Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengelola Relasi dengan Tetangga Toksik

20 Oktober 2022   14:54 Diperbarui: 21 Oktober 2022   16:01 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poltak satu dua kali melihat tetangga akan buang sampah ke selokan.  Saat ditegur, sampah dibawa kembali ke rumahnya. 

Tapi Poltak kan bukan polisi sampah.  Lebih sering dia tak lihat.  Lalu tiba-tiba saja sampah sudah menumpuk di selokan depan rumahnya.

Karena sudah menyangkut penyalahgunaan selokan, sarana umum, Poltak memilih untuk menyampaikan masalah itu kepada Pak RT.  Minta agar Pak RT menegur keras warga agar tak membuang sampak ke dalam selokan.

Pak RT kemudian menegur warga, termasuk tetangga Poltak.  Tindakan buang sampah ke selokan berhenti dua-tiga hari.  Setelah itu terjadi lagi, tapi dengan intensitas dan frekuensi yang lebih rendah. 

Bagi Poltak, kondisi itu diterima sebagai situasi stalemate. Semacam dead lock. Tetangga berusaha mengurangi tindakan buang sampah ke selokan.  Poltak mengurangi tuntutannya tentang kebersihan selokan. 

***

Berdasar pengalaman Poltak, ada empat cara yang dapat diterapkan dalam pengelolaan relasi dengan tetangga yang toksik. Tetangga yang hanya peduli kepentingannya, tanpa peduli kepentingan pihak lain.  

Pertama, toleransi yaitu memaklumi pemenuhan kepentingan tetangga yang sebenarnya tidak boleh, tapi pada akhirnya diterima sebagai biaya sosial ketetanggaan.

Kedua, akomodasi yaitu menerima pemenuhan kepentingan tetangga pada aset milik sendiri, dengan pembatasan-pembatasan tertentu.

Ketiga, stalemate yaitu saling menekan kepentingan sampai ke titik terendah yang "buntu", tak mungkin lagi dikurangi (oleh tetangga toksik) atau dinaikkan (oleh tetangga yang protes). 

Keempat, konflik langsung dan terbuka untuk menempatkan hak dan kewajiban setiap pihak yang bertetangga pada posisi dan porsi yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun