Gradia mulai tak menyangka dengan omongan dua pria tersebut namun dia semakin yakin akan kejelekan ini tidak datang akibat manifestasi kisah jaman dahulu. Semasa awal kuliah, kabar yang terdengar mengenai kedai kopi tersebut cuma berkutat pada dua hal yaitu mahal dan ajaib. Baru akhir-akhir ini saja dia mendengarnya namun cuma sekedar "bisik-bisik tetangga". Suaranya tidak keras namun berpengaruh besar pada sikap manusia dalam kehidupan sosial.
Kedai Kopi Ajaib mulai kesusahan dengan apa yang menimpa mereka. Mereka sering didatangi oleh petugas pengamanan baik dari ormas maupun polisi untuk dimintai keterangan perihal keamanan dan kabar miring lainnya. Belum lagi sang pemilik memerintahkan karyawannya untuk menunjukkan perilaku religiusnya demi menurunkan tensi dari kabar miring perihal adanya tindakan sesat yang menyangkut Kedai Kopi Ajaib.
Di tengah kebimbangan dan persaingan yang mulai tidak sehat, datanglah seorang pria yang memiliki tampilan brewok dan berbadan tegap. Sang pemilik menghampiri bagian karena tahu bahwa pria yang berpakaian gamis putih ini adalah pelanggan lamanya yang kembali. Dia tahu bahwa kopi hitam yang pernah dibuat ayahnya adalah kesukaan beliau.
"Assalamu'alaikum, pak. Saya pesan kopi hitam saja."
"Waalaikumsalam, pak ustad. Siap atuh."
Sembari menunggu kopinya selesai, dia dan sang pemilik berbincang sedikit.
"Kieu pak, saya dengar kabar miring yang bawa-bawa nama Kedai Kopi Ajaib di sini. Itu jahat sekali. Astaghfirullah."
"Iya saya juga dengar, tapi biar saja karena saya berharap itu hanya angin lalu."
"Tawakal memang perlu. Tapi manusia pun perlu bertindak." Ucap pria bergamis putih sambil meyakinkan sang pemilik kedai
"Atos atuh pak, tidak perlu sampai konflik begitu."
"Memang pak, namun sebagai rasa terima kasih saya atas tempat yang santai bagi saya ini. Izinkan saya menepis kabar miring ini lewat medsos saya. Kebetulan konten saya kebanyakan tentang penerapan nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari."