Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Serpihan Kenangan Gerakan (2)

16 Mei 2023   10:20 Diperbarui: 17 Mei 2023   12:42 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serpihan Identitas - M. Sadli Umasangaji

Serpihan Kenangan Gerakan

Suasana begitu riuh, kadang mencekam, disamping begitu banyak orang-orang yang menegaskan diri sebagai keamanan negara, memegang senjata, para aparatur keamanan negara. Tahun 1998, para pemuda itu menuntut reformasi. Mereka yang berjuang dengan jiwa mereka, untuk membela kebenaran, keadilan dan demokrasi. Mereka yang bersenjatakan spanduk, poster dan megafon.

Di tengah suasana riuh itu, terdengar suara yang keluar dari mikrofon, "Sumpah Mahasiswa Indonesia. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Bertanah Air Satu, tanah air tanpa penindasan. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Berbangsa Satu, bangsa yang menegakkan keadilan. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Berbahasa Satu, bahasa tanpa kebohongan", teriak pria dengan berbaju coklat, menggunakan slayer, berambut gondrong.

"Hidup rakyat, hidup rakyat, hidup rakyat"

Pada 1998 Indonesia mengalami pukulan terberat krisis ekonomi yang menerpa Asia Timur. Meningkatnya inflasi dan pengganguran. Menciptakan penderitaan dimana-mana. Ketidakpuasaan terhadap pemerintah yang lamban dan korupsi yang marajalela. April 1998, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden Indonesia. Terjadi demonstrasi besar-besaran dimana-mana. Mereka menuntut pemilu ulang.

"Sejumlah petani yang menjalani program makan belalang di desa Kesumodadi, Kecamatan Gunungsugih, Kabupaten Lampung Tengah malah mencret-mencret. Program tersebut yang bermula dari imbauan Gubernur Lampung, yang dicanangkan pada 7 Mei 1998 di desa itu sebagai upaya untuk menghadapi krisis ekonomi yang belum juga selesai. Sejak saat itu petani setempat sering mengeluhkan program itu. Menurut mereka usai menyantap hama belalang yang menghabiskan tanaman mereka, banyak penduduk setempat yang terserang alergi dan mencret-mencret"

Berita-berita seperti itu mewarnai liputan pers Indonesia dari hari ke hari.  Yang menyedihkan adalah bahwa situasi yang memperihatinkan ini terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia sebagai dampak dari krisis yang terjadi sejak bulan Juli 1997. Memang, pada bulan tersebut Indonesia di landa krisis moneter, dimana kurs rupiah merosot tajam terhadap dollar Amerika.

Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar ini ternyata memiliki dampak yang cukup serius terhadap kinerja perekonomian Orde Baru. Disamping membuat nilai hutang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta meningkat, depresiasi nilai rupiah terhadap mata uang Amerika juga mengakibatkan membengkaknya biaya impor.

Akibatnya stabilitas organisasi dalam industri pun terganggu, kecuali bagi industri-industri bermodal kuat atau perusahaan-perusahaan multinasional yang relatif masih dapat mempertahankan stabilitas organisasinya. Terjadinya PHK massal sering kali tidak dapat dihindarkan lagi karena restrukrisasi menjadi keharusan agar industri-industri tersebut bisa tetap bertahan di masa krisis. Terjadinya PHK massal ini sudah tentu pula dapat menyebabkan terjadinya keresahan sosial.

Krisis moneter ini kemudian terus mengalir dan menjadi krisis ekonomi yang serius. Jumlah rakyat di bawah garis kemiskinan tiba-tiba meningkat drastis di Indonesia. Sampai dengan tiga bulan pertama tahun 1998 tercatat 80 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan, sementara sebelum krisis terjadi jumlahnya hanya sekitar 20 juta orang. 

Ada prediksi bahwa sampai akhir tahun 1998 akan ada sekitar 20 juta orang lagi yang akan jatuh miskin. Demikian pula pada pendapatn per kapita. Jika sebelumnya krisis pendapatan per kapita Indonesia berkisar 1.000 US Dollar, maka pada akhir tahun 1998 merosot tajam mencapai sekitar angka 400 US Dollar. Ini berarti posisi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah akan merosot menjadi negara berpenghasilan rendah. Status Indonesia sebagai negara berkembang dengan singkat berubah menjadi negara miskin.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ini diperparah dengan terjadinya kemarau panjang yang memprihatinkan. Sawah-ladang banyak yang kekeringan sementara hutan-hutan banyak yang terbakar. Di Irian Jaya sekitar 90.000 orang kelaparan, tak mampu lagi memperoleh makanan dan sebanyak 500 orang tewas karena kelaparan. Banyak pengamat sosial yang khawatir jika krisis ekonomi ini tidak juga cepat selesai akan dapat menyebabkan terjadinya lost generation.

Banyak sekali mahasiswa, ada jalan kaki, long march, ada yang naik bus untuk berkumpul di tempat demonstrasi. Bus-bus penuh dengan para demonstrasi.

Disana terlihat para angkatan senjata menembak ke berbagai arah demonstrasi. Semua berlarian tanpa arah, kacau. Yang ada hanya lari. Ada sebagian yang terjatuh. Terlihat juga ada seorang laki-laki yang jatuh, dibiarkan begitu saja. Angkatan bersenjata berjalan, terus berjalan menuju ke arah demonstrasi. Para demonstran diminta membubarkan diri.

Kembali lagi terdengar suara dari megafon, "Niat kami baik, menyampaikan aspirasi".

Semula demonstrasi diselengarakan di kampus sesuai ajuran para aparat untuk tidak turun ke jalan. Namun mahasiswa jengkel pengekangan. Dan memaksa mereka untuk berdemonstrasi di jalan, di gedung MPR.

Mereka dalam riuh, berkata "Turun Soeharto, turun Soeharto, turun Soeharto sekarang juga"

Kembali gelombang mahasiswa menempati gedung DPR MPR, suasana mahasiswa terlihat begitu banyak dengan berbagai jas almamater. Berbagai spanduk, poster, bertuliskan, "Soeharto harus turun"

"Kami ingin menyadarkan rakyat, bahwa kami menolak pemilu", kata seorang perempuan dengan slayer di kepala.

"Pemilu itu cacat moral, cacat hukum, cacat politik"

Dijalan mereka berteriak "Revolusi, Revolusi, Revolusi. Revolusi sampai mati"

"Rakyat pasti menang, pasti menang, pasti menang"

Sembari lagu khas dalam aksi dinyanyikan, "Disini negeri kami, tempat padi terhempas. Samuderanya kaya raya. Di negeri permai ini, berjuta rakyat masih melunta, anak kurus tak sekolah. Pemuda desa tak kerja. Mereka dirampas haknya. Tergusur dan lapar. Bunda relakan darah juang kami. Untuk membebaskan rakyat"

Sejak Februari 1998, kehidupan kampus di seluruh negeri mendadak lebih bergairah dan lebih semarak. Spanduk dan baliho warna warni berjuntai-juntai memenuhi berbagai tempat strategis di pelataran masing-masing kampus. Inilah rangkaian aksi demonstrasi gerakan mahasiswa terbesar sepanjang sejarah orde baru, menuntut penurunan harga sembako, reformasi ekonomi, politik, hukum, dan moral. Tak lepas mahasiswa mengecam keras praktek monopoli, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sudah begitu parah.

Di seberang tempat yang lain, di Malang tepatnya, di Universitas Muhammadiyah Malang. Para mahasiswa berkumpul, hampir 200-an mahasiswa. "Mereka yang merupakan suatu kelompok masyarakat yang sadar dan tersadarkan. Suatu kelompok masyarakat yang sesungguhnya memiliki peran sangat penting dalam dinamika sosial suatu masyarakat".

"Kemunculan peranan suatu kelompok masyarakat ini dalam kehidupan sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena khas abad 20. Mahasiswa disebabkan oleh beberapa kualitasnya yang spesifik, tampil sebagai suatu lapisan masyarakat yang vokal, berorientasi ke depan sehingga menjadi idealis".

Mahasiswa-mahasiswa yang berkumpul di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, mereka yang menggabungkan masjid dan gerakan. Gerakan perlawanan dari masjid kampus. Meletakkan dasar teologis yang kuat bagi perkembangan masjid sebagai sebuah kekuatan otonom yang menghimpun potensi progresif unsur-unsur perubahan dalam masyarakat Islam. Sebagai pusat pembangunan kesadaran, masjid direvitalisasi dan diperhadapkan secara langsung dengan kenyataan-kenyataan praktis, sebagai pusat aktivitas dan penggerak aktivis ummat.

Tekanan yang dilakukan penguasa justru mendorong lahirnya format baru gerakan di dalam tubuh mahasiswa. Jika kampus sudah tidak lagi memberi ruang aman dan lapang bagi tumbuhnya idealisme, maka arena di luar kampus memberi tempat yang luas bagi tumbuhnya idealisme itu. 

Tahun 1980-an adalah masa-masa dimana para aktivis gerakan mahasiswa mulai membangun format gerakan yang berbasis luas di tengah masyarakat sekaligus secara politik lebih aman untuk memelihara situasi kondusif bagi uasaha untuk membentuk gerakan mahasiswa yang lebih solid.

Bentuk-bentuk forum non formal menjadi pilihan dikarenakan sifatnya yang fleksibel dan tidak mudah disentuh tangan-tangan penguasa. Pada tahun 1980-an ini pula, para aktivis Islam juga mulai membangun kekuatan gerakannya dengan masif. Sebagian aktivis mahasiswa lebih memilih untuk bergabung dengan LSM-LSM atau forum-forum non formal dan sebagian lagi, khususnya aktivis Islam memilih untuk membentuk gerakannya di masjid-masjid kampus.

"Usaha pemerintah untuk mengontrol kampus tampaknya hanya berhasil di permukaan. Tumbuhnya kelompok pemuda Islam yang lebih urban dalam tradisi maupun cara berpikir melahirkan sosok kelompok Islam baru yang lebih kritis dan independen. Iklim akademis sedikit banyak telah memberikan sumbangan besar bagi tumbuhnya kelompok ini. Mereka kaya akan tradisi literasi dan cukup berani untuk membuka cakrawala berpikir baru yang lebih segar bagi gerakan Islam di Indonesia. Terbukti dari meluasnya penerbitan-penerbitan yang menerjemahkan tulisan-tulisan dari para pemikir Islam Timur Tengah maupun Asia Selatan baik itu yang berorientasi modernis maupun yang berorientasi revivalis".

Munculnya gagasan pembentukan kesatuan aksi bagi mahasiswa adalah ide spontan yang muncul selama diskusi-diskusi dalam sidang komisi FS LDK Nasional ke X di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang. Perlu dibentuknya kesatuan aksi yang menghimpun mahasiswa Muslim terutama yang bergabung dengan LDK.

"Terik kering mempermainkan debu dan menghempasnya ke atap dan jendela-jendela. Kemarau makin geram dan seperti akan melampiaskan lukanya akibat kepulan asap dan hutan-hutan terbakar. Sketsa paradoks cerminan hidup dan alam semesta. Kebangkitan menjatuhkan atau kemajuan menggilas. Ya, seperti kerumunan orang menanti dalam antrian panjang pembagian sembako gratis. Dibaliknya ada kecemasan yang titip sangat keluarga di rumah. 

Atau lebur retrorika membingungkan menjejali perut-perut busuk. Semuanya jadi logis. Dibalik gerbalisme miris dengan seluruh gaya dramatikalnya. Dan disini tak lagi ada air mata. Air mata telah disulap jadi banteng besar yang kapanpun datang di malam gulita. Ah, keadaan ini makin membingungkan dan turut membingungkan. Di wajahnya ada raut cemberut dan senyum histeris seperti kabut, tak teraba. Realitas yang berputar dan pikiran-pikiran tak seimbang. 

Kelihatannya kebingungan gradual berarti terpojokan, tetapi tidak! Naluri profetik yang satunya hidup sekarang malah kalam oleh ketidakberdayaan dan permainan-permainan membuka. Dan tak satupun argumen yang layak diajukan. Objektivitas sekalipun. Sudah banyak karya-karya yang ditawarkan. Lalu mengambil pena dan mulai menulis. Ada ketidaksinkronan mulai terasa, dunia atas dan dunia bawah satu sama lain tak harmonis. Kemarau-kemarau panjang, pertikaian-pertikaian, kelaparan dan kemarahan alam. 

Lebih manusiawi dari kemarau, yang ditikai, yang dilalui keadaan alam yang dimarahkan. Sengaja kesamaran dijajah agar wajah asli tak kelihatan. Dunia kita dimetafora. Sama-sama tak ada yang mau menyisahkan. Percikan-percikan yang diteriakan di jalanan. Hanya suara spritual dan orisinil. Apakah akan terus dmainkan simbol dibiarkan kehilangan arti? Sepertinya memang demikian. Nadi menjadi kehilangan denyut. Doa-doa menjadi pukulan cambuk. Irama-irama akan terus diarak. 

Semakin lama menyusut. Ketika banyak harapan baru, ia menjadi simbol kuat di tiang gantung. Lalu berdiri, oh pidatoku membakar, menjawab lantang keadaan yang makin membobrok, dipalingkan dari alunan suci, serdadu-serdadu menyerbu ke dalam langgar, seakan banyak kemasgulan yang tidak adil",Usamah mengenang kejadian-kejadian dari fenomena deklarasi.

 Dan di tengah-tengah kumpulan mahasiswa dalam ruangan itu, sang Deklarator, berkata, "Mereka yang tidak lulus sekolah dengan baik, dan yang kondisi track record dalam pembangunan adalah jelek, diangkat menjadi pemimpin kita, agama melarang kita, agama sesungguhnya menekankan kepada kita, jangalah kita biarkan orang-orang yang akan mempermainkan agama kita ini menjadi pemimpin. Kita harus mau mengambil sikap itu. Dan saya kira gelora kampus kita, gelora masjid kampus kita, akan sanggup bertahan dalam pola perjuangan semacam itu".

Baiklah untuk tidak berpanjang kata, saya dengan mengucapakan bismillahirrahmanirrahim, akan membacakan deklarasi yang kita sebut Deklarasi Malang. Didasari keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda negeri ini dan didorong tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat yang masih terus berlangsung, serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan dan perbaikan, maka kami segenap Mahasiswa Muslim Indonesia yang berkumpul di tempat ini mendeklarasikan lahirnya: 

Organisasi Kepemudaan Muslim. Selanjutnya, organisasi kepemudaan Muslim ini menempatkan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat dan akan senantiasa berbuat untuk kebaikan bangsa dan rakyat Indonesia. Malang, 29 Maret 1998", tutup Sang Deklarator.

Sehari setelah Deklarasi Malang, Sang Deklarator, mengadakan jumpa pers di Masjid Arif Rahman Hakim Jakarta menyampaikan pandangan umum atas persoalan bangsa. Didalamnya dirumuskan butir-butir reformasi ekonomi, politik, hukum, dan perundang-undangan, sosial, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, serta yang paling mendasar reformasi moral.

 "Organisasi Kepemudaan Muslim ini menuntut, perekonomian nasional perlu ditata ulang dengan kebijaksanaan dan strategi yang tepat. Proses pembangunan diorientasikan sepenuhnya pada pemberdayaan dan kemakmuran rakyat. Manajemen pembangunan dijalankan oleh pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

 Kumpulan Kepemudaan Muslim ini menuntut perbaikan hubungan antara kepemimpinan nasional dan partisipasi politik rakyat, yang selama ini sangat timpang. Kumpulan Kepemudaan Muslim ini menuntut jaminan kepastian hukum dan perundang-undangan. Sejauh ini, masyarakat gagal memegang hukum untuk menjamin hak-hak asasinya sebagai warga negara. Hukum dan perundang-undangan lebih bergantung kepada kehendak dan persepsi penguasa", sang Deklarator berbicara.

"Kemudian sampailah pada permasalahan paling mendasar dalam pandangan Kumpulan Kepemudaan Muslim ini. Corak religius masih melekat pada diri manusia Indonesia. Seharusnya, ini akan membangunkan kesadaran diri terhadap kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan keburukan", sang Deklarator menghela napas sejenak, dan usailah penyampaian rilis.

Sejak itu Kumpulan Kepemudaan Muslim ini mulai melakukan aksi dengan massa aksi yang banyak. Sekretaris Organisasi Kepemudaan Muslim ini, membaca seruan dan rilis organisasi, "Menyaksikan kenyataan-kenyataan itu. Kumpulan Kepemudaan Muslim ini didukung masyarakat yang ada di tempat ini menyatakan sikap sebagai berikut:

Kumpulan Kepemudaan Muslim ini sebagai bagian tubuh masyarakat Indonesia, dan khususnya bagian tubuh masyarakat Islam sebagai mayoritas menyerukan mahasiswa dan rakyat agar tetap kritis dan tidak gampang percaya dengan apapun yang dilakukan oleh pemerintah. Sikap kritis ini adalah dalam rangka kita memastikan bahwa mereka para penguasa itu serius mengorbankan apa yang mereka miliki dari harta, tahta, dan nyawanya untuk perbaikan masyarakat".

"Untuk itu marilah kita bersatu dalam menyikapi persoalan-persoalan bangsa ini"

            "Saya kira sangat jelas kawan-kawan. Saya sepakat dengan anda. Salah satu kunci reformasi di negeri ini kawan-kawan, adalah Soeharto harus turun". Tepuk tangan riuh membersamai, "Hidup mahasiswa, hidup mahasiswa, hidup mahasiswa", tepuk tangan masih membersamai, semangat menggelora.

            "Turunkan Soeharto, turunkan Soerhato, turunkan Soerhato"

            Berbagai aksi digencarkan, gelora semangat aksi dikobarkan. Aksi massa yang long march makin marak. Berhadap-hadapan dengan aparat keamanan.

21 Mei 1998, terdengar suara, dari televisi, "Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan dengan pasal 8 UUD 1945.... Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti", suara dari seorang pria tua yang rambutnya mulai memutih, suaranya tegas namun paruh, kadang sedikit tersendak.

Para mahasiswa yang di gedung DPR berlarian, yang menonton teriak riuh, semua bergembira, riuh senang dalam gembira. Semua meneguhkan kepalan tangan, berteriak dan bernyanyi, "Indonesia merdeka, merdeka. Indonesia bahagia, bahagia. Itulah tujuan kita, Indonesia Merdeka". Suasana mahasiswa begitu riuh, bersemangat.

Sang deklarator dekat dengan salah satu pimpinan Organisasi Islam Berkemajuan Indonesia, sang Lelaki Tua berambut putih. Dalam salah satu orasi, sang lelaki tua berkata disampingnya ada sang deklarator, disambut dengan teriakan takbir menggema, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, "Hilangnya Soeharto dari peredaran politik itu baru langkah awal. 

Langkah yang masih jauh sekali, bagaimana Habibi dengan kabinetnya dan kita semua, itu mengatasi problem yang sangat mendesak, yaitu bagaimana menstabilisasi harga-harga sembako, bagaimana menahan laju inflasi agar tidak lepas kendali, bagaimana memperkuat nilai rupiah terhadap dollar itu,  bagaimana menghentikan PHK supaya tidak terjadi pembengakkan penggangguran yang tanpa batas, dan bagaimana juga menghentikan kerusuhan-kerusuhan sosial", orasinya disambut dengan tepuk tangan riuh, sembari takbir kembali.

Kenangan reformasi 1998 dan munculnya organisasi Kepemudaan Muslim, dikenang oleh Usamah, salah satu kader organisasi Kepemudaan Muslim itu kini. Dan sang deklarator kian menanjak karir politiknya kini, beserta dengan para senior lainnya. Sang lelaki tuapun demikian telah membuat sebuah partai baru.

Usamah mengenang kejadian aksi-aksi reformasi 1998 setelah aksi mereka menolak kenaikan BBM kemarin. Usamah membalikkan dirinya di kasur. Dan berkata lirih, "Masihkah moral profetik itu diteguhkan mereka?"

"Dan akankah organisasi Kepemudaan Muslim ini masih terus tumbuh dan bertahan?"

"Masihkah akan terus pada rel Dakwah Tauhid, Intelektual Profetik, Sosial Independen, Politik Ekstraparlementer? Masihkah organisasi Kepemudaan Muslim ini teguh pada Moral Profetik?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun