Pada tanggal 14 Mei 2020 kedelapan migran itu ditangkap polisi di pintu keluar tol Ngawi. Pasalnya mereka nekad pulang kampung ke Sumenep, Madura. Caranya naik mobil yang digendong truk derek. Truk itu disewa Rp 6 juta.
Akhir cerita, Â 8 orang Warga Sumenep itu dipaksa kembali ke Jakarta. Mereka naik mobil yang tadinya digendong truk derek. Para migran itu diarahkan ke Gugus Tugas Covid-19 di alamat pemberangkatannya. Sedangkan truk derek ditahan polisi. (9, 10)
Begitulah. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga. Maksud hati mengelabui petugas, akhirnya kepergok juga. Â
Jegal Daku Kau Kutebas
Dinamika politik antara Presiden Jokowi dan Gubernus Anies  itu, kalau dalam sepakbola kampung,  semacam permainan " jegal dan tebas" yang menggelikan. Menggelikan karena sia-sia. Â
Pola mainnya, "jegal daku kau kutebas". Â Anies "menjegal", Â Jokowi "menebas". "Kaki presiden" lebih kuat dari "kaki gubernur". Karena itu Anies senantiasa menjadi pemain yang "menepi terpincang-pincang". Â
Begitu terus-menerus, sejak keduanya bergabung ke Tim Politik yang berseberangan tahun 2017. Â
Apakah rakyat Indonesia bingung? Tidak. Mayoritas terhibur dengan permainan "jegal dan tebas" itu. Bisa tertawa sambil mencerca salah satunya.
Yang bingung itu orang Jakarta. Baik penduduk maupun migran. Â Ikut kata Jokowi, eh, kena aturan Anies. Ikut kata Anies, eh, kena aturan Jokowi.
Di ranah penanganan pandemi Covid-19 begitu juga. Â Awalnya Anies mengajukan langkah karantina wilayah (lock down) untuk Jakarta. Jokowi tak setuju. Gagasan itu "ditebas" dengan PSBB. Â
Anies maunya warga Jakarta dilarang mudik sejak awal. Â Tapi Jokowi membolehkan "pulang kampung" sampai 23 April 2020. Setelah itu, dengan berlakunya Permenhub 25/2020, semua arus warga dari kota ke desa didefinisikan "mudik". Terlarang sampai 31 Mei 2020.
Nah, dengan Pergub 47/2020 Anies mencoba "menjegal Jokowi di batas kota". Semua orang Jakarta, penduduk tetap dan migran, dilarang keluar/masuk Jakarta.