Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Alcon Biru

11 Juni 2021   16:13 Diperbarui: 11 Juni 2021   16:37 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku tidak mau kamu seperti kupu-kupu Alcon Biru | Ilustrasi oleh Mbll via Pixabay

"Lihat!" gertaknya sembari memukul lenganku.

Kilatan cahaya putih menukik tajam dari atas langit yang gelap menuju tanah yang jauh. Guratan cahaya itu meninggalkan jejak kontras di tengah-tengah gelimang bintang. Mungkin cahaya itu berwarna biru jika langit sedang cerah. 

Tapi yang jelas, kami sama-sama terpukau dan mematung. Si Gadis Safir berseru, "Itu bintang jatuh! Buat permintaanmu!"

Tangan si Gadis Safir bersandar di atas lenganku. Dia memejamkan mata dan mulutnya berkomat-kamit tak jelas. Namun, aku segera mengikutinya. Aku memejamkan mata dan pura-pura mengucapkan mantra sepertinya. 

Aku tidak membuat harapan apa pun. Aku rasa, tidak ada yang bisa diharapkan dari kehidupan. Bintang-bintang itu tidak bisa dipercaya, meskipun aku tidak bisa menyangkalnya bahwa mereka amatlah indah.

Ketika aku mulai membuka mata kembali, aku melihatnya sedang membuka mata juga dan merekahkan senyum yang amat manis padaku. Aku membalas senyumnya dengan gigi-gigi yang sedikit gemetar. Aku kedinginan. 

Angin malam di musim penghujan memang biasanya lebih dingin. Beruntungnya tidak ada rintikan hujan yang turun malam ini. Atau belum.

Kami duduk menikmati malam. Aku masih tidak menyangka bahwa bintang jatuh akan bisa terlihat sebelum tengah malam. Aku membayangkan bintang itu jatuh di suatu tempat yang kering, menimbulkan kawah kecil yang hening; ia kesepian dan sendirian. 

Nun di seberang sana, rinduku ikut bergelayut bersama sebongkah bintang yang telah meledak. Jiwaku mungkin terguncang, tapi seperti kata mereka, bintang jatuh selalu membawa makna. 

Tadi itu seperti secercah cahaya malaikat yang terbang di langit gelap. Dan jika benar adanya, pastilah malaikat itu sedang memunguti remah-remah sayapnya yang berceceran.

"Antares, apakah suatu hari nanti kita akan mampu memahami alam raya sepenuhnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun