisau kalau pisau itu digunakan untuk memotong sayur itu menjadi baik dan apabila digunakannya untuk membunuh orang menjadi tidak baik.

Gema  : Lihat yang terjadi, ternayata pisau itu digunakan untuk membunuh banyak orang, demi harta, tahta dan wanita, pisau itu dikuasa oleh nafsu dan ketamakan.

Genta  : lalu kenapa kamu terus mempalajari matematika?

Gema  : karna untuk perjalanan kita nanti, kita haru memiliki rencana yang pasti tapi kita harus mempelajari ketidakpastian hasilnya dalam perjalanan kita. Agar tidak ada kekecewaan yang mendalam dan akhirnya kita akan saling menyalahkan, sia-sia nanti perjalanan kita. Karna aku siap dengan perjalanan yang memiliki rencana ini, kamu kapan siapnya ?,sudahlah jangan bersembunyi terus dari ketakutan-ketakutan yang ada dikepalamu.

Genta  : Kita membutuhkan waktu untuk melakukan perjalanan secara terang-terangan, kita harus tetap bersembunyi agar kita dapat memahami keadaan.

Gema  : Bukan untuk dapat memahami keadaan tapi karna kamu takut dengan keadaan

Genta  : kita harus memikirkan segala sesuatunya.

Gema  : Misalnya?

Genta  : kita harus waspada terhadap orang-orang yang memberikan apresiasi terhadap apa yang sudah kita lakukan, apalagi ketika kita ikut berdampingan dengan mereka, kita harus memahami watak orang-orang, sebab pasti ada orang yang tidak suka apabila yangkita lakukan memberikan kebaikan, bukan persoalan kebaikannya tapi tentang siapa yang akan dihargai karna kebaikannya, dan orang yang tak merasa dihargai karna ketiakmampuannya akan tidak suka dengan kita dan itu mengganggu keharmonisan dan juga mengganggu perjalanan kita.

Gema  : cara berfikir mu memang sangat kedepan dan memiliki daya kritis yang tajam, tapi yang sayangnya terlalu berlebihan, sederhana saja kita berfikir.

Genta  : aku tidak bisa sederhana itu, awalnya juga aku berikir sederhana, dari cara berfikir sederhana, aku tidak memiliki kecurigaan, dan selalu percaya kepada siapapun dari situlah itu aku lengah terhadap orang-orang yang memiliki keangkuhan didalam dirinya, kepercayaanku sudah dihancurkan. Dan aku menjadi korbannya, aku merasa yang disalahkan oleh orang-orang yang terhasut, mereka dihasut oleh orang  yang memiliki keangkuhan , karna merasa tersaingi dengan kemampuan ku, asal kamu tahu, di saat itulah mental aku terganggu, aku mengurung diri dalam kamar, aku tidak berani keluar karna aku tidak percaya kepada siapapun.

Gema  : Sudahlah Genta, sebab itulah aku datang untuk kamu, karna aku memahami apa yang sedang kamu rasakan, hanya untuk membangkitkan kamu lagi.

Genta  : tapi tetap saja ada saatnya bayangan itu selalu menghantuiku.

Gema  : jangan jadikan masa lalu kelam yang kau alami menjadi menghambat perjalanan kita, kita punya gagasan besar untuk kedepannya.

Genta  : sangat sulit untuk berdamai dengan masa lalu.

Gema  : Memang sangat sulit untuk dihadapi sendiri, kita hidup bersama-sama Genta, lagi pula itu bukan juga kesalahanmu, kita sebagai manusia pelaku sejarah harus bisa mempejalari sejarah untuk dijadikan pelajaran kedepannya. Kamu lebih paham soal itu. Dan ingat aku datang untuk melengkapi perjalanan kita. Kamu hanya lemah di persoalan perasaan saja, kamu seringkali tertipu oleh perasaan, Genta perasaan itu luas dan akal itu terbatas.

Genta  : Iyah kamu datang sebagai cahaya ketika kegelapan menyelimuti diriku.

Gema  : Sesunggunya aku sudah bosan dengan ini semua, selama hampir kurang lebih 90 hari kamu terus bersembunyi dan aku selalu mengikuti apa mau mu.

Genta  : Kalau begitu kenapa kamu tidak pergi saja dari sini?

Gema   : Mudah sekali kamu berbicara seperti itu, kamu terlalu egois.

Genta  : Aku tak merasa egois, aku sudah mempersilahkan untuk kamu pergi dari sini.

Gema : Kamu lebih mementingkan disi sendiri, apa yang kamu lakukan disini, cuman bengong, merenung, makan, mandi, tidur, menulis, sedangkan aku selalu mondar-mandir kemari untuk memberikan apa yang kamu butuhkan, sementara aku harus berjuang diluar sana

Genta  : Maksud kamu aku tidak berguna, selalu menyusahkan kamu, aku disini menulis dan tulisan-tulisan itu kamu yang menyebarkannya dengan mamakai nama kamu, kamu yang menjadi terkenal, dan kita mendapatkan uang dari hasil tulisanku, kamu di untungkan juga.

Gema  : Aku tak membutuhkan terkenal, aku tak ingin mengakui tulisanmu sebagai tulisanku, dan itu bukan keuntungan buat aku. Yang aku ingin kan kamu jangan terus bersembunyi kamu memiliki potensi memimpin perjalan ini.

Genta  : Kalau begitu tunggu perintahku saja

Gema  : Sampai kapan aku harus menunggu?, sementara cita-cita itu sudah menuggu kita, apa kamu akan terus begini, ingat sebelum semuanya begini, kita sudah mempersiapkan rencana perjalanan kita dengan matang, kita punya cita-cita besar.

Genta  : Mengapa kamu tidak berjalan sendiri saja ?

Gema  : Sesungguhnya aku juga sangat memerlukan sosokmu. Kamu memiliki pikiran yang tidak aku miliki, kamu tahu banyak hal dan bisa banyak hal, karna kamu adalah orang yang selalu ingin tahu dan tidak puas dengan pengetahuan dan kamu memiliki gagasan-gagasan yang sangat luar biasa itulah sebabnya aku menjadikan kamu pemimpin dalam perjalanan ini.

Genta  : Yah kita memang saling melengkapi. Tetapi masih ada ketakutan didalam kepalaku.

Gema  : Rupanya kamu masih juga tidak mengerti, aku Gema yang akan selalu disampimgmu untuk mengontrolmu dan kamu teruslah liar dengan kecerdasanmu.

Genta  : Kamu sudah makan?

Gema  : Aku belum makan, ya sudah kita persiapkan makanan kita.

Gema mepersiapkan makanan dan Genta mengambil buku dan pulpennya. 

Gema  : Nah ini dia makanan kita.

Genta  : Apaan ini mie instan.

Gema  : Memangnya kenapa?

Genta  : Aku yang harusnya bertanya, kenapa kamu selalu membawa mie instan, dan juga kenapa tidak kamu masak dulu?.

Gema  : Yah agar yang pertama ini itu lebih efektif dan efesien, tinggal di buka bungkusnya, dikremes mienya, dan di kasih bumbu, terus dimakan.

Genta  : Kalau begini terus kita  bisa kena usus buntu, kita harus makan makanan yang sehat dan bergizi agar badan dan pikiranku tidak sakit.

Gema  : Mari kita lihat di luaran sana, banyak orang yang makanan enak, pagi makan roti dan minumnya susu, siang makan sayur mayur dan lauk pauk yang sangat bergizi tapi tetap saja, ada yang mati karna jantung, kanker, asam lambung dan lainnya. Sebab sarang penyakit itu yah ada di hati, kalo hatinya sakit semuanya akan sakit, tapi kalo hatinya sehat yah sehat, maka dari itu mari kita jaga hati biar selalu sehat terus.

Genta  : Tapi bisakah kamu sediakan makanan yang lain?, aku bosan makan mie kremes ini.

Gema  : Bentar aku ambil dulu ( Gema mengambil makanan ). Nah ini dia.

Genta  : Apaan ini?

Gema  : Ini adalah kerak nasi.

Genta  : Ya sudah, mau tidak mau aku harus memakannya untuk mengisi perutku yang sudah keroncongan.

Gema  : Ya kamu harus makan, setidaknya kerak nasi ini dapat membuat rasa lapar  menjadi tahan lama.

Genta  : Kok bisa?

Gema  : Coba deh kenapa kita kalau habis makan bubur, selalu cepet lapar, karna bubur itu terlalu lunak sehingga proses pencernaan dalam perut kita sangat cepat, karna lunak, tapi kalau kerak nasi karna keras yang proses pencernaanya lama, itu yang menyebabkan lapar kita menjadi tahan lama.

Genta  : Tapi tukang bubur jualannya laku sampai naik haji.. 

Gema merasa bingung dengan kecanggungan Genta, kemudian Genta bertanya kepada Gema.

Gema   : Kapan kita keluar dari sini, kita bergerak?

Genta  : Kenapa selalu mendesak

Gema  : Selain apa yang sudah kita bahas, aku mendapatkan info dari paman ku, bahwa tempat ini sudah terjal, dalam jangka waktu tujuh hari tempat ini harus dikosongkan.          

Genta  : Gema kenapa kamu sangat yakin dengan perjalanan yang akan kita lakukan?

Gema  : Mengapa kamu pertanyakan, yang seharusnya tidak kamu pertanyakan. Apakah kamu tidak percaya dengan perjalanan ini atau jangan-jagan kamu tidak percaya dengan ku?

Genta  : Bukan aku sangat mempercayai kamu.

Gema  : Lalu apa yang membuat kamu tidak yakin?

Genta  : Aku takut sama orang-orang yang percaya sama kita dan juga sama orang-orang tidak suka dengan kita.

Gema  : Rupa nya kamu sakit kepala lagi, lebih baik kamu minum obat sakit kepala dulu sana, Sudahlah kamu jangan terlalu berlebihan.

Genta  : Aku hanya mengeluarkan apa yang sedang aku pikirkan, aku butuh tanggapanmu.

Gema  : Tugas kita adalah bergerak, berjuang melakukan apa yang ingin kita lakukan selama itu memberikan kebaikan untuk kita bila perlu ke orang banyak, walaupun nanti diperjalanan kita melakukan kesalahan dan kegagalan yah wajar saja, kita masih proses dan teruslah belajar, persetan dengan orang-orang yang menghambat perjalanan kita, Lebih baik kamu coba renungkan, kamu harus benar-benar siap.

Genta  : tapi aku bingung harus memulai dari mana?

Gema  : Mulailah dari keyakinan

Genta  : Apa yang kamu maksud?

Gema  : Keyakinan itu bagaikan Meriam besar yang bias menghancurkan benteng batu, keyakinan itu letaknya ada di hati, Sudahlah, aku mau beres-beres dulu, dan melanjutkan aktivitasku

Genta terus merenungkan dan Gema asik dengan alqgoritmanya. 

Genta  : Kamu benar, memulai dengan apa yang aku yakinkan.

Gema  : Lalu?

Genta  : Aku harus meyakini bahwa jalan yang telah kita pilih ini adalah jalan yang terbaik untuk kita, meskipun setiap pilihan itu ada resikonya, tetapi resiko itu akan kita bayar apabila memberikan kebaikan untuk kita dan orang banyak.

Gema  : kemudian?

Genta  : Aku sudah siap melakukan perjalanan ini secara terang-terangan, kemana kita akan melakukan perjalanan?

Gema  : Keseluruh penjuru mata angin.

Genta  : Mari kita menuju goa-goa terpencil

Gema  : Mari kita menuju perkampungan dan perkotaan

Genta  : Mari kita menuju pulau-pulau

Gema  : Mari kita menuju warung dan caffe

Genta  : Sudah sampai mana perjalanan kita ?

Gema   : Ke sampai tujuan

Genta  : Kemana tujuan kita ?

Gema   : Ke yang akan sampai ?

Genta  : Kenapa masib belum sampai?

Genta  : Karena kita masih tetap berjalan

Dari sekian banyak perdebatan, akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan berdua.

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun