Padahal Engkong tidak menertawakan puisi mereka, lho.Â
Cuma terbahak lantaran geli saat baca frasa yang menabrak logika. Sekalipun itu atas nama majas yang berlindung di balik punggung licentia poetica.
Frasa yang kumaksud adalah "lubang sumur" pada larik puisi Lilik Fatimah ini:
"Kucari ia di setiap sudut rumah. Di dapur, di lubang sumur, di kolong tempat tidur." ("Lelaki yang Berbahaya").
Lalu frasa "punggung kabel listrik" pada larik puisi Ayu Diahastuti ini:
"Kepada burung-burung gereja yang bertengger di punggung kabel listrik." ("Puisi Kita Sore Lalu").
Ini puisi, kata Ayah Tuah. Aduh, siapa juga bilang essai, Ayah.
Licentia poetica, katanya lagi. Ya, tentu saja. Bukan license to kill ala James Bond.
Iya, deh, Ayah. Tapi masa ketawa geli aja dianggap nyakitin, sih?
***
Kata Ayah Tuah, frasa lubang sumur itu majas pleonasme. Melebih-lebihkan atau, istilah gaulnya, lebay.