Larangan itu bukan sampai 31 Mei 2020, seperti ditenggatkan Permenhub 25/2020. Tapi sampai status bencana nasional pandemi Covid-19 dicabut. Itu artinya sampai Keppres Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional dicabut. (11)
Anies sudah menyiapkan 49 titik "penjegalan" migran, entah itu mudik/pulang kampung atau arus-balik, di batas kota Jakarta. Â Migran dilarang keluar/masuk. Â Atau, kalau mau masuk, harus karantina 14 hari dulu.
Dengan begitu, mereka yang dulu didefinisikan Jokowi "pulang kampung" tidak boleh lagi masuk Jakarta. Atau sekurangnya, dalam bahasa Anies, "tidak akan mudah masuk Jakarta". Bahkan setelah Lebaran 2020 usai.
Tapi warga Jakarta itu, khususnya migran, adalah orang-orang kreatif. Seribu satu cara ditempuh untuk ngadalin larangan keluar/masuk Jakarta. Cerita 8 orang Madura yang pulang kampung atau "mudik liar" adalah contoh kreativitas "out of the box". Â
Cerita orang Madura itu jelas bukan satu-satunya inovasi modus pulang kampung atau "mudik liar" yang sudah terjadi. Sudah pasti juga ada yang berhasil lolos.
Mengapa migran Jakarta nekad pulang kampung atau mudik kendati sudah dilarang? Mau Lebaran di kampung? Bukan itu yang utama. Â Tapi karena di masa pandemi Covid-19 ini Jakarta adalah kota yang "paling menakutkan".Â
Jakarta adalah pemuncak Indonesia untuk jumlah orang positif Covid-19 dan jumlah korban meninggal. Â
Jadi peluang seseorang terkena Covid-19 paling tinggi di Jakarta dibanding daerah lain. Apalagi kalau taksiran Anies tentang jumlah orang positif Covid-19, 15,000-30,000 orang, di Jakarta benar.(6)
Mengapa Jakarta menjadi daerah pandemi Covid-19 terparah? Â Faktor "Jakarta titik kumpul nasional dan internasional" hanya satu penjelasan. Kelemahan Anies dalam penegakan protokol PSBB adalah faktor serius. Â
Kisah orang-orang Tambora itu adalah penanda kelemahan manajemen PSBB Jakarta. Â Orang yang keras kepala macam Pak O itu banyak di Jakarta. Orang-orang yang abai, egois, menyebabkan orang lain jadi ODP, PDP atau bahkan korban meninggal.
Lihatlah betapa sulit menjaga jarak fisik di pasar-pasar tradisionil dan pasar-pasar PD Jaya. Â Betapa anak-anak muda dan ibu-ibu masih bergerombol di gang-gang kampung. Warga lalu-lalang tanpa masker di wajah. Air dan sabun cuci tangan kosong di minimart. Â