"Tapi aku bisa mengendalikan diriku tadi."
"Itu disebut lucid dream, suatu mimpi di mana kamu dapat mengendalikan dirimu sendiri di dalam mimpi, bahkan beberapa orang benar-benar tersadar bahwa mereka sedang bermimpi."
"Kalau begitu, kenapa kita tidak hidup selamanya dalam mimpi saja, Bu?" tanya Aneska dengan lugu.
"Ah, kamu itu ... bagaimana kalau mimpi buruk selamanya?" sangkal Ibu.
Butuh beberapa detik bagi Aneska untuk menjawab, "Tapi, Bu, apa yang menjamin bahwa kehidupan kita bukanlah mimpi?"
"Maksudmu?"
"Apa yang menjamin bahwa kehidupan yang kita anggap sebagai realitas ini bukanlah mimpi? Bagaimana kalau ternyata aku ini sedang tertidur di rumah Nenek?"
"Kamu semakin aneh saja akhir-akhir ini. Ibu kira kamu terlalu mengawang."
"Konon, Lao Tzu bermimpi bahwa dia adalah seekor kupu-kupu. Sekarang dia tidak tahu lagi, apakah dia seorang manusia yang bermimpi menjadi kupu-kupu, atau apakah dia seekor kupu-kupu yang bermimpi menjadi manusia."
"Betapa malangnya," hemat Ibu.
Aneska tahu bahwa ibunya tidak begitu tertarik terhadap apa yang dibicarakannya. Dia pun hanya melamun dan memandang kosong setumpukan kertas di tangannya.