Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Alcon Biru

11 Juni 2021   16:13 Diperbarui: 11 Juni 2021   16:37 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku tidak mau kamu seperti kupu-kupu Alcon Biru | Ilustrasi oleh Mbll via Pixabay

Langit sore semakin larut menjadi gelap. Malam akan segera tiba dan udara di taman semakin sejuk. Aku bisa melihat mata biru safirnya berkaca-kaca seperti hendak menangis. Mataku turut murung, tapi tebakanku, angin sore memang bisa membuat siapa pun menangis tanpa alasan.

Dia memakai gaun ungu sederhana yang bisa dibilang tidak cukup untuk menghangatkannya di tengah kedinginan ini. Jadi aku menyuruhnya agar segera pulang, tapi dia menolak.

Sudahlah, tidak ada yang kukatakan selain mengangguk dan tersenyum. Kemudian dia bertanya sesuatu yang lain, "Kamu pernah bercerita waktu itu kalau kamu suka berkelana di kaki pegunungan. Iya?"

Alisku bergerak mengiyakan diiringi sedikit anggukan. "Apa pengalaman luar biasa yang pernah kamu alami di sana?" tanyanya.

Aku berpikir sejenak untuk mengingat-ingat momen termanisku selama di sekitar pegunungan Alodie. "Terkadang aku menulis puisi di sana, atau beberapa cerpen. Keheningan di sana membuatku suka untuk berkontemplasi."

"Waw, tapi maksudku bukan itu, pengalaman apa yang paling berkesan untukmu selama di sana?"

Aku mengerti betul maksud pertanyaannya. Jadi jawabanku tadi sekadar pengisi ruang keheningan ketika aku coba mengingat kenangan termanisku di sana. Ada terlalu banyak kenangan manis di sana, aku harus memilih yang terbaik dari yang terbaik.

"Ah, iya, pernah suatu waktu, seekor kupu-kupu Alcon Biru hinggap di keningku. Sayap biru yang dihiasi garis hitam di pinggirannya membahasakan dunianya yang tidak berada di bumi ini. 

Dia hinggap beberapa kali di kening dan rambutku, tapi saat kucoba pancing untuk hinggap di tanganku, dia tidak pernah mau. Dia menggodaku seperti seorang Gadis Safir yang mengedipkan mata birunya."

Dia mendadak terhenyak mendengar kata "Gadis Safir". 

"Siapa Gadis Safir yang kau maksud?" tanyanya. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun