"Nah, semut lebih suka memberi makan larva yang mereka adopsi ketimbang larva mereka sendiri, dan koloni semut pun akan menghasilkan lebih sedikit keturunan. Ulat Alcon Biru akan menghabiskan waktu berbulan-bulan di dalam sarang semut.Â
Selama periode ini, ulat Alcon Biru menambah berat badannya hingga 100 kali lipat sebelum akhirnya tumbuh menjadi kepompong."
"Lalu bagaimana mereka bisa terbang jika terjebak di bawah tanah?"
"Ketika kupu-kupu dewasa muncul dari kepompong, ia merangkak keluar dari sarang semut. Pada tahap ini, koloni semut akan menyerangnya, tetapi kulit Alcon Biru dilindungi oleh sisik.Â
Ketika ia berhasil tiba di luar, koloni semut tidak lagi berdaya untuk menyerangnya. Alcon Biru itu terbang tinggi meninggalkan para budaknya."
"Ah, kau tidak memberitahuku bahwa ini kisah yang menyedihkan," protesnya.
Aku merasa heran, apanya yang sedih? Dia mencubit tanganku sembari bilang bahwa semut-semut itulah yang menyedihkan. Mereka diperdaya oleh seekor kupu-kupu yang rupawan.
"Tapi begitulah kehidupan, Aneska. Maksudku alam raya. Semua makhluk yang berada di dalamnya punya siklus kehidupan yang mengagumkan, termasuk kita manusia.Â
Hanya saja, belum pernah terjadi sepanjang sejarah di mana nasib seluruh makhluk di bumi bergantung pada satu makhluk saja."
Dia mengangguk dengan raut mukanya yang masam. Kemasamannya itu mengingatkanku pada sebuah jeruk mandarin yang kucuri dari Nenek. Tapi Gadis Safir ini punya pesona yang amat manis. Dia memikatku beberapa kali dengan cubitannya yang halus.
Di sisi lain, aku merasa takut. Bagaimana jika Aneska adalah Alcon Biru-ku selanjutnya? Maksudku, aku kehilangan Alcon Biru yang pernah hinggap di keningku, dan aku terlanjur mencintainya.Â