"Ya, udah, buruan ke dapur, papa udah lapar, nih! papa mau beli rokok dulu," Â ujar Pak Hendra, melangkah keluar.
Saat pintu terbuka Bu Ratna terpana, hatinya berdetak kencang. Sekilas matanya menangkap sosok seseorang yang berdiri di seberang jalan. Menatap tajam ke arahnya dengan penuh dendam.
"Jasmine," gumamnya, "Mau apa dia?"
Ada hawa aneh yang membuatnya menggigil meski matahari pagi bersinar  cukup terik. Tangannya dengan cepat menutup pintu, meraih tirai dan menutupnya rapat-rapat, tapi hawa dingin makin menusuk tulang membuatnya merinding. Bergegas ia berlari ke dapur.
*
Malam beranjak menggenapkan tugasnya, Bu Ratna masih terjaga, kantuk seperti enggan menyapa, perasaannya tidak tenang. Gelisah ia mondar mandir dari kamar ke ruang tamu, suami dan anak-anak semua sudah pulas. Dari seberang jalan, ia mendengar suara mobil berhenti, pikirannya meloncat. Diliriknya jam didinding, menunjukkan pukul sebelas, waktu biasanya Jasmine pulang.
Benar,  dari balik tirai ia mengintip, tampak Jasmine turun dari mobil, diantar seorang laki-laki, Bu Ratna tersenyum, tebersit iseng, mengambil ponsel dan memotretnya sebelum  bayangan Jasmine menghilang di balik pagar.
Bu Ratna tersenyum-senyum sendiri, dengan bukti jepretan photo di ponselnya  ia merasa menang, pasti besok ibu-ibu lainnya akan percaya padanya.
Tiba-tiba ia merasakan hawa aneh menyergap, Â pandangan matanya mengabur, lehernya seperti tercekik, napasnya tersengal. Ia merasa lututnya lemas, mencoba berdiri, tapi kakinya tak kuat menyangga bobot tubuhnya, ia jatuh terduduk, dan merasa seakan wajah hingga dadanya diserang hawa panas seperti terbakar.
Bu Ratna mencoba berteriak memanggil suaminya, tapi mulutnya seperti beku, yang keluar hanya gumaman-gumaman tidak jelas.
Merasa putus asa, ia mencoba merangkat, dengan bertumpu pada kedua tangan, tapi justru jatuh tersungkur, mencoba lagi, jatuh lagi hingga berulang kali.