***
Baru-baru ini aku, bersama keluarga, berkunjung ke Semarang dan Solo. Ngrumati anak yang kuliah di Semarang dan menghadiri acara keluarga luas di Solo. Sekalian jalan-jalanlah.Â
Sekali mendayung tiga pulau terlampaui. Istilah bisnisnya, efsiensi.
Waktu berangkat, intuisiku mengatakan, pasti bisa menulis sesuatu dari kunjungan itu. Tapi tentang apa aku gak tahu dan ogah juga mikirin. Motifku ke Semarang dan Solo kan bukan menulis artikel.
Lalu menjelang siang di satu hari Minggu (18/6/2023), selepas misa di Gereja Katolik Banyumanik, anakku mengajak makan siang di Pecinan Semarang.Â
Ndilalah, restoran yang dituju ternyata hanya menyajikan menu daging babi. Sementara istriku gak mau makan daging babi. Aku juga gak terlalu suka.
Terpaksalah kami cari restoran lain terdekat lewat google. Eh, ketemu Kedai Bakmi Hap Kie yang -- belakangan baru tahu -- terkenal enak masakannya.Â
Sampai usai makan di kedai itu, aku gak terpikir untuk menulis apapun. Karena itu, aku tak mengambil foto-foto makanan yang kami pesan.
Barulah setelah duduk-duduk di penginapan, terpikir olehku kejadian makan di kedai Hap Kie itu suatu serendipitas. Sesuatu yang tak direncanakan, juga tak diduga sebelumnya.Â
Maka jemariku langsung menari pada papan kunci ponsel. Keluarlah tulisan "Sebuah Makan Siang di Pecinan Semarang" (K. 20.06.2023). Tulisan sederhana ini meraih 4,228 views.
Saat kami bergeser ke Solo (21/6/2023), aku punya niatan membayar rinduku makan soto (sapi) Triwindu. Aku pikir, mesti ada yang bisa dituliskan tentang itu. Entah apa.