"Poltak".
Itu judul sebuah perkisahan yang sedang saya anggit dan agihkan secara bersambung di Kompasiana. Terakhir sudah masuk nomor #102.
Semula saya melabelnya "novel anarkis". Karena saya menulisnya  secara "sesukaku".Â
Belakangan saya berubah akal. Lalu melabelnya sebagai "sketsa biografi fiksional." Tanpa menghilangkan spirit anarkisme dalam proses kreatif atau penulisannya.
Ada pertanyaan, atau dugaan, bahkan simpulan dari pembaca bahwa karakter Poltak kecil dalam sketsa itu adalah Felix Tani, saya sendiri, semasa kecil. Dan kisah Poltak itu adalah kisah masa kanak-kanak Felix Tani. Â
Jawabannya ada pada label "skesta biografi fiksional" itu.Â
"Poltak" itu jelas sebuah kisah fiksi. Bukan biografi, atau otobiografi -- dalam arti riwayat hidup faktual.
Tapi karakter Poltak memang mengambil Felix Tani kanak- kanak sebagai model sosialnya. Sekalian dengan lingkungan sosial dan alamnya.
Jadi karakter Poltak serta orang-orang dalam sketsa itu memang ada, tapi mereka telah "di-fiksi-kan". Begitupun dengan latar tempat, sosial, ekonomi, dan  budaya.
Itu alasanku melabel perkisahan itu sebagai "biografi fiksional". Â Kisah itu memang biografi Felix Tani kanak-kanak. Tapi sifatnya fiksional -- sudah menjadi fiksi.
Biografi fiksional itu saya bangun dengan bertumpu pada kekuatan strategi going native. Secara sadar, saya telah masuk ke dalam cerita menjadi subyek Poltak yang fiksional.