Krisis moneter ini kemudian terus mengalir dan menjadi krisis ekonomi yang serius. Jumlah rakyat di bawah garis kemiskinan tiba-tiba meningkat drastis di Indonesia. Sampai dengan tiga bulan pertama tahun 1998 tercatat 80 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan, sementara sebelum krisis terjadi jumlahnya hanya sekitar 20 juta orang.
Ada prediksi bahwa sampai akhir tahun 1998 akan ada sekitar 20 juta orang lagi yang akan jatuh miskin. Demikian pula pada pendapatn per kapita. Jika sebelumnya krisis pendapatan per kapita Indonesia berkisar 1.000 US Dollar, maka pada akhir tahun 1998 merosot tajam mencapai sekitar angka 400 US Dollar. Ini berarti posisi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah akan merosot menjadi negara berpenghasilan rendah. Status Indonesia sebagai negara berkembang dengan singkat berubah menjadi negara miskin.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ini diperparah dengan terjadinya kemarau panjang yang memprihatinkan. Sawah-ladang banyak yang kekeringan sementara hutan-hutan banyak yang terbakar. Di Irian Jaya sekitar 90.000 orang kelaparan, tak mampu lagi memperoleh makanan dan sebanyak 500 orang tewas karena kelaparan. Banyak pengamat sosial yang khawatir jika krisis ekonomi ini tidak juga cepat selesai akan dapat menyebabkan terjadinya lost generation.
Banyak sekali mahasiswa, ada jalan kaki, long march, ada yang naik bus untuk berkumpul di tempat demonstrasi. Bus-bus penuh dengan para demonstrasi.
Disana terlihat para angkatan senjata menembak ke berbagai arah demonstrasi. Semua berlarian tanpa arah, kacau. Yang ada hanya lari. Ada sebagian yang terjatuh. Terlihat juga ada seorang laki-laki yang jatuh, dibiarkan begitu saja. Angkatan bersenjata berjalan, terus berjalan menuju ke arah demonstrasi. Para demonstran diminta membubarkan diri.
Kembali lagi terdengar suara dari megafon, "Niat kami baik, menyampaikan aspirasi".
Semula demonstrasi diselengarakan di kampus sesuai ajuran para aparat untuk tidak turun ke jalan. Namun mahasiswa jengkel pengekangan. Dan memaksa mereka untuk berdemonstrasi di jalan, di gedung MPR.
Mereka dalam riuh, berkata "Turun Soeharto, turun Soeharto, turun Soeharto sekarang juga"
Kembali gelombang mahasiswa menempati gedung DPR MPR, suasana mahasiswa terlihat begitu banyak dengan berbagai jas almamater. Berbagai spanduk, poster, bertuliskan, "Soeharto harus turun"
"Kami ingin menyadarkan rakyat, bahwa kami menolak pemilu", kata seorang perempuan dengan slayer di kepala.
"Pemilu itu cacat moral, cacat hukum, cacat politik"