Maka pada hari H, Poltak berangkat dari rumah kos, menyeberangi  Ciliwung ke pool bus "Limas Expres" (Limex) di Sukasari. Nyebrang itu jalan kaki lewat jembatan gantung, ya. Bukan berenang.
Pilihan Poltak waktu itu bus eksekutif. Susunan bangku model reclining seat dua di kiri dua di kanan. Ada fasilitas AC dan kamar kecil di belakang. Kerenlah, waktu itu. Tak kalah dari kabin kapal terbang "Mandala" tahun 1980.
Bus dijawalkan berangkat dari Bogor pukul 14.00 WIB, lewat Cibinong dan Terminal Pulogadung. Sebab mesti menaikkan penumpang juga di dua tempat tersebut terakhir.Â
Sepuluh menit sebelum bus berangkat, seorang perempuan dan lelaki muda naik ke atas bus. Jalan clingak-clinguk di gang lalu berhenti tepat di samping Poltak.
"Bangkunya di sini, dek." Lelaki muda itu menunjuk bangku kosong, dekat jendela, di samping kiri Poltak.
"Maaf, mas, saya duduk di situ." Perempuan tadi minta celah untuk menyusup ke bangkunya. Â
Poltak adalah gentlemen Batak. Dia langsung berdiri dari duduknya, mempersilahkan perempuan muda itu duduk.
"Terimakasih," kata perempuan itu.
"Dek, hati-hati di jalan, ya. Salam untuk bapak dan ibu," kata lelaki muda.
"Inggih, mas," balas perempuan itu sambil tersenyum manis. Bukan kepada Poltak, tapi kepada lelaki muda itu.
"Mas, saya titip, ya, Mas," tiba-tiba lelaki itu memberi amanah kepada Poltak.