"Aku ingin tahu lebih banyak soal itu," pintanya.
Aku tidak segera menjawab karena udara semakin dingin. Aku sedikit risau bahwa keluarganya akan menyalahkanku karena membawa kabur anak gadisnya. Walaupun suasana taman masih hangat, aku menganggap ini sedikit keterlaluan.Â
Aku tidak terbiasa mengobrol dengan seorang gadis hingga malam begini. Bahkan pertama kalinya aku dihujani sinar bintang-bintang bersama seseorang yang punya nama Najma (atau berarti "bintang" dalam bahasa Arab).
Taman ini selalu dipenuhi pengunjung hingga tengah malam. Utamanya karena keindahan taman ini yang sangat cocok untuk orang-orang pergi berkencan. Lampu-lampu berkedip-kedip pelan memancarkan berbagai warna.Â
Di pusatnya terdapat air mancur yang juga berwarna-warni saat memasuki malam hari. Aku yakin, mereka yang melihatku sedang duduk berdua bersama Aneska akan mengira kami sedang berkencan romantis. Padahal tidak; apa artinya aku untuknya?
Dia menunggu jawabanku, jadi aku lanjutkan saja, "Metamorfosis Alcon Biru itu cukup kompleks, Aneska, bahkan bisa menghabiskan waktu hingga berpuluh-puluh bulan. Pertama-tama, telurnya bertelur di kuncup bunga Marsh Gentian dan bunga itu menjadi sumber makanan pertama ulat.Â
Mereka makan di sana sampai mereka mengalami tiga kali ganti kulit."
"Lalu selepas itu?" tanyanya seperti tidak sabar.
"Setelah itu, mereka jatuh ke tanah. Jika mereka ditemukan oleh spesies semut merah tertentu, contohnya semut Myrmica, larva itu akan menghasilkan zat manis yang digemari oleh semut. Di sinilah para semut mulai tertipu.Â
Semut-semut itu pun kemudian akan mengadopsinya dan membawanya pulang ke sarang. Begitu berada di sarang, Alcon Biru akan menjadi parasit, Aneska. Kamu tahu, mereka seperti anak ayam kukuk."
"Ah, aku jadi curiga kamu secerdik Alcon Biru," katanya yang memancingku untuk tertawa.