Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Kucing Merah yang Basah

17 Juli 2021   16:06 Diperbarui: 17 Juli 2021   17:03 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika orang-orang mulai berteriak histeris, aku mendapatkan tamparan keras yang segera menyadarkanku tentang apa yang terjadi.

Jalanan macet seketika, beberapa pengendara motor yang kebetulan lewat berhenti untuk menolong hewan itu. Yang pertama kali kulihat di jalan itu adalah cairan merah kental yang mengalir dengan lembut. 

Dan seperti yang kau duga, aku memang menebak itu sebagai darah. Tapi bagaimana mungkin seekor tikus bisa mengeluarkan darah sebanyak itu? Ah, iya, dia tikus raksasa!

Aku menghampiri seorang pria yang tampaknya menggendong korban tabrak lari itu. Dalam beberapa langkah itu aku sudah bisa menduga bahwa aku akan melihat banyak darah; banyak sekali! Bau-bau asap kendaraan mulai tergantikan oleh bau amis darah yang memuakkan. 

Jadi sebelum sampai ke pria itu, aku menurunkan Si Kecil dan menuntunnya untuk ke rumah.

Pandanganku tidak terarah ke mana pun selain pada sesuatu yang digendong pria itu. Dengan tergesa-gesa, pria itu meminta air yang tidak kumengerti untuk apa. Tapi segera saja kumengerti bahwa air itu untuk menenangkan si korban tabrak lari.

Sepersekian detik baru kusadari bahwa korban itu adalah ... Mozil, kucing kesayanganku. Hewan yang kukira sebagai tikus raksasa karena menilik dari kecepatan larinya, ternyata adalah kucing yang selama ini menjadi teman kesepianku. 

Seandainya aku tahu lebih awal, lebih baik aku tendang dia saat berlari melintasiku. Meskipun menyakitkan dan menggambarkanku sebagai Hitler muda, setidaknya aku menyelamatkan dia dari kecelakaan yang lebih serius.

Perlu kugambarkan betapa malangnya dia. 

Mulut tiada hentinya memuntahkan darah pekat, mata terbelalak seakan-akan ingin menatap dunia ini dengan jelas untuk terakhir kalinya, hidungnya berusaha keras menghirup udara dengan cara yang paling menyakitkan di dunia.

Sekujur badannya gemetar, atau jika kau ingin mendengar yang lebih buruk dari itu, dia sekarat; mengingatkanku pada seorang nenek tua yang mengalami stroke di hadapanku bertahun-tahun lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun