Kedai Kopi Ajaib adalah tempat ngopi yang begitu sederhana dan menempati bangunan toko yang dihias secara minimalis. Setiap mejanya beragam jumlah, ukuran, dan bahan. Kita bisa memilih mau duduk dimanapun. Kopi di sini justru lebih mahal dari tempat ngopi lain yang baru buka. Tidak aneh karena kopi di sini semuanya datang dalam bentuk biji kopi yang baru diantarkan. Alhasil sang pemilik dan karyawannya datang lebih awal hanya untuk mengubah sebagian stok bahannya menjadi bubuk.
Di tengah gempuran segala teknik marketing para kompetitornya, Kedai Kopi Ajaib tetap bisa bertahan. Pada awalnya, tempat ini sepi karena masyarakat dan wisatawan ingin mencoba tempat ngopi yang baru. Lama-kelamaan, tempat ngopi tersebut mulai sepi karena seperti sudah puas dengan promosinya. Beda cerita dengan Kedai Kopi Ajaib yang pelanggannya sedikit, namun tempat tersebut tak pernah sepi.
Tentunya agar tidak tersaingi, tempat ngopi lain menlancarkan kembali teknik promosi agar pelanggan mereka bertambah kembali. Namun, Kedai Kopi Ajaib tetap tidak tergusur sebagai kedai kopi yang orang kenal meskipun tidak semua orang bersantai dan menghabiskan uang di sana. Toh, ada pula berbagai faktor termasuk seberapa lama tempat tersebut berdiri dan seberapa mahal kopi yang disediakan di sana.
"TUTUP KEDAI INI!"
"TUTUP KEDAI INI!"
Senin pagi adalah waktu yang diharuskan dalam budaya warga perkotaan untuk bekerja, namun ada kejadian berbeda di depan Kedai Kopi Ajaib yang masih tutup. Demonstrasi berlangsung hingga siang sebelum akhirnya dibubarkan oleh pihak keamanan. Kedai tersebut tetap tutup seharian tanpa adanya hal yang rusak dari kedai tersebut. Hal-hal bisa dihindari jika semua dapat mengendalikan diri dan reaksi masing-masing.
Bulan depan, banyak gosip baru mengenai Kedai Kopi Ajaib. Gradia yang mulai sering datang untuk ngopi karena kecipratan keuntungan dari hasil jualan online-nya sedikit-sedikit mendengar bisik di kantin kampus.
"Maneh bade nongkrong kamana? (Kamu mau nongkrong ke mana?)" Sahut seorang mahasiswa berkaos oblong berwarna biru
"Bade ka Kedai Kopi Ajaib. Abdi aya nyesa keneh duit jajan (Mau ke Kedai Kopi Ajaib. Aku ada duit jajan yang masih tersisa," kata temannya.
"Ulah kadinya wae (Jangan ke sana terus). Urang bejaan nya mun kedai eta teh ceunah sok dianggo persugihan ti baheula teh (Aku kasih tahu ya kedai itu katanya sering dipakai tempat persugihan dari jaman dahulu). Maneh teu sadar naha kopi di kedai eta teh meuni awis tapi na laku keneh? (Kamu tak sadar kenapa kopi di sana mahal tapi tetap laku?)"
"Ah keun bae. Anggaplah nye'epkeun icis (Ah biarin. Anggap saja menghabiskan uang)."