Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penderitaan yang Mengasyikkan

8 September 2021   20:25 Diperbarui: 8 September 2021   20:37 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penderitaan adalah permata kecil di tengah-tengah lumpur yang menjijikkan | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Tetapi apa yang membuat saya demikian? Magnet macam apa yang telah menarik saya pada kubangan yang menyedihkan itu? Mengapa penderitaan begitu mengasyikkan bagi saya dan tidak bagi yang lain?

Saya memeriksa kembali bagaimana waktu-waktu telah saya habiskan, dan saya menyadari bahwa kehidupan saya bukanlah rangkaian kisah pengembara yang punya banyak titik ajaib untuk diceritakan pada dunia.

Keseharian saya berjalan membosankan, dan saya tidak pernah ragu untuk mengatakan itu. Saya hanya bergelut dengan rutinitas yang sama, meskipun dengan perasaan yang berbeda. Barangkali satu-satunya hal menarik dari semua itu adalah, saya jarang menderita.

Tetapi itulah yang pada akhirnya menjadi penderitaan saya: ketiadaan penderitaan itulah yang menjadi kesengsaraan saya. Ini sulit untuk dimengerti, tetapi biarlah saya mengatakan yang sejujurnya, berharap pembaca akan memahami apa yang saya maksud.

Garam itu asin. Tapi tanpa garam, makanan tertentu akan terasa hambar. Dan itulah yang saya maksud dengan penderitaan: jika Anda menelanjanginya tanpa nilai, penderitaan itu hanyalah rasa sakit yang tiada guna.

Kebahagiaan yang saya hadapi setiap hari tidak pernah begitu berarti jika saya tidak menderita sebelum itu. Maka untuk membuatnya tidak hambar, saya membumbuinya dengan penderitaan yang disengaja; penderitaan yang mengasyikkan.

Saya bisa menangis tanpa kendali jika saya menginginkannya. Saya bisa merasakan sesak di bawah hujan bintang-bintang jika saya membutuhkannya. Saya bisa mengeluh pada angin utara seandainya mereka benar-benar memedulikan saya.

Kini saya sadar bahwa secara alamiah, saya tidak membutuhkan kebahagiaan sepanjang waktu, melainkan keseimbangan yang tidak memihak pada sisi manapun. 

Saya pikir kehidupan ini sudah berjalan sempurna tanpa melebih-lebihkan ataupun sebaliknya.

Tetapi saya mengatakan demikian karena saya memandang kesempurnaan pada konteks sebuah puzzle yang setiap kepingnya melengkapi kepingan lainnya. Jika satu keping hilang entah ke mana, puzzle kita tidak akan pernah sempurna hingga kapan pun.

Penderitaan adalah satu keping yang menjadi bagian dari puzzle kehidupan. Apa yang selalu ada tidak akan bisa ditolak. Maka jika penderitaan merupakan keniscayaan dari kehidupan itu sendiri, berarti penderitaan itulah yang menyempurnakan kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun