Misalnya, sebagai pendukung paslon A, seorang teman dengan senang hati menganggukkan kepala ketika ditanya apakah capres B memimpin kekerasan pasca Pemilu 2019. Pertanyaan ini hanya karangan, tapi dia membenarkannya karena itu merusak citra paslon B.
Keyakinan politik (yang dimotivasi oleh identitas), dengan demikian, tak hanya membentuk perilaku kita, tapi juga mengobrak-abrik memori dan persepsi kita tentang realitas objektif. Ini menghambat orang untuk menyadari bahwa mereka salah, apalagi mengubah posisinya.
Lihatlah politik kita sekarang.
Kita memiliki kultus "El Chef atau El Gemoy atau El Chudai" di mana-mana, para dewa kecil yang, di antara para penyembahnya, tak bisa berbuat salah. Mereka, dalam beberapa kasus, memainkan peran yang mirip dengan agama.
Tentu, keributan saat ini juga banyak didorong oleh para buzzer dan orang-orang serupa yang dibayar untuk menyuarakan paslon tertentu. Mereka tak fanatik, jika mereka berhenti dibayar. Tapi, saya sendiri mengenal beberapa orang yang fanatik.
Mereka bersorak-sorai dan menjelek-jelekkan, hanya untuk mengekspresikan di pihak mana mereka berada, seperti halnya dalam pertandingan olahraga. Orang-orang ini berani pasang badan, jika harus, demi membela harga diri paslon yang didukungnya.
Saya percaya bahwa itu semua sangat berkaitan dengan identitas.
Lepaskan label apa pun, atau alihkan
Hal yang paling menarik dari teori itu, jika benar, adalah teori itu bukan hanya menjelaskan jenis diskusi yang sebaiknya kita hindari, tapi juga bagaimana cara memperoleh ide dengan lebih baik: tak melibatkan identitas (atau label) salah satu peserta diskusi.
Jadi, untuk berpikir jernih dan memperoleh manfaat dari sebuah diskusi, rencana terbaiknya adalah membiarkan sesedikit mungkin hal yang masuk ke dalam identitas kita. Dalam pengertian ini, semakin banyak label yang kita miliki, semakin picik kita.
Ada langkah lebih jauh daripada sekadar mengatakan, "Saya adalah X, tapi mentolerir Y." Itu adalah tak menganggap diri kita sebagai X sama sekali. Satu label pun, jika itu relevan dengan diskusi, dapat menimbulkan bias tertentu.
Tapi, tidakkah itu terlalu sulit, eh?