"Ah, biasa, Bu ... tahu, tempe, sayur asem sama ikan asin." jawab bu Sita lirih, merasa risih.
"Oalah, Bu, kasian amat, sampean itu, lha kalo tiap hari makannya cuma tahu tempe mana ada gizinya? Pantesan aja anak-anak sampean sering sakit, lha wong kurang gizi. Mbok, ya suaminya suruh kerja lebih giat supaya bisa beli makanan enak. Masa kasih duit belanja kok cuma bisa buat beli tahu tempe," nyinyir Bu Ratna.
Bu Sita menunduk, tersinggung dengan kata-kata bu Ratna, memang benar yang dikatakan, suaminya cuma pegawai rendahan dengan gaji dibawah umk, setelah dipotong untuk bayar sekolah anak-anak, listrik dan lain-lain, sisanya hanya cukup untuk belanja sederhana. Namun, bu Sita tak pernah mengeluh, semua disyukurinya tanpa pernah berharap lebih.
"Oya, ngomong-ngomong, Bu, tetangga sampean itu, lho, memangnya kerja apa? Kok tiap hari pulang malam, mana tiap malam diantar sama laki-laki, gonta ganti." selidik Bu Ratna masih dengan nada nyinyir.
"Saya nggak tahu, Bu, dan saya nggak mau ikut campur urusan orang, permisi." Bu Sita pamit dan bergegas pergi.
"Eh, diajak ngobrol kok main pergi aja, nggak sopan banget. Itu namanya nggak menghargai yang ngajak ngobrol, nggak tahu apa saya ini istrinya direktur bank," sungut Bu Ratna.
"Mungkin saja bu Sita ada perlu lainnya, Bu," Mbak Sumi ikut bicara.
"Perlu opo ... sok penting," sungut Bu Ratna lagi.
'Ya wes, mbak sampean hitung belanjaku."
Mbak Sumi dengan sigap menghitung belanjaan bu Ratna dan memasukkan ke dalam kantong plastik.
"Mbak Sumi, itu si Jasmine apa pernah belanja di sini?" tanya Bu Ratna dengan mulut dimonyongkan.