Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Hidup Tenang dengan Memahami "Fakta Bawaan"

16 Juni 2021   19:42 Diperbarui: 25 Juni 2021   01:01 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya begitu yakin bahwa setiap orang di dunia ini pernah mengeluh, "Hidup tidak adil!" Meskipun itu hanya spekulasi, tapi setidak-tidaknya (hampir) semua orang pernah satu kali mengeluh demikian.

Tidak peduli dia seorang putra raja, anak sultan, atau keturunan "orang suci", saya pikir itu wajar-wajar saja. Karena setiap orang diciptakan dengan kondisi yang berbeda-beda sekalipun merujuk pada kembar identik. Bahkan di dunia ini, tidak ada dua helai rumput yang sama.

Ada beberapa orang yang dianugerahi wajah tampan dan bening. Ada yang diciptakan dengan wajah lucu sedikit konyol seperti saya. Ada juga yang terlahir sebagai perempuan cantik dan anggun seperti dia. Dan dari kondisi-kondisi bawaan tersebut, kita sering mengeluh terhadapnya.

Saya menyebut fenomena ini dengan "Fakta Bawaan". Adalah kenyataan yang tidak terhindarkan semenjak kita lahir. Fakta Bawaan inilah yang menimpa kita saat terlahir ke dunia, dan karenanya tidak bisa dihindari dengan cara apa pun.

Contohnya, ibu dan ayah kita. Tentu, kita tidak bisa memilih akan terlahir dari rahim siapa. Dan jika diberikan kesempatan untuk memilih, dengan senang hati kita akan bergembira terhadapnya. Tapi kenyataannya tidak; kita tidak berdaya sama sekali atas hal itu.

Hal yang sama juga berlaku pada status sosial (terlahir sebagai orang kaya atau tidak kaya), paras wajah, tempat lahir, tanggal lahir, tanah air, suku, ras, jenis kelamin, hingga ke genetika.

Saya terlahir sebagai laki-laki pada hari Rabu, 25 Juni 2003, punya paras yang *uhuk, terlahir di Indonesia sebagai suku Sunda, disusui oleh seorang perempuan yang saya panggil "Mama", dinafkahi oleh seorang pria setengah abad yang saya panggil "Bapak".

Saya juga punya tanda lahir di sudut kening kanan yang tertutupi rambut. Terjatuh ke dunia dalam kondisi normal, baik fisik maupun perekonomian. Dan semua itu adalah Fakta Bawaan saya yang dengan cara apa pun, tidak bisa dihindari atau disangkal.

Tentu sejauh ini tidak ada yang tampak menarik. Demikianlah adanya, karena saya baru memulai. Tidakkah Anda sadari bahwa hal seremeh inilah yang banyak dikeluh-keluhkan oleh banyak orang?

Fakta Bawaan dan takdir

Ketika saya berbicara Fakta Bawaan, mungkin sekilas Anda akan mengira bahwa saya sedang membicarakan takdir. Tidak keliru, tapi hanya benar separuhnya. Karena Fakta Bawaan, bagaimanapun juga, merupakan bagian dari takdir setiap orang.

Tapi istilah "takdir" mencakup lebih banyak hal dan lebih luas. Katakanlah Anda sedang berjalan-jalan di taman sembari bermain ponsel. Dan tiba-tiba, seorang pesepeda yang tidak bertanggung jawab menabrak Anda hingga kaki Anda terkilir berminggu-minggu.

Anda bisa mengatakan itu sebagai "takdir", tetapi tidak bisa mengatakannya sebagai "Fakta Bawaan" yang saya maksud. Sebab, parameter dari Fakta Bawaan adalah takdir yang kita terima semenjak terlahir ke dunia.

Takdir semacam tertabrak sepeda tadi masih terbilang bisa dihindari jika Anda berhati-hati dan mengabaikan ponsel saat berjalan. Tidak dengan Fakta Bawaan, Anda (maksud saya kita) tidak punya kuasa sama sekali untuk menghindarinya.

Jadi, bedakan itu.

Apakah Fakta Bawaan itu adil?

Sejauh apa pun kita mengeluhkan Fakta Bawaan, kenyataannya tidak akan berubah. Mungkin teknologi modern sudah bisa menyangkal beberapa di antaranya, contohnya lewat metode transgender. Tapi pada banyak Fakta Bawaan, kita tetaplah tidak berdaya.

Misalnya, seseorang yang terlahir sebagai difabel. Jika dia terus mengeluhkan kondisi itu, dia tidak akan pernah menjalani hidupnya dengan senyuman. Dan dampak buruknya, dia juga bisa merugikan orang lain yang tidak bertanggung jawab atas apa pun terhadap dirinya.

Atau berkaitan dengan siapa ibu dan ayah kita. Seorang teman saya berucap, "Duh, andaikan aku bisa memilih, aku ingin terlahir dari rahim ibu yang cantik dan ayah yang tampan. Pasti sekarang aku sudah banyak dipuja-puja oleh para gadis!"

Tapi kehidupan tidak berjalan demikian! 

Apakah adanya Fakta Bawaan ini terbilang adil? Maksud saya, ada beberapa dari kita yang terlahir dalam keadaan miskin, tapi yang lainnya sangat berlainan. Ada yang terlahir sebagai putra mahkota, dan ada juga yang sebagai putra pemulung.

Dan apakah itu adil?

Saya berani katakan: Ya, itu adil.

Jangan terburu-buru memprotes, Pembaca. Mari saya luruskan bagaimana saya memandang keadilan. Apabila kata "adil" dipahami sebagai "sama", maka jelas kehidupan tidaklah adil. Kita saja terlahir dalam kondisi fisik yang berbeda-beda.

Namun jika "adil" diartikan sebagai seimbang, atau tidak memihak, atau menempatkan sesuatu pada tempatnya, maka kehidupan di dunia ini berjalan adil. Mengapa?

Karena apa pun Fakta Bawaan yang kita terima, kadar kebahagiaan dan penderitaannya selalu seimbang. Tidak seorang pun di dunia ini yang terlahir dengan lebih banyak kemuliaan. Semua sama mulianya. 

Hanya saja, kemuliaan itu akan bertambah dan berkurang seiring kita menjalani kehidupan.

Tidak ada yang lebih mulia di hadapan Tuhan selain sifat-sifat Tuhan itu sendiri.

Artinya, kita punya kesempatan yang sama untuk menjadi bahagia atau nestapa. Siapa bilang terlahir sebagai orang kaya itu anugerah? Tidak. Terlahir sebagai orang kaya atau miskin, tidak ada bedanya karena kadar nestapa dan bahagianya tetaplah sama.

Mereka yang kaya punya penderitaannya sendiri-sendiri, dan mereka yang miskin begitu pula.

Dan siapa bilang terlahir dengan genetika wajah tampan itu menguntungkan? Tidak. Tampan ataupun tidak, kadar nestapa dan bahagianya tetaplah sama. Dan tampan atau tidak bergantung sejauh mana kita menghargai diri sendiri dan berada di lingkungan yang tepat.

Mereka yang tampan akan dilema ketika mencari pasangan karena takut dia mencintainya karena fisik. Lain halnya dengan yang tidak tampan. Ketika seseorang mencintainya, dia bisa memastikan bahwa cinta pasangannya bukan atas dasar fisik.

Tidak, tidak ada yang lebih baik.

Bila Anda berpendapat lebih baik menderita sebagai orang yang terlahir kaya, itu hanyalah dorongan dari pikiran Anda sendiri yang sudah terdoktrin oleh paradigma masyarakat. Kenyataannya, Anda tidak tahu apa-apa soal penderitaan anak sultan.

Jika kekayaan membawa kebahagiaan, tidaklah mungkin pecandu narkoba dan pelaku bunuh diri banyak berasal dari orang kaya. Kita banyak mendengar kabar beberapa selebriti yang candu narkoba. Berarti ada ketidakbahagiaan dalam kelimpahan materi yang mereka coba obati dengan narkoba.

Seorang teman pernah mengeluh, "Kenapa ya aku terlahir di Indonesia? Andai saja terlahir di Finlandia, aku sudah menjadi anak pintar!"

Justru, kebaikan dan keseimbangan dunia ini hanya terbentuk kalau semua orang diciptakan dengan Fakta Bawaan yang berbeda. Karena masalahnya, kalau ada satu Fakta Bawaan yang dianggap unggul dan semua orang ingin menjadi seperti itu, dunia ini akan chaos.

Bayangkan kalau semua orang terlahir sebagai orang kaya. Pastinya kita semua akan berkonflik di ranah yang sama; ranahnya orang-orang kaya. Semua orang ingin jadi investor. Tapi secara paradoksal, kalau semua ingin jadi investor, siapa yang jadi pengusahanya? Di mana kita akan berinvestasi?

Lalu siapa yang akan menjadi petani, yang pada dasarnya adalah penghasil pangan dunia? Dan siapa juga yang akan menjadi peternak, atau penyapu jalanan, atau pedagang angkringan? Nah, itu.

Juga bagaimana jadinya kalau kita semua terlahir dengan paras rupawan (menurut standar masa kini)? Bayangkan semua orang berwajah seperti PewDiePie! Pastinya kita semua akan berebut posisi menjadi model. Dan secara paradoksal, tidak seorang pun dari kita yang akan digemari sebagai model.

Dan apa jadinya kalau kita terlahir di tanah air yang sama? Tentu dunia ini penuh sesak di satu titik dan alam liar berkuasa di titik sisanya.

Sekali lagi, Fakta Bawaan itu tidak terhindarkan dan bersifat adil. Justru kalau saya terlahir jelek dan tiba-tiba menjadi tampan, pada satu titik, saya akan menyesal karena telah berubah.

Begitu pula jika saya terlahir buta dan mendadak bisa melihat, pada satu titik, saya akan menyesal karena melihat banyak keburukan yang tidak pernah saya duga.

Pada hakikatnya, kita juga terlahir dengan mental bawaan. Faktor inilah yang akhirnya memengaruhi kesiapan kita dalam menjalani kehidupan. Apabila mental bawaan ini bertentangan dengan kondisi hidup kita, besar kemungkinan hanya menghasilkan kekacauan.

Nah, di titik inilah kita bisa tahu bahwa Fakta Bawaan yang berbeda-beda hadir sebagai ujian kehidupan kita masing-masing. Semua hal berlaku demikian. Setiap Fakta Bawaan yang menimpa kita punya kadar ujiannya tersendiri.

Inilah perbedaan yang luar biasa antara ujian sekolah dengan ujian kehidupan. Dalam ujian sekolah, seluruh siswa akan mendapatkan soal yang sama, sebab mereka mempelajari hal yang sama berbarengan. Karena itulah mereka bisa saling menyontek.

Tetapi dalam ujian kehidupan, kita diberikan pembelajaran yang berbeda (Fakta Bawaan yang berbeda) sehingga "soal" yang kita hadapi pun berbeda-beda. Karenanya kita tidak bisa menyontek.

Bayangkan betapa sepelenya kehidupan jika manusia bisa saling menyontek dalam menghadapi ujian kehidupan! Apa tantangannya? Meskipun beberapa peristiwa tidak lagi unik, tapi cara pemecahannya tetaplah unik.

Mengapa begitu penting untuk menyadari Fakta Bawaan?

Ketika pertama saya berbicara soalan ini ke seorang teman, dia tertawa dengan sindiran bahwa topik semacam ini begitu sepele dan tidak penting. Saya hanya ikut tertawa bersamanya, tetapi sepulang dari itu, saya merenung.

Ah, ini topik yang penting!

Banyak di antara kita yang sering mengeluhkan hal ini. Orang-orang di sekitar saya begitu seringnya bersumpah serapah bahwa hidup ini tidak adil. Mereka iri dengan orang-orang yang punya paras rupawan. Mereka iri dengan teman-temannya yang terlahir dari keluarga yang kaya.

Di titik inilah segala kesedihan yang kita ratapi malah menambah penderitaan, dan bukannya melegakan perasaan.

Dengan menyadari keberadaan Fakta Bawaan, keluhan kita lebih berkualitas. Maksud saya, kalau ternyata sesuatu yang kita keluhkan selama ini adalah Fakta Bawaan, ada bijaknya kita menghentikan keluhan itu.

Tentu mengeluh itu tidak apa-apa, tergantung dari bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Jika sesuatu yang kita keluhkan adalah pekerjaan, kita punya daya untuk mengubahnya. Tetapi menjadi keliru ketika keluhan itu hanya sebatas ratapan omong kosong.

Kesadaran akan Fakta Bawaan juga menghindarkan kita dari rasa iri. Sebab dengan begitu, kita bisa memahami sepenuhnya bahwa kondisi kita terlahir berbeda dengan mereka yang kita irikan. Jadi, mereka punya deritanya sendiri, demikian pula kita.

Dan inti dari pentingnya menyadari Fakta Bawaan adalah, kita membuka mata terhadap apa yang ada di depan kita. Fakta Bawaan inilah yang akan menentukan di mana medan juang kita.

Jika saya terlahir sebagai difabel, oh berarti medan juang saya tidak berada di sepak bola. Dengan kondisi fisik bawaan ini, saya punya peluang untuk menjadi seorang intelektual karena banyak menghabiskan waktu di rumah. Saya bisa membaca buku sebanyak mungkin.

Atau kalau saya terlahir dari keluarga miskin, berarti perjuangan saya akan mengarah pada peningkatan ekonomi. Lain persoalan kalau saya terlahir dari keluarga kaya raya, mungkin saya harus belajar mengelola perusahaan.

Apabila Fakta Bawaan menentukan area medan juang kita, maka otomatis, Fakta Bawaan juga menentukan batas harapan kita. Tidak ada yang salah kalau seorang difabel berharap menjadi pemain sepak bola. Tapi jawabannya adalah kekecewaan.

Tidak salah juga seseorang yang miskin berharap punya istana megah. Tapi jawabannya teramat jelas ada di depan hidungnya.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

Satu-satunya cara terbaik adalah menerima dan memanfaatkan Fakta Bawaan kita. 

Tidak bisa ditolak kalau saya terlahir dari keluarga miskin, tapi bukan berarti saya akan miskin selamanya.

Tidak bisa disangkal kalau Anda terlahir tidak tampan, tapi bukan berarti Anda akan merugi seumur hidup. Tidak bisa ditepis kalau Anda terlahir di Indonesia, tapi bukan berarti tanah air ini akan menyiksa Anda sepanjang waktu.

Kita hanya perlu menerimanya, dan memanfaatkannya sebagai pengisi makna hidup.

Meskipun Fakta Bawaan tidak dapat dihindari, intinya tetaplah sama: bergantung dari bagaimana usaha kita untuk membentuk diri sendiri.

Setiap orang boleh terlahir dalam kondisi yang berbeda-beda, tetapi perjuangan sesungguhnya terletak pada bagaimana kita dapat menciptakan identitas kita sendiri.

Percuma Anda terlahir sebagai anak sultan kalau Anda terlampau manja hingga menjadi pribadi yang lesu. Hasil itu tidak lebih bernilai dari mereka yang terlahir miskin, tapi berjuang memenuhi kebutuhannya.

Percuma juga Anda terlahir dengan genetika yang rupawan kalau Anda punya sifat angkuh dan pongah. Hasil itu tidak lebih berarti dari mereka yang cacat fisik, tapi bersikeras melawan batasannya.

Fakta Bawaan inilah yang pada akhirnya tidak memengaruhi dari mana kita memulai, tetapi bagaimana perjalanan kita untuk memanfaatkannya.

Oh saya tidak tampan dalam standar masyarakat, berarti saya harus memaksimalkan kecerdasan saya. Oh saya terlahir dengan kulit gelap, berarti saya mesti berjuang untuk membuktikan kedudukan saya di khalayak umum.

Oh saya terlahir dari genetika orang pendek, saya bisa memaksimalkan ini untuk menjadi seorang pemain sepak bola. Oh saya terlahir di Indonesia, berarti inilah bangsa yang akan saya bela hingga akhir hayat.

Oh saya berasal dari keluarga miskin, berarti perjuangan saya mesti terarah untuk perbaikan ekonomi. Oh saya terlahir sebagai yatim, berarti saya harus menjadi tulang punggung keluarga.

Sebab pengetahuan akan Fakta Bawaan inilah, kita dapat mengetahui letak potensi dan jalan hidup kita. Kebebasan kita dalam menjalani kehidupan dapat ditentukan oleh Fakta Bawaan ini.

Meskipun kita terlahir dengan Fakta Bawaan yang berbeda, masing-masing dari kita punya cara untuk mengatasi atau memanfaatkannya.

Nah, pada akhirnya, tulisan ini datang sebagai pengingat bahwa Tuhan tidaklah mungkin menciptakan kita tanpa perhitungan. Semua sudah punya kadarnya masing-masing, sebab Tuhan itu sendiri Maha Adil.

Ya, tulisan ini sedikit meragukan untuk Anda yang tidak percaya Tuhan. Tapi saya bisa berdiskusi tentang itu jika Anda mau.

Dan oh, tulisan ini datang untuk menegaskan bahwa, tidak ada kebutuhan khusus untuk bisa menikmati keindahan hidup.

Ya, itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun