Garis bawahi frasa "Poltak yang fiksional". Dia adalah "Felix Tani" kecil yang direka-ulang berdasar perspektif dan imajinasi Felix Tani masa kini. Â
Intinya begini. Andai boleh kembali ke masa kecil, maka aku ingin menjadi sosok Poltak. Karakter idealistik  anak Batak Toba tahun 1960-1970 yang kuciptakan sendiri.
Bisa kubilang, Poltak adalah cita-citaku bila waktuku boleh diputar kembali ke masa lalu.Â
Jika pembaca "Poltak" Â kemudian berpikir bahwa cerita itu adalah kisah nyata, maka itulah buah going native.Â
Saya lahir dan menghabiskan masa kecil di Tanah Batak, sebagai anak Batak, yang hidup sebagai warga komunitas Batak di sebuah kampung kecil -- Panatapan dalam versi fiksinya.Â
Sedikit banyak, dari pengalaman langsung dan hasil membaca, saya juga memahami adat dan budaya Batak serta sejarah dinamika  sosial, ekonomi, dan politiknya.
Karena itu, tak terlalu sulit bagiku untuk going native, lebur menyatu ke dalam cerita dalam rupa subyek Poltak kecil.
Mungkin pembaca merasa karakter Poltak itu terlalu "maju", melampaui  zamannya, atau bahkan terlalu "dewasa".
Bisa saya terangkan. Singkat.
Itu terjadi karena saya memproyeksikan ideal-idealku sekarang kepada Poltak kecil yang hidup di masa lalu. Alhasil, Poltak tampil sebagai anak masa lalu dengan perilaku masa kini.Â
Absurd? Itulah keajaiban fiksi.