Penyebab kedua adalah benturan kepentingan. Benturan kepentingan antara auditor PWC dan manajemen Satyam berbentuk hubungan istimewa antara auditor dengan kliennya. Hubungan kemitraan tersebut terjadi dalam sebuah proyek jasa IT di perusahaan klien Satyam yaitu Idearc. Satyam menjadi pelaksana system integration business dan PWC menjadi konsultan jasanya. Pada saat yang bersamaan PWC sedang mengaudit Satyam. Proses kerjasama antara auditor dengan Satyam bukan tanpa disengaja. Dari hubungan kemitraan ini menandakan bahwa keduanya memiliki hubungan busines yang erat sehingga menyebabkan auditor PWC kehilangan independesinya. SEC pada prinsipnya melarang kemitraan semacam ini, bahkan standar audit di India juga melarang hal yang sama. Ini merupakan indikasi yang jelas bahwa PWC memiliki benturan kepentingan yang memungkinkan mereka membantu Satyam dalam menyiasati kecurangan dalam pelaporan keuangannya.
Benturan kepentingan ini tidak hanya berhenti pada bentuk kemitraan saja. Bagaikan bola salju, akibat hubungan busines terlarang dalam profesi ini justru menimbulkan problem baru. Diketahui bahwa perbandingan fee audit dari Satyam ke PWC relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha sejenis Satyam dalam pembayaran kepada auditornya. Sebagai perbandingan pada tahun 2008 saja, fee audit yang dibayarkan Satyam kepada PWC jauh lebih besar sebesar $0,9 juta dibanding dengan fee audit yang dibayarkan Wipro dan Infosys kepada PWC yang juga menjadi klien PWC yaitu masing-masing hanya sebesar $0,2 juta dan $0,1 juta. Sudah bisa dibayangkan, auditor PWC bukan lagi anjing pelacak tapi akan menjadi "anjing budak yang bekerja untuk majikannya dengan bermodalkan tulang". Ini menambah dugaan kuat bahwa keterlibatan auditor PWC sarat dengan benturan kepentingan.
Dampak atas terjadinya kasus Satyam terhadap lingkungan auditing muncul beberapa bulan terakhir. Jumlah dan lingkup manipulasi menjadi tanda tanya terhadap kemampuan pengawasan oleh regulator India dan di tempat lain. Skandal yang diungkapkan Raju, mempertanyakan standar akuntansi di India secara keseluruhan bahwa perusahaan lain yang sejenis pasti telah melakukan perbuatan yang sama. Lingkungan auditing kemudian tercoreng dan peristiwa manipulasi ini menjadi momok yang berbahaya yang telah meragukan sistem governance di India. Siapa lagi yang bisa dipercaya kalau seorang chairman sendiri sudah mengatakan bahwa asetnya fiktif. Bulan berikutnya, Satyam juga mendapat sorotan dari industri TI-nya dengan keluarnya larangan Satyam untuk mengikuti kontrak pengadaan jasa oleh World Bank dan hampir semua klien Satyam mengancam akan mengakhiri berbusines dengan Satyam. Saham Satyam anjlok lebih dari 70 persen. Oh Satyam.
5.2.Analisis dari perspektif auditor dan koda etiknya
Auditor PWC tidak menjalankan tanggungjawab profesionalnya sebagai seorang auditor karena PWC dianggap tidak melakukan audit yang memadai atas laporan keuangan Satyam sehingga menyebabkan penyelewengan yang dasyat bagi keuangan dan akuntansi yang tidak terdeteksi selama bertahun-tahun. Sebagai auditor yang profesional, seharusnya PWC yang melayani klien Satyam dapat memberikan jasa audit profesional sebaik mungkin sesuai dengan koda etik dan peraturan yang berlaku. Seorang auditor profesional seharusnya dapat memberikan jasa audit yang komprehensif sehingga hasil audit yang tertuang dalam opini yang diberikan dapat dipertangungjawabkan dan dapat digunakan seoptimal mungkin bagi pembuatan keputusan oleh Satyam.
Pelaporan keuangan yang salah yang dilakukan oleh Satyam sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun sebelum kasus ini terungkap. Menurut penulis, kasus ini sebenarnya mudah saja diungkap tanpa harus diumumkan oleh Raju sendiri, apabila proses dan prosedur audit dijalankan dengan benar. Menurut penulis, manipulasi bisa terjadi karena auditor tidak menjalan tugas sesuai fungsinya. Secara logika seorang auditor seharusnya melakukan pengujian, meneliti atas setiap verifikasi agar mendapatkan bukti untuk setiap asersi yang dilaporkan Satyam. Tetapi hal ini sengaja dibiarkan terjadi. Auditor PWC tidak pernah memverifikasi dengan benar tentang cash dan balance, sengaja membiarkan faktu-faktur palsu, dan tidak pernah melaporkan hasil pekerjaan audit kepada komite audit atas kecurangan yang sudah ditemukan untuk ditindaklanjuti. Mustahil auditor PWC tidak menemukan kecurangan yang dilakukan oleh Raju. Hal ini disebabkan kemungkinan besar karena perencanan audit pasti didasarkan atas permintaan Raju sendiri dan bukan dirancang oleh auditor sehingga bukti temuan audit yang signifikan sengaja dibiarkan dan ditutupi oleh auditor.
PWC dalam kasus ini cenderung menunjukkan sikap toleransi terhadap kesalahan-kesalahan Satyam yang berimplikasi pada tidak independensinya auditor PWC dalam melakukan audit. Ini berarti PWC tidak memiliki kompetensi memadai karena turut menyembunyikan dan tidak mengungkapkan kesalahan Satyam. Perbuatan ini menjelaskan bahwa PWC tidak memberikan jasa audit dengan prinsip kehati-hatian. Menurut penulis, kompetensi disini bukan hanya berarti bahwa dalam memberikan jasa audit, auditor harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan kompetensi yang memadai, tetapi juga bersikap rasional atas setiap tindakan yang akan memiliki dampak kepada klien dan pengguna laporan keuangan yang telah diaudit. Oleh karena itu auditor juga harus mempertimbangkan setiap risiko yang harus dihadapi dan akan terjadi ketika auditor mengeluarkan suatu opini mengenai kondisi kewajaran kliennya. Dalam kasus ini seharusnya PWC, berdasarkan prinsip kehati-hatian, telah mempertimbangkan segala risiko yang dapat terjadi dan tindakan memberikan opini yang tidak sesuai dengan kondisi Satyam, namun PWC tidak melakukannya. Sungguh ironi memang.
Oleh karena itu jawaban atas pertanyaan permasalahan mengapa auditor PWC tidak dapat mendeteksi laporan keuangan? Jawabannya sangat sederhana. Auditor PWC tidak melaksanakan audit berdasarkan standar audit yang berlaku dan tidak pernah menilai dan merespon risiko dengan baik. Untuk menemukan fraud, auditor PWC melaksanakan standar ini harus dibarengi dengan ketaatan terhadap koda etik profesi. Ketaatan terhadap koda etik profesi bukan hanya pada bentuk luarnya saja tetapi terutama semangatnya dan bukan pada penampilan semata.
5.3.Analisis dari perspektif hukum
Dari perspektif hukum, kasus yang terjadi di Satyam adalah kegagalan auditor dalam menjalankan kewajiban hukumnya. Kegagalan ini sering disebut sebagai criminal negligence karena diinvestigasi berdasarkan undang-undang akuntan di India yang memerinci berbagai perbuatan yang dapat dimaknai sebagai pelanggaran atau kejahatan, tanpa menentukan sanksi hukumnya. Hasil investigasi kepolisian India kemudian menetapkan 2 orang auditor PWC menjadi tersangka yaitu S. Gopalakrishnan dan Srinivas Talluri, dengan tuduhan melakukan kecurangan akuntansi secara besar-besaran. Bersama auditornya, petinggi Satyam Ramalinga Raju, Vadlamani Srinivas, G. Ramakrishna, D. Venkatapati Raju, Srisailam Chetkuru, Rama Raju, dan B. Suryanarayana Raju juga menjadi tersangka.
Berdasarkan undang-undang akuntan di India, perbuatan PWC dan Satyam disebutkan telah melanggar tidak kurang dari 14 undang-undang berkenan dengan kasus Satyam. Mengingat banyaknya aturan yang dilanggar, maka berdasarkan undang-undang tersebut menegaskan bahwa kasus Satyam bukan merupakan pelanggaran etika tetapi murni pidana. Terdapat beberapa hasil putusan dan sanksi yang diberikan oleh berbagai lembaga di India maupun di luar India, yaitu:
- Organisasi profesi akuntan di India (ICAI) menjatuhkan sanksi terberat berupa larangan berpraktik seumur hidup dan denda 500.000 Rupee (setara dengan 10.000 dollar Amerika).
- Investasi terhadap Satyam dan PWC juga dilakukan oleh SEC dan PCAOB di Amerika. SEC mendenda 5 KAP di bawah afiliasi PWC di India sebesar 6 juta dollar Amerika. Sementara PCAOB melarang dua auditor PWC menjadi pihak yang berkaitan dengan suatu kantor akuntan yang terdaftar di SEC.
- PWC diwajibkan membayar penyelesaian tuntutan pemegang saham di bawah pengadilan Manhattan sebesar 25,5 juta dollar Amerika.