Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Warna-Warni Musik yang Mewarnai Jiwaku Sampai Remaja

27 Mei 2023   07:15 Diperbarui: 27 Mei 2023   15:08 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menginjak SMA di Porsea Toba, sebab dipecat dari seminari, perbendaharaan musikku tak berubah. Masih lagu Batak, lagu pop Indonesia, dan lagu Barat.

Lagu-lagu Batak waktu itu terutama disumbangkan Trio Golden Heart, Trio Lasidos , Eddy Silitonga, Rita Butarbutar, dan Christine Panjaitan.  

Aku bisa memutar kaset mereka di tiprikorder portabel yang baru dibeli bapakku. Itu jenis tiprikorder dengan tuas pengoperasian macam persneling mobil otomatis. Ke atas "main", ke samping kiri "mundur", ke samping kanan "maju".

Khasanah musik pop Indonesia juga bertambah waktu itu. Aku membeli kaset dan mendengar lagu-lagu pop Ade Manihutu ("Nona Anna"dan "Virgo") dan Eddy Silitonga ("Biarlah Sendiri", "Mama", "Jatuh Cinta"), ballada Ebiet G. Ade (album Camelia I dan Camelia II)  dan pop rock Black Brothers (lagu "Derita Tiada Akhir" dan "Hari Kiamat").

Eddy Silitonga sangat fenomenal waktu itu. Lagu-lagunya menggema sepanjang hari dari rumah-rumah, toko-toko, dan kedai-kedai.  Hanya orang dungu yang tak mendengarnya. Teman-temanku tergila-gila. Ada yang bikin tatto vertikal di dagunya, biar tampak macam model jenggot Eddy Silitonga.

Aku tak sefanatik itulah. Waktu itu aku cuma bikin stelan kemeja lengan panjang model uskup (gembung di ujung), dipadu celana panjang cutbray dan sepatu berhak 8 cm. Rambut dipanjangkan lewat kuping dan dagu digores kehitaman pakai pinsil B2. Bergaya, deh.  Cobalah kau maklumi, betapa kerennya aku waktu itu.

Di kaki lima kota Porsea waktu itu aku beli juga dua kaset kompilasi. Satu kaset lagu-lagu Indonesia, ada lagu "Widuri" dari Bob Tutupoli. Satu lagi kaset lagu-lagu Barat, ada lagu "Feelings" (Morris Albert), "Song Sung Blue" (Neil Diamond), dan "Still" (The Commodores/Lionel Ritchie).

Tiga lagu tersebut terakhir itulah lagu Barat paling berkesan yang kudengar selama sekolah di SMA. Tapi jangan tanya liriknya. Aku gak pernah bisa nangkap waktu itu. Listeningku memang parah.

Setamat SMA aku beruntung diterima kuliah di sebuah perguruan tinggi terkenal di Bogor. Nah, ingat cita-citaku, bukan? Aku bercita-cita naik KMP Tampomas dari Belawan ke Tanjung Priok, demi mendengar lagu "Vaya Con Dios" dari The Cats dilantunkan saat kapal mulai bertolak. Aku ingin sekali menikmati rasa haru dan banjir air mata.

Tapi untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Tampomas rusak. Maka gagallah cita-citaku tercapai -- sampai kini. Terpaksalah aku naik kapal terbang Mandala jurusan Polonia-Kemayoran waktu itu. Tanpa iringan lagu "Vaya Con Dios". Sedih kalipun rasa hatiku saat itu. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun