Mohon tunggu...
Muhamad Abdul Malik Kholidin
Muhamad Abdul Malik Kholidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Magister Akuntansi - NIM 55523110001 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 10 Pemeriksaan Pajak Model Pemeriksaan Penagihan Pajak Transsubstansi Pemikiran Aristotle_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV

19 November 2024   16:28 Diperbarui: 19 November 2024   16:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Model Pemeriksaan Penagihan Pajak  Trans substansi Pemikiran Aristotle

Pendahuluan

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara. Dalam sistem perpajakan, pemeriksaan penagihan pajak menjadi bagian yang sangat penting untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Proses ini tidak hanya berkaitan dengan aspek keuangan, tetapi juga melibatkan elemen moral, etika, dan filosofi yang mendalam. Dalam konteks ini, pemikiran Aristotle mengenai substansi dan perubahan dapat dijadikan landasan pemahaman yang menarik untuk menganalisis model pemeriksaan penagihan pajak. Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi model pemeriksaan penagihan pajak berdasarkan transsubstansi dalam pemikiran Aristotle.

Pajak merupakan salah satu instrumen keuangan yang krusial dalam pengelolaan negara. Sebagai sumber pendapatan utama, pajak memegang peranan penting dalam pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, untuk menjaga keadilan dan kepatuhan, pemeriksaan penagihan pajak menjadi suatu keharusan. Dalam konteks ini, pendekatan filosofis, seperti transsubstansi dalam pemikiran Aristotle, menawarkan kerangka pemikiran yang mendalam untuk memahami dan meningkatkan proses pemeriksaan pajak. Artikel ini akan menguraikan apa itu model pemeriksaan penagihan pajak, mengapa penting untuk diterapkan, dan bagaimana prinsip-prinsip transsubstansi Aristotle dapat diterapkan dalam praktik pemeriksaan pajak.

Modul Prof Apollo

What: Apa itu Model Pemeriksaan Penagihan Pajak?

Model pemeriksaan penagihan pajak adalah suatu pendekatan sistematis yang digunakan oleh otoritas pajak untuk mengevaluasi, memverifikasi, dan menegakkan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Proses ini tidak hanya melibatkan audit pajak, tetapi juga evaluasi menyeluruh terhadap strategi, kebijakan, dan praktik perpajakan yang berlaku. Dalam struktur model ini, terdapat beberapa elemen kunci:

1. Pengumpulan Data: Pengumpulan informasi yang relevan dan lengkap mengenai wajib pajak, termasuk dokumen perpajakan, laporan keuangan, dan bukti transaksi.

2. Analisis Data: Proses untuk menganalisis dan memverifikasi data yang dikumpulkan. Ini termasuk perbandingan dengan benchmark industri, penggunaan teknik statistik, dan metode audit.

3. Penegakan Hukum: Jika terdapat ketidaksesuaian atau pelanggaran, otoritas pajak akan melakukan penegakan hukum, yang mungkin berujung pada denda, sanksi, atau tindakan hukum lainnya.

4. Pendidikan dan Pembinaan: Menyediakan penyuluhan dan edukasi bagi wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab perpajakan.

Konsep Pajak dalam Perspektif Filosofis

Pajak adalah kontribusi wajib yang dibayarkan oleh individu atau entitas kepada negara. Menurut Aristotle, pajak adalah alat yang digunakan oleh negara untuk mencapai kebaikan bersama. Dalam bukunya yang berjudul "Politika", Aristotle menekankan pentingnya keadilan sosial dalam pengumpulan pajak (Aristotle, 1998). Ia berargumen bahwa pajak memiliki dua tujuan utama: untuk menyediakan dana bagi kepentingan umum dan untuk mengurangi ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, pajak bukan sekadar alat pemungutan, tetapi juga merupakan instrumen keadilan.

Pemikiran Aristotle: Substansi dan Atribut

Dalam filosofi Aristotle, terdapat dua konsep penting: substansi (ousia) dan atribut (symbebekos). Substansi adalah inti dari suatu objek, sedangkan atribut merupakan karakteristik yang melengkapi dan mendefinisikan objek tersebut (Aristotle, 1999). Dalam konteks pemeriksaan penagihan pajak, substansi dapat dipahami sebagai tujuan dan prinsip dasar pajak, sedangkan atribut mencakup proses, prosedur, dan kebijakan yang diadopsi dalam pemeriksaan.

Aristotle, seorang filsuf Yunani yang berpengaruh, mengemukakan beberapa konsep tentang kategori dalam upaya untuk memahami realitas dan struktur dunia. Dalam karyanya yang berjudul "Categories", ia membagi objek menjadi sepuluh kategori dasar. Namun, seringkali hanya sembilan yang dianggap sebagai "kategori" karena kategori kesepuluh adalah "kualitas" dan kadang dianggap sebagai subset dari kategori lainnya. Berikut adalah sembilan objek atau kategori yang diusulkan oleh Aristotle:

1. Substansi (Substance): Ini adalah kategori yang paling fundamental. Substansi merujuk pada apa yang ada secara independen, seperti individu atau entitas tertentu. Misalnya, "manusia", "kuda", atau "copo".

2. Kuantitas (Quantity): Kategori ini merujuk pada ukuran atau jumlah dari substansi, seperti "lima meter", "tiga kilogram", atau "dua orang".

3. Kualitas (Quality): Ini merujuk pada sifat atau karakteristik yang melekat pada substansi, seperti "warna merah", "ukuran besar", atau "sifat baik".

4. Hubungan (Relation): Kategori ini merujuk pada posisi atau hubungan substansi dengan yang lain, seperti "lebih besar daripada", "saudara dari", atau "bekerja untuk".

5. Tempat (Place): Kategori ini menunjukkan lokasi substansi, seperti "di pasar", "di rumah", atau "di sekolah".

6. Waktu (Time): Terkait dengan kapan substansi eksis atau terjadi, seperti "kemarin", "sekarang", atau "tahun lalu".

7. Posisi (Position): Ini merujuk pada posisi fisik substansi dalam ruang, misalnya "berdiri", "duduk", atau "terbaring".

8. Status (State): Kategori ini menggambarkan kondisi atau keadaan substansi, seperti "memakai baju", "bersenjatakan", atau "tertutup".

9. Tindakan (Action): Berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh substansi, misalnya "berlari", "mengajar", atau "makan".

10. Penerimaan (Affection/Passion): Kategori ini melibatkan apa yang dialami oleh substansi, seperti "ditegur", "diberi", atau "dijatuhi".

Kesepuluh kategori ini membentuk kerangka kerja bagi Aristotle untuk menjelaskan fenomena di dunia dan memberi dasar pada pemikiran logis dan filosofisnya. Beberapa dari kategori ini dapat saling tumpang tindih, tetapi mereka memberikan panduan penting dalam analisis realitas.

Model Pemeriksaan Penagihan Pajak

Model pemeriksaan penagihan pajak dapat digambarkan sebagai proses yang melibatkan evaluasi, verifikasi, dan penegakan kewajiban pajak. Model ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Pengumpulan Data: Pada tahap ini, data dan informasi mengenai wajib pajak dikumpulkan. Hal ini mencakup dokumen perpajakan, laporan keuangan, dan bukti transaksi. Dalam pemikiran Aristotle, pengumpulan data dapat dianggap sebagai usaha untuk memahami substansi dari kewajiban pajak.

2. Analisis dan Verifikasi: Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah menganalisis dan memverifikasi informasi tersebut. Di sinilah atribut dari model pemeriksaan terlihat. Proses ini mencakup penggunaan metode audit dan teknik lain untuk memastikan kebenaran informasi yang disampaikan oleh wajib pajak.

3. Penegakan dan Keputusan: Jika ada ketidaksesuaian dalam data yang ditemukan, otoritas pajak akan melakukan penegakan hukum. Ini termasuk penerapan denda, penyitaan aset, atau tindakan hukum lainnya. Dalam konteks Aristotle, penegakan hukum adalah manifestasi dari keadilan dalam masyarakat.

4. Perbaikan dan Penyuluhan: Model ini juga mencakup langkah-langkah untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses perpajakan. Di sini, pendidikan mengenai kewajiban pajak dan kesadaran pajak memainkan peranan penting, sebagaimana diajarkan oleh Aristotle tentang pentingnya kebajikan.

Model Audit Perpajakan Berdasarkan Transsubstansi Pemikiran Aristotle: Substansi dan Aksiden dalam Audit Pajak

Aristotle, dalam pemikirannya yang mendalam tentang kategori dan substansi, menawarkan suatu kerangka yang dapat diterapkan dalam model audit perpajakan. Dalam hal ini, kita dapat membagi objek menjadi dua bagian besar yaitu substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos), yang mencakup sembilan kategori. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menstrukturisasi audit perpajakan, membantu auditor dalam mengidentifikasi dan menilai elemen-elemen kunci dalam kewajiban perpajakan suatu entitas.

 1. Konsep Dasar: Substansi dan Aksiden

a. Substansi (Ousia) 

Substansi merujuk pada entitas yang berdiri sendiri dan memiliki eksistensi independen. Dalam konteks perpajakan, substansi dapat dilihat sebagai objek audit utama, yaitu wajib pajak atau entitas yang dikenakan kewajiban pajak. Ini mencakup karakteristik dasar dari wajib pajak yang akan dievaluasi dalam audit.

b. Aksiden (Sumbebekos) 

Aksiden merujuk pada sifat atau atribut yang melekat pada substansi tetapi tidak mendefinisikan keberadaan substansi tersebut. Dalam audit perpajakan, aksiden mencakup sembilan kategori yang membentuk seluruh aspek yang mempengaruhi kewajiban perpajakan wajib pajak.

 2. Model Audit Perpajakan: Substansi dan Sembilan Kategori

 Substansi (Ousia)

- Wajib Pajak: Di sini, substansi dapat ditransformasikan menjadi entitas yang diaudit, yaitu individu atau badan hukum yang memiliki kewajiban pajak. Fokus audit adalah pada pemahaman penuh tentang karakteristik wajib pajak---apakah individu atau perusahaan, skala operasi, serta jenis pajak yang dikenakan.

 

Aksiden (Sumbebekos)

1. Kuantitas (Quantity):

   - Atribut Kuantitas: Dalam audit pajak, kuantitas dapat merujuk pada total pendapatan, jumlah transaksi, atau aset yang dimiliki oleh wajib pajak. Auditor harus mengumpulkan informasi yang mencakup angka-angka ini untuk memahami besaran kewajiban pajak yang harus dibayar.

2. Kualitas (Quality):

   - Atribut Kualitas: Kualitas merujuk pada karakteristik dari pendapatan atau aset yang diakui wajib pajak. Misalnya, prinsip akuntansi yang digunakan oleh wajib pajak dapat mempengaruhi pengukuran pendapatan. Auditor perlu menilai apakah kualitas pengakuan ini sesuai dengan standar yang berlaku.

3. Hubungan (Relation):

   - Atribut Hubungan: Ini berfokus pada hubungan antara wajib pajak dengan pihak lain, seperti hubungan afiliasi, atau transaksi dengan entitas lain. Misalnya, transaksi antar perusahaan yang berkaitan dengan pemindahan barang atau jasa harus diaudit untuk memastikan tidak ada penghindaran pajak.

4. Tempat (Place):

   - Atribut Tempat: Tempat relevan dalam konteks pajak, seperti lokasi di mana pendapatan dihasilkan. Misalnya, pajak penghasilan mungkin dikenakan berbeda tergantung pada lokasi operasional perusahaan.

5. Waktu (Time):

   - Atribut Waktu: Waktu yang merujuk pada periode akuntansi dapat mempengaruhi kewajiban pajak, misalnya, pengakuan pendapatan dan biaya dalam periode yang benar. Auditor perlu memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan periode waktu yang benar sesuai dengan peraturan perpajakan.

6. Posisi (Position):

   - Atribut Posisi: Posisi dapat merujuk pada struktur organisasi wajib pajak atau posisi pajak strategis dalam sektor tertentu. Misalnya, jika wajib pajak adalah perusahaan yang terdaftar di zona ekonomi khusus, auditor harus memeriksa potensi insentif pajak yang berlaku.

7. Status (State):

   - Atribut Status: Status merujuk pada keadaan hukum atau kondisi operasional dari wajib pajak, seperti status kepemilikan, perizinan, atau kepatuhan terhadap regulasi. Ini penting dalam audit untuk memastikan bahwa semua izin dan lisensi pajak yang diperlukan telah dipenuhi.

8. Tindakan (Action):

   - Atribut Tindakan: Kategori ini dihubungkan dengan aktivitas bisnis yang dilakukan oleh wajib pajak, seperti transaksi jual beli, investasi, atau langkah-langkah manajerial yang mempengaruhi kewajiban pajak. Auditor perlu meneliti semua tindakan ini untuk menentukan implikasi pajak yang relevan.

9. Penerimaan (Affection/Passion):

   - Atribut Penerimaan: Ini berhubungan dengan efek atau konsekuensi dari transaksi pajak yang terjadi, misalnya peminjaman atau pemberian. Memahami efek dari tindakan pajak dapat mengungkap apakah ada potensi risiko atau pelanggaran pajak.

screenshot-2024-11-19-121402-673c59bced64156ab04dde32.png
screenshot-2024-11-19-121402-673c59bced64156ab04dde32.png
Modul Prof Apollo

 

Why: Mengapa Model Ini Penting?

Penerapan model pemeriksaan penagihan pajak memiliki beberapa alasan penting:

1. Kepatuhan Pajak: Salah satu tujuan utama dari pemeriksaan adalah untuk memastikan bahwa wajib pajak memenuhi kewajiban mereka. Melalui adanya pemeriksaan yang sistematis dan transparan, diharapkan akan meningkatkan tingkat kepatuhan pajak.

2. Keadilan Sosial: Pajak bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial. Dengan memeriksa dan menegakkan kewajiban pajak, pemerintah berperan dalam mendistribusikan kekayaan secara lebih merata di masyarakat.

3. Pencegahan Penipuan: Model pemeriksaan yang efektif dapat mencegah tindak penipuan pajak. Dengan adanya evaluasi dan verifikasi yang cermat, potensi pelanggaran perpajakan dapat diminimalisir.

4. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemeriksaan pajak yang dilakukan secara terbuka memberikan kepercayaan publik terhadap integritas sistem perpajakan. Hal ini menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk keterlibatan masyarakat.

5. Adaptasi terhadap Perubahan Lingkungan: Dengan cara yang fleksibel, model pemeriksaan perlu disesuaikan dengan perubahan regulasi dan kondisi ekonomi. Hal ini agar tetap relevan dan efektif dalam menciptakan kepatuhan pajak.

Implementasi Model Audit Perpajakan pemikiran Aristotle

Model audit perpajakan yang menggunakan konsep substansi dan aksiden dari pemikiran Aristotle dapat diimplementasikan dalam langkah-langkah berikut:

1. Pengumpulan Data: Auditor perlu mengumpulkan data yang relevan tentang entitas yang diaudit. Ini meliputi laporan keuangan, dokumen pendukung pajak, dan informasi lainnya yang mencakup substansi dan atributnya.

2. Analisis dan Evaluasi: Setelah data dikumpulkan, auditor harus melakukan analisis mendalam terhadap atribut yang teridentifikasi dalam sembilan kategori. Evaluasi ini akan membantu dalam mengenali potensi risiko dan area di mana kewajiban pajak mungkin diabaikan atau dilanggar.

3. Diskusi dengan Wajib Pajak: Membangun hubungan komunikasi yang baik dengan wajib pajak sangat penting. Diskusi ini dapat membantu auditor memahami konteks yang lebih luas dari kategori aksiden, yang memungkinkan adanya penyesuaian strategi audit yang lebih efektif.

4. Penyusunan Laporan Audit: Berdasarkan analisis, auditor dapat menyusun laporan yang mencakup temuan serta rekomendasi perbaikan yang diperlukan. Hal ini juga harus mencakup perhatian terhadap isu-isu pajak yang mungkin timbul dari pertimbangan substansi dan aksiden.

5. Tindakan Pengawasan: Setelah audit selesai, tindakan pengawasan berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa wajib pajak mengikuti rekomendasi yang diberikan dan mematuhi kewajiban perpajakan secara berkesinambungan.

How: Bagaimana Menerapkan Model Ini Berdasarkan Transsubstansi Pemikiran Aristotle?

 1. Pahami Prinsip Transsubstansi

Transsubstansi adalah konsep dari Aristotle yang menggambarkan bahwa suatu benda dapat mengalami perubahan pada atributnya tanpa mengubah substansinya. Dalam konteks pajak, substansi adalah kewajiban pajak sebagai bagian dari keadilan sosial, sedangkan atribut adalah proses pemeriksaan yang dapat berubah seiring waktu.

 2. Pengumpulan Data yang Komprehensif

Prinsip pertama dari transsubstansi adalah memahami bahwa setiap perubahan harus berlandaskan pada pemahaman substansi yang benar. Dalam melaksanakan pemeriksaan, otoritas pajak harus mengumpulkan data dengan cermat dan komprehensif. Hal ini mencakup pemahaman konteks ekonomi dan sosial dari wajib pajak. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir, banyak wajib pajak yang terdampak oleh perubahan iklim ekonomi karena pandemi COVID-19, sehingga analisis harus mengakomodasi situasi ini.

 3. Analisis Data Berdasarkan Trend dan Perilaku Wajib Pajak

Selanjutnya, analisis data perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai atribut yang mungkin berubah seiring adanya perubahan dalam kebijakan perpajakan. Dalam hal ini, model analisis risiko yang berbasis data dapat digunakan untuk memahami perilaku wajib pajak dan mengidentifikasi potensi pelanggaran. Dengan memahami alur transsubstansi, auditor pajak dapat mengubah pendekatan mereka tanpa kehilangan pandangan akan tujuan dasar penerapan pajak.

 4. Penegakan Hukum yang Adil

Penerapan denda atau sanksi haruslah didasarkan pada prinsip keadilan, ilahiah dalam ajaran Aristoteles. Ini berarti bahwa denda yang diterapkan harus proporsional dengan pelanggaran yang terjadi. Jika ada ketidaksesuaian, pemberian kesempatan bagi wajib pajak untuk menjelaskan keadaan dan memperbaiki kesalahan harus menjadi prioritas. Dalam hal ini, pemeriksaan tidak semata-mata bertujuan untuk menghukum, tetapi juga untuk memperbaiki dan membimbing.

 5. Pendidikan dan Kesadaran Pajak

Pendidikan merupakan elemen penting dari prinsip Aristoteles, di mana kebajikan dicapai melalui pemahaman dan kesadaran. Otoritas pajak harus menyediakan program penyuluhan yang menjelaskan kewajiban pajak kepada masyarakat. Hal ini tidak hanya membantu menciptakan kepatuhan, tetapi juga membangun hubungan yang lebih baik antara wajib pajak dan pemerintah.

 6. Fleksibilitas dan Adaptasi terhadap Perubahan

Terus menerus beradaptasi dengan perubahan situasi ekonomi dan teknologi adalah suatu keharusan. Otomasi, penggunaan big data, dan teknologi informasi dapat sangat memperbaiki proses pemeriksaan. Namun, substansi dari kebijakan perpajakan harus tetap terjaga. Fleksibilitas ini adalah penghayatan dari transsubstansi, di mana atribut dalam proses pemeriksaan dapat berubah tanpa mengorbankan nilai keadilan.

 Implementasi dalam Praktik

Modernisasi proses pemeriksaan pajak haruslah dilakukan dengan memahami konteks lokal. Misalnya, negara-negara yang memiliki sistem perpajakan yang lebih maju, seperti Sweden atau Kanada, telah menerapkan teknologi canggih dan sistem informasi untuk memudahkan pemeriksaan. Sementara itu, negara-negara berkembang yang mungkin belum memiliki sumber daya yang sama perlu mengadaptasi model sesuai kebutuhan mereka, menjaga agar substansi dari keadilan tetap diperhatikan.

 4. Transsubstansi dalam Pemeriksaan Penagihan Pajak

Transsubstansi adalah konsep yang digunakan oleh Aristotle untuk menjelaskan perubahan dalam substansi suatu objek, di mana bentuk atau atribut berubah tanpa mengubah substansinya (Kenny, 2013). Dalam konteks pemeriksaan penagihan pajak, konsep ini bisa diartikan sebagai kebutuhan untuk menyesuaikan model pemeriksaan dengan perubahan situasi ekonomi, regulasi, dan teknologi, tanpa mengubah substansi dari kewajiban perpajakan itu sendiri.

 4.1. Ketidakpastian Ekonomi

Perubahan kondisi ekonomi global dapat mempengaruhi pendapatan dan kemampuan membayar pajak dari wajib pajak. Dalam menghadapi situsi ini, model pemeriksaan penagihan pajak perlu beradaptasi untuk mencerminkan keadaan baru. Misalnya, saat terjadi krisis ekonomi, pemerintah mungkin perlu mengubah kebijakan pajak dan untuk sementara menyesuaikan kriteria pemeriksaan. Disinilah transsubstansi berperan: substansi kewajiban pajak tetap ada, tetapi atributnya atau cara pemeriksaan dilakukan bisa berubah sesuai dengan kondisi yang ada.

 4.2. Perubahan Teknologi

Kemajuan teknologi juga membawa perubahan signifikan dalam cara pemeriksaan pajak dilakukan. Sistem e-filing, big data, dan kecerdasan buatan memberikan peluang baru untuk melakukan pemeriksaan secara lebih efisien dan akurat. Meskipun metode atau atributnya berubah seiring dengan perkembangan teknologi, substansi dari pajak sebagai instrumen keadilan dan pemenuhan kewajiban tetap tak tergoyahkan.

 5. Hubungan Moral dan Etika dalam Pemeriksaan

Pemeriksaan penagihan pajak tidak hanya melibatkan aspek teknis, tetapi juga moral dan etika. Dalam pemikiran Aristotle, kebajikan dan keadilan adalah prinsip utama dalam mengatur perilaku manusia (Aristotle, 2000). Dalam konteks pemeriksaan pajak, otoritas pajak harus bertindak dengan integritas, transparansi, dan keadilan. Ini mencakup perlakuan yang adil terhadap semua wajib pajak, serta memberikan kesempatan untuk mengoreksi kesalahan yang mungkin terjadi.

 6. Implikasinya dalam Konteks Terkini

Dalam konteks terkini, model pemeriksaan penagihan pajak harus mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi. Misalnya, pandangan masyarakat terhadap pajak dan keadilan perpajakan telah berkembang. Wajib pajak kini semakin mengharapkan transparansi dan akuntabilitas dari otoritas perpajakan. Oleh karena itu, pemeriksaan penagihan pajak harus mengakomodasi harapan ini dengan memperbarui kebijakan dan metode yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

screenshot-2024-11-19-121415-673c5a0eed64156d520d8b24.png
screenshot-2024-11-19-121415-673c5a0eed64156d520d8b24.png
Modul Prof Apollo

Contoh Kasus: Audit Perpajakan PT. ABC

Profil Perusahaan

PT. ABC adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam produksi barang elektronik. Pada tahun fiskal terakhir, perusahaan melaporkan pendapatan sebesar Rp 10.000.000.000 dan pengeluaran operasional sebesar Rp 7.000.000.000. Perusahaan ini memiliki beberapa cabang di berbagai daerah dan beroperasi di bawah undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Tujuan Audit

Audit ini dilaksanakan untuk memastikan kepatuhan PT. ABC terhadap perpajakan, dengan fokus pada pengakuan pendapatan dan pengeluaran, serta untuk mengidentifikasi potensi risiko pajak.

1. Substansi (Ousia)

- Wajib Pajak: Dalam hal ini, substansi audit adalah PT. ABC sebagai entitas yang memiliki kewajiban pajak. Semua tindakan, transaksi, dan keadaan PT. ABC sebagai wajib pajak akan dianalisis.

2. Aksiden (Sumbebekos)

 1. Kuantitas (Quantity)

- Analisis: Auditor memeriksa laporan keuangan untuk memastikan jumlah pendapatan yang dilaporkan benar. Auditor juga akan mencocokkan dengan faktur penjualan, kontrak, dan dokumen pendukung lainnya.

- Temuan Potensial: Jika ditemukan bahwa tidak seluruh penjualan dicatat atau terjadi peredaran uang yang tidak dilaporkan, ini bisa dianggap pelanggaran.

 2. Kualitas (Quality)

- Analisis: Auditor menilai metode akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan dan pengeluaran. Misalnya, apakah PT. ABC menggunakan metode akuntansi accrual atau cash basis? Apakah mereka mengikuti PSAK?

- Temuan Potensial: Jika ada pengakuan pendapatan yang tidak sesuai dengan PSAK, ini bisa mengakibatkan sanksi pajak.

 3. Hubungan (Relation)

- Analisis: Memeriksa transaksi antar perusahaan yang mungkin melibatkan seluruh cabang PT. ABC dan membandingkannya dengan transaksi luar. Auditor juga harus memperhatikan hubungan bisnis dengan afiliasi.

- Temuan Potensial: Penghindaran pajak melalui transfer pricing yang tidak sesuai dapat menjadi isu.

 4. Tempat (Place)

- Analisis: Memeriksa lokasi cabang-cabang operasi. Apakah pajak dibayar sesuai dengan lokasi di mana pendapatan dihasilkan dan apakah ada pemotongan pajak daerah yang dibayarkan?

- Temuan Potensial: Ketidakpatuhan pajak daerah dapat dikenakan hukuman tambahan.

 5. Waktu (Time)

- Analisis: Meneliti periode akuntansi yang dilaporkan. Apakah pendapatan dan biaya diakui pada periode yang benar?

- Temuan Potensial: Jika pendapatan dari penjualan diakui pada periode yang salah, PT. ABC mungkin menghadapi masalah dalam penagihan pajak.

 6. Posisi (Position)

- Analisis: Memeriksa posisi perusahaan dalam industri dan pengaruhnya terhadap tarif pajak. Apakah perusahaan memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif perpajakan tertentu?

- Temuan Potensial: Jika perusahaan tidak memanfaatkan insentif pajak yang berhak mereka terima, ada peluang kehilangan brankas pajak.

 7. Status (State)

- Analisis: Memastikan status hukum PT. ABC, termasuk izin yang diperoleh dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

- Temuan Potensial: Ketidakpatuhan dalam hal perizinan bisa berakibat pada denda dan potensi audit lebih lanjut.

 8. Tindakan (Action)

- Analisis: Melihat tindakan yang diambil oleh manajemen dalam hal pengelolaan pajak, apakah ada perencanaan pajak yang strategis?

- Temuan Potensial: Jika perusahaan tidak menjalankan tindakan perencanaan pajak yang sesuai, mereka mungkin akan menghadapi kewajiban yang lebih besar.

 9. Penerimaan (Affection/Passion)

- Analisis: Menganalisis dampak keuangan dari strategi pajak yang diambil dan bagaimana hal itu mempengaruhi laporan keuangan perusahaan.

- Temuan Potensial: Jika ada penghindaran pajak yang teridentifikasi, dampak negatif terhadap citra perusahaan bisa menjadi masalah tambahan.

 Hasil Audit

Setelah melakukan pemeriksaan berdasarkan substansi dan aksiden, auditor menyusun laporan yang mencakup temuan-temuan, yaitu:

- Ketidakpatuhan dalam pengakuan pendapatan dan penghindaran pajak melalui transfer pricing.

- Rekomendasi untuk perbaikan sistem akuntansi dan pengelolaan pajak.

- Saran untuk mematuhi regulasi perpajakan daerah dan nasional dengan lebih ketat.

Kesimpulan Kasus

Audit PT. ABC menunjukkan bahwa penerapan model pemeriksaan penagihan pajak yang berlandaskan transsubstansi pemikiran Aristotle memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai potensi risiko pajak dan area perbaikan. Hal ini memungkinkan auditor untuk tidak hanya memastikan kepatuhan pajak tetapi juga menawarkan rekomendasi yang strategis untuk pengelolaan pajak yang lebih baik di masa mendatang.

Kesimpulan

Pemikiran Aristotle mengenai substansi dan atribut memberikan kerangka pemikiran yang kuat untuk memahami model pemeriksaan penagihan pajak. Konsep transsubstansi menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam metode pemeriksaan tanpa mengubah tujuan dasar dari perpajakan. Ini memungkinkan sistem perpajakan untuk tetap relevan di tengah perubahan sosial dan ekonomi. Di era modern ini, penting bagi otoritas pajak untuk terus mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan etika dalam setiap langkah pemeriksaan penagihan pajak.

Model pemeriksaan penagihan pajak, yang dipandu oleh prinsip transsubstansi dalam pemikiran Aristotle, menawarkan kerangka yang relevan dan responsif dalam pengelolaan kewajiban perpajakan. Pengumpulan data yang komprehensif, analisis berbasis data, penegakan hukum yang adil, pendidikan kepada wajib pajak, serta kemampuan beradaptasi.

Model audit perpajakan yang diberdayakan oleh transsubstansi pemikiran Aristotle menawarkan pendekatan sistematis dan holistik dalam memahami dan mengevaluasi kewajiban pajak. Dengan membagi objek audit menjadi substansi dan aksiden, auditor dapat mengidentifikasi dan menilai setiap aspek yang mempengaruhi kewajiban perpajakan wajib pajak. Ini tidak hanya membantu meningkatkan kepatuhan pajak tetapi juga memastikan keadilan sosial dalam perlakuan pajak bagi masyarakat secara keseluruhan.

Model ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan metode audit yang lebih inovatif dan berkelanjutan, yang pada akhirnya memberikan kontribusi positif bagi sistem perpajakan dan perekonomian.

 Referensi

1. Prof Apollo, https://www.kompasiana.com/balawadayu/5e6339a8097f36424f0ef773/filsafat-akuntansi-audit-pada-pembuatan-ilmu-1

2. Aristotle. (1998). Nicomachean Ethics. Translated by W.D. Ross. Chicago: Encyclopaedia Britannica.

3. Aristotle. (1999). Politics. Translated by Benjamin Jowett. New York: Dover Publications.

4. Aristotle. (2000). The Basic Works of Aristotle. Edited by Richard McKeon. New York: Random House.

5. Kenny, A. (2013). A New History of Western Philosophy. Oxford: Oxford University Press.

6. International Monetary Fund (IMF) (2021). Tax Compliance and Transparency: Global Practices and Lessons. Retrieved from [IMF website](https://www.imf.org).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun