Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerpen: Gelang Sakti

26 Maret 2022   10:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   07:56 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia hanya memberikan alibi saja kalau benar si gadis kecil memakai gelang tersebut. Ia sendiri sempat menolong Fitri saat ia terjatuh dan kemudian menangis. Fauzi mengeklaim melihat benda itu di tangannya saat si gadis menangis. Tentunya alibi itu memberikan tuduhkan kepada Faizal yang mengajaknya pulang. Keadaan menjadi semakin runyam ditambah kehadiran ibunda Faizal yang datang menangkis tudingan. 

"Jangan tuduh anak sekecil ini. Ia selalu mengatakan sesuatu dengan jujur," pungkas ibunda Faizal membela.

"Tunggu dulu," teriak Fauzan di tengah keganjilan. Tubuh bocah ingusan itu gemetar melihat keramaian yang menangkap tubuhnya. Fauzan kemudian menarik tubuh Faizal dan mengajaknya berbicara. Orang-orang yang melihat tingkah laku Fauzan mendadak terdiam. 

Sementara ibunda Fitri kembali melayangkan kalimat berisi pertanyaan yang sama kepada Fauzi untuk meminta kepastian, apakah benar kalau buah hatinya itu masih memakai gelang yang sama sampai ia pulang ke rumah. 

Di tengah-tengah percakapan antara ibundanya Fitri dan Fauzi untuk meyakinkan keadaan Fauzan berterikan sambil mendorong tubuh Faizal sampai terjatuh. Mereka berdua saling bertengkar satu sama lain menjadikan keadaan semakin runyam. Lantas Fauzan dan Faizal menangis kencang sejadi-jadinya. Mereka berdua pun ditarik ibundanya masing-masing untuk menyudahi pergulatan sengit itu.

Semua orang terpaksa membubarkan diri karena waktu hampir menuju magrib. Tinggal ibundanya Fitri seorang diri menahan Fauzi di lapangan untuk kembali mengorek keterangan. Namun jawaban bocah belasan tahun itu masih saja sama tidak berubah dan itu artinya tidak ada pencerahan. 

Adzan magrib menggema seantero desa. Orang tua, pemuda, dan anak-anak berlalu lalang menuju musala. Mereka bersujud dengan hikmat mengagungkan keberadaan Tuhan seolah kejadian sore tadi sesaat lenyap begitu saja. Namun tidak pada bibir ibu-ibu sepulang sembahyang. Mereka membicarakan kejadian tadi sore tentang gelang berwarna emas yang hilang itu. 

Beberapa di antaranya menyudutkan ibundanya Fitri yang gegabah. Sementara ibu-ibu yang lainnya berspekulasi kalau salah satu dari anak-anak itu telah mengambilnya. 

Di tengah malam selepas isya ibunda Fitri berencana untuk mengumpulkan ketiga bocah ingusan itu. Adalah Fauzan, Fauzi dan Faizal yang tengah gemetar menghadapi wajah ibu muda itu. Pertemuan itu terjadi di aula desa, dihadiri para saksi dan para orang tua anak-anak. Tak luput juga Pak Rt. hadir sebagai pemimpin. Mereka kembali dimintai keterangan dengan pertanyaan yang sama. 

Tentu saja anak-anak menjawabnya dengan jawaban yang hampir persis sama tapi tak berubah makna. Ibunda Fitri yang hampir putus asa mengungkit perkelahian antara Fauzan dan Faizal. Ia curiga kedua bocah itu menyimpan sesuatu. Lantas ibunda dari anak-anak tersebut menanyakan apa yang terjadi kepada keduanya dengan nada halus. Fauzan pun memberikan reka ulang adegan. 

"Aku tadi duduk di tepi lapangan melihat anak-anak bermain sepak bola. Kemudian datang Fauzi membawa Fitri. Aku tidak tahu benar apakah Fitri memakai gelang atau tidak. Aku tidak bisa mengingatnya." Jawab Fauzan pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun