Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Politik (Sering Kali) hanya Buang-buang Waktu

22 Januari 2024   18:04 Diperbarui: 22 Januari 2024   18:10 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intervensi lainnya yang berguna, menurut saya, adalah dengan menegaskan sumber-sumber identitas alternatif melalui praktik self-affirmation. Maksudnya, jika orang berfokus pada identitas di luar pemicu konflik, maka dialog yang sehat lebih dimungkinkan.

Dengan menonjolkan aneka sumber alternatif harga diri, orang memperluas identitas sesaat mereka untuk mencakup domain di luar ancaman yang memprovokasi. Ini membuat orang rela mengalah tanpa perlu mengorbankan harga diri mereka.

Saya belajar menerapkannya manakala sebuah diskusi mandek.

Pada malam itu, ketika makan malam keluarga berubah menjadi canggung, saya mengungkit beberapa kenangan manis kami selama libur akhir tahun. Secara tak langsung, saya berkata, "Hei, kita keluarga, kita peduli satu sama lain, kita punya banyak kesamaan nilai."

Tak lama, ibu saya mulai mengungkapkan berbagai kelemahan (termasuk gimik) paslon yang didukungnya, dan saya juga mulai menjelek-jelekkan paslon yang saya dukung. Suasana cair kembali dan kami menjadi lebih siap untuk saling mendengarkan (lagi).

Percakapan kami tak lagi berfokus pada perbedaan pilihan elektoral, tapi lebih kepada "kami sebagai satu keluarga yang saling peduli". Dalam konteks nasional, saya pikir kita juga perlu menggeser sugesti "kita versus mereka" dengan gagasan "kita rakyat".

Ketika orang terlibat dalam self-affirmation, mereka fokus pada nilai-nilai yang menjadi inti dan kekuatan mereka, yang akhirnya dapat mengarah pada kesediaan untuk terbuka terhadap perspektif yang berbeda.

Mungkin itu tetap melibatkan identitas kita, tapi dengan mengesampingkan identitas yang menjadi sumber konflik kita dan, sebagai gantinya, menegaskan dan menekankan identitas yang bisa menjadi pemersatu kita.

Saya percaya, andaikan kita menggali cukup dalam, kita akan menyadari bahwa kita memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang kita pikirkan, serta mendapati (ya Tuhan) betapa picik dan konyolnya (sebagian besar) konflik kita selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun