Jadi? Kalau Mazmur Daud saja tak lagi relevan, jangan berharap nasihat Pit mempan. Jangan pula bicara umur panjang pada Bruder Tim. Dia sudah mencapai 85 tahun berteman rokok. Pit baru 40 tahun zonder rokok.
Kesehatan? Jangan ingatkan itu pada Bruder Tim. Dia sudah tahu risiko merokok terhadap kesehatan paru-paru, jantung, otak, darah, dan mata. Lebih tahu dari para penulis konten kiwari. Faktanya, sampai usia 85 tahun, dia baik-baik saja dengan rokoknya.
***
"Merokok bisa mati, tidak merokok bisa mati juga. Maka merokoklah."
Sekitar dua tahun setelah pulang dari Ende, aku dapat kabar duka dari Yogya. Pit telah meninggal dunia. Semoga arwahnya damai tenang di rumah Bapa di Surga.
Sementara Bruder Tim, pada waktu yang sama, mungkin masih tetap segar bugar di Ende. Lengkap dengan rokoknya.
Lihatlah, usia perokok lebih panjang ketimbang pemantang rokok. Sebuah perumuman lebay (hasty generalisation)? Yup. Itu memang logika sesat. Semua perokok paham itu.
Itu serupa argumen merokok bisa mati, tak merokok bisa mati juga, maka merokok saja. Itu juga perumuman lebay. Khas pledoi perokok.
Apa artinya itu? Simpel. Perokok tak perduli teori dan fakta merokok adalah proses bunuh diri perlahan-lahan. Andaipun sadar, maka hal itu akan dianggap sebagai cara mati yang keren.Â
Jadi? Ya, jelas, tak guna menakut-nakuti perokok. Misalnya dengan bilang merokok bisa menggosongkan paru-parumu, melubangi saluran nafasmu, membuatmu dungu, menyebabkan sakit gula, dan lain-lain yang serba mengerikan.
Juga tak guna menakuti perokok dengan gambar-gambar yang menyeramkan dan menjijikkan pada bungkus rokok. Â Perokok bukan anak kecil. Umumya sudah remaja, sampai lansia. Mereka hanya takut dikhianati oleh, Â mengutip Taufiq Ismail, Â "tuhan sembilan senti".