Dunia pun dipenuhi oleh manipulasi. Semenjak pesatnya perkembangan teknologi, tingkat konsumsi telah menjadi faktor berpengaruh terhadap status sosial seseorang.
Asumsinya: jika Anda ingin meningkatkan status sosial, tidak perlu repot menyumbangkan sesuatu yang berharga untuk dunia, cukup beli apa pun yang berlabel "mewah", maka seluruh dunia akan melirik Anda dengan penuh hormat.
Ini membuat orang-orang rela untuk memaksakan keadaan ketika sebenarnya mereka tidak punya atau tidak mampu. Beberapa hari yang lalu, seorang teman mengeluh pada saya dan berkata bahwa dia ingin laptop baru di samping laptop lamanya yang cenderung masih baik.
Saya memaklumi dan bertanya, "Jadi, berapa tabungan yang kau punya?" Dia hanya menggelengkan kepala dan berencana untuk membujuk orang tuanya agar mau membelikan dia laptop baru. "Sungguh?" protes saya, "Aku tahu keluargamu bukan kelas atas!"
Ya, terkadang sarkas itu memang diperlukan.
Itu bukan apa-apa jika kita mendengar berita setiap hari bahwa beberapa orang terpaksa mencuri karena tidak mau berutang, atau membunuh karena tidak bisa membayar utang. Belum lagi perempuan yang bekerja "kotor" karena desakan gengsi lingkungannya.
Dan memang itulah yang ingin saya sorot tajam di sini: gengsi ... kita patut mempertanyakan pengaruh gengsi dalam hidup kita. Secara tidak sadar, dalam kebanyakan kasus, kita dikendalikan olehnya dengan gembira.
Orientasi konsumsi pun mulai bergeser dari yang semula ditujukan untuk "memenuhi kebutuhan hidup", saat ini diarahkan pada "pemuasan gaya hidup". Bahkan lebih ekstrem lagi, tingkat konsumsi mulai diyakini sebagai ciri eksistensial kita di tengah masyarakat.
Ketika hendak membeli barang, kita tidak lagi memfokuskan perhatian pada tingkat kegunaan, melainkan pada merek dan seberapa besar prestise yang dimiliki oleh barang itu jika kita membelinya.
Alasannya sederhana: kita lebih peduli pada "simbol" daripada kegunaan.
Sekarang katakanlah saya membuat es krim berlapiskan emas dan mendokumentasikannya di Instagram. Baiklah, prestise saya akan meningkat dan mungkin dengan sedikit kepopuleran. Tetapi pertanyaan terpentingnya: apakah saya rela memakan es krim tersebut?