Tertib, yakni berurutan.
      Meskipun yang diterapkan ulama fiqh rukun wudhu hanya 6 diatas, tapi dari Nabi SAW sendiri tidak pernah menetapkan yang ini wajib dan laiinya sunnat, oleh karena itu menunaikan wudhu sesuai dengan apa yang diperagakan Rasulullah SAW pasti lebih utama, dan mengandung nilai kepatuhan yang sangat tinggi, sehingga pasti pahalanyapun sangat besar. Namun, jika pelaksanaan wudhu secara sempurna akan mengganggu kepentingan orang banyak, maka meringkas sebatas yang rukunnya saja adalah lebih utama. Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan wudhu, diantaranya adalah:
Keluar sesuatu dari dua pintu (qubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.
Hilangnya akal (kesadaran),seperti tidur lelap, gila, ayan, pingsan ataupun mabuk.
Menyentuh qubul (pintu depan) atau dubur (pintu belakang) tanpa pengahalang.
      Adapun bersentuh kulit laki-laki dan perempuan, keluar darah dari luka badan, muntah memakan sate unta, tidak cukup dalil untuk menetapkan termasuk batal wudhu. Wudhu untuk Ibadah Lain Ada tiga ibadah mahdhah yang disyaratkan wudhu bagi yang berhadats kecil, yakni:
Shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat, atau shalat jenazah.
Thawaf, yakni mengelilingi ka'bah 7 putaran, baik thawaf wajib maupun thawaf sunnat.
Menyentuh mushhaf, yakni menyentuh atau memegang mushhaf AlQur'an
Sementara wudhu juga dianjurkan (sunnat) berdassarkan haditshadits shahih, untuk amal-amal berikut ini:
Dzikir kepada Allah