Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 15)

29 April 2018   16:52 Diperbarui: 29 April 2018   17:00 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 15 -- BAO MENGHUKUM MATI PANG YU DENGAN ALAT PENGGAL BERKEPALA NAGA DAN BERTEMU DENGAN IBU SURI DI KUIL TIANQI

Zhang dan Zhao membawa Pang Yu ke kediaman Bao dan segera membawa masuk Pang ke ruang sidang. Melihat leher Pang terikat belenggu, Bao langsung memerintahkan, "Kalian benar-benar kurang ajar, kenapa Tuan Bangsawan diikat? Cepat lepaskan!" Para petugas pun segera melepaskan belenggu Pang.

Saat itu tanpa disadari Pang akan berlutut, tetapi Bao berkata, "Tidak perlu seperti ini. Walaupun urusan pemerintahan lebih utama daripada urusan pribadi, tetapi aku dan Guru Besar memiliki hubungan guru dan murid. Oleh sebab itu, aku dan kamu sebenarnya adalah saudara dan sesama peserta ujian negara yang memiliki hubungan persahabatan yang dekat. Tetapi karena kasus ini, aku harus menanyaimu di hadapan pengadilan. Kamu harus menjawabnya dengan jujur sehingga kita dapat mengurusinya nanti. Walau bagaimana pun kamu tidak boleh menyembunyikan sesuatu hanya karena takut dihukum."

Setelah berkata demikian, Bao menyuruh membawa masuk sepuluh orang tua dari Chenzhou, Tian Zhong, Tian Qiyuan, dan para wanita yang diculik Pang untuk ditanyai. Bao menanyai mereka satu per satu. Mendengar perkataan Bao tadi, Pang merasa gembira karena mengira Bao akan melindungi dan menyelamatkannya. "Tidak ada yang perlu disembunyikan, aku harus mengakui semuanya karena aku dapat meminta Bao Hitam dengan memandang ayahku untuk mengubah kasus ini, maka tidak akan ada masalah," pikir Pang.

Ia pun berkata, "Tuan Utusan Kaisar tidak perlu menanyakan secara rinci. Saya telah melakukan semua hal ini karena kebodohanku; sekarang sudah terlambat untuk menyesalinya. Mohon Tuan dapat mengampuniku dengan segores pena; saya akan sangat berterima kasih." Bao berkata, "Kamu mengaku telah melakukan hal-hal ini, tetapi masih ada satu hal yang ingin kutanyakan: siapakah yang mengutus Xiang Fu?"

Mendengar hal ini, Pang terkejut dan terdiam sejenak lalu menjawab, "Xiang Fu diutus oleh Gubernur Jiang Wan, aku tidak mengetahui apa-apa." "Bawa masuk Xiang Fu!" perintah Bao. Xiang Fu memasuki ruang siang. Tampak ia berpenampilan biasa, tidak seperti seorang tahanan. Bao pun berkata, "Xiang Fu, kamu katakanlah kepada Tuan Bangsawan."

Xiang maju ke depan dan berkata kepada Pang, "Tuan Bangsawan tidak perlu menyembunyikannya lagi. Segalanya telah kuberitahu kepada Tuan Utusan Kaisar. Tuan Bangsawan hanya perlu mengatakan yang sebenarnya, Tuan Utusan Kaisar memiliki pertimbangan sendiri."

Pang mau tidak mau mengakui bahwa ialah yang mengutus Xiang Fu dan Bao menyuruhnya menandatangani pengakuan. Pang pun tidak bisa menolaknya. Kemudian Bao menyuruh semua saksi datang dan mengenali satu sama lain: ada ayah yang bertemu kembali dengan anak perempuannya, ada kakak laki-laki yang bertemu dengan adik perempuannya, ada suami yang bertemu dengan istrinya, dan juga ada ibu mertua yang bertemu kembali dengan menantu perempuannya. Ketika bertemu kembali, mereka semua menangis dengan suara yang memilukan hati.

Lalu Bao menyuruh mereka mundur ke kedua sisi dan menunggu keputusan pengadilan. Ia juga menyuruh para petugas segera membawa Gubernur Jiang ke pengadilan. Kemudian ia berkata kepada Pang, "Kejahatan yang kamu lakukan seharusnya diadili di ibukota, tetapi aku berpikir perjalanan ke ibukota sangat jauh dan akan menyebabkan siksaan bagimu. Selain itu, di ibukota kasusmu akan ditangani oleh kementerian hukum; saat itu akan sulit menghindari hukuman berupa siksaan fisik. Jika Yang Mulia marah, maka beliau menghukummu lebih berat. Pada waktu itu bagaimana mungkin kamu dapat meloloskan diri? Jika aku memutuskan kasus ini di sini, ini akan lebih cepat terselesaikan, bagaimana menurutmu?" "Ini semua bergantung pada keputusan Tuan, saya tidak berani menolaknya."

Dengan wajah serius dan mata tajam, Bao memerintahkan, "Jatuhkan hukuman mati!" Mendengar hal ini, para petugas di kedua sisi meneriakkan kekuasaan pengadilan untuk menakut-nakuti. Tampak empat orang petugas mengangkat alat penggal berkepala naga dan membawanya ke dalam ruang sidang. Kemudian Wang Chao membuka kain penutup kuning bergambar naga yang memperlihatkan alat hukuman yang bersinar berkeliauan dan menakutkan.

Melihat hal ini, Pang ketakutan setengah mati. Baru saja ia akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba Ma Han menjatuhkannya ke atas lantai. Empat petugas datang memasukkan sebatang kayu ke dalam mulutnya untuk digigit, melepaskan pakaiannya, dan membungkus badannya dengan tikar jerami sehingga sang penjahat tidak dapat membebaskan dirinya lalu segera mengikatnya tiga ikatan dengan tali jerami. Zhang Long dan Zhao Hu mengangkatnya dan membawanya berjalan menuju alat penggal tersebut lalu meletakkan kepalanya pada mulut pisau alat penggal itu dengan menyamakan kedua sisinya. Kemudian Ma Han dan Wang Chao dengan wajah serius memastikan target pada posisi pisau dengan tangan kiri dan mengangkat pisau itu dengan tangan kanan. Mereka melihat ke arah Bao yang mengangkat lengannya dan menganggukkan kepalanya sambil berseru, "Eksekusi!"

Wang Chao memposisikan dirinya dan dengan sekuat tenaga kedua tangannya menurunkan pisau alat penggal itu. Terdengar suara kecha dan tubuh Pang seketika terpenggal menjadi dua bagian. Empat orang petugas segera membungkus mayatnya dengan kain putih lalu membawanya pergi. Kemudian Zhang dan Zhao membersihkan pisau tersebut dari noda darah dengan kain putih. Di ruang sidang Tian Qiyuan dan pelayannya serta orang-orang tua, Nyonya Tian, dan para gadis desa yang melihat penjahat Pang Yu dihukum penggal akhirnya mengetahui bahwa Bao adalah seorang pejabat yang setia kepada kerajaan dan mengabdikan dirinya untuk meringankan penderitaan rakyat. Menyaksikan pemandangan mengerikan itu, ada yang melafalkan nama Buddha, ada yang merasa penuh harapan, dan ada juga yang penakut tidak berani melihatnya.

Kemudian Bao memerintahkan, "Tukar alat hukuman dan tangkap Xiang Fu!" Para petugas di kedua sisi langsung menangkap Xiang Fu. Saat itu ketika melihat Pang dihukum penggal, jantung Xiang berdebar kencang; sekarang mendengar ia ditangkap, sekujur tubuhnya lemas. Ia berseru, "Apakah kesalahan hamba?" Bao memukul meja satu kali lalu berkata, "Kamu budak tidak tahu diri! Aku adalah utusan kerajaan yang menerima perintah kaisar, beraninya kamu berupaya membunuh seorang utusan kaisar. Membunuh utusan kaisar sama dengan mengkhianati kerajaan. Apakah kamu masih merasa tidak bersalah? Masih beranikah kamu membela diri?"

Xiang tidak dapat berkata apa pun. Para petugas di kedua sisi maju dan, seperti sebelumnya, melepaskan pakaiannya, memberikan kayu untuk digigit, dan membungkus badannya dengan tikar jerami. Saat itu alat penggal berkepala anjing telah dibawa masuk. Setelah pengkhianat Xiang dihukum mati, alat penggal tersebut dibersihkan dari noda darah dan segala sesuatunya dirapikan kembali.

Kemudian petugas prefektur datang dan sambil berlutut berkata, "Setelah menerima perintah, hamba pergi memanggil pejabat kepala daerah (prefek)*, tetapi siapa sangka Jiang Wan telah melakukan gantung diri untuk menghindari hukuman." Bao pun berkata, "Orang ini telah mati dengan mudah." Lalu ia mengirimkan petugas lain untuk memastikan hal ini.

Bao juga memerintahkan membawa Tian Qiyuan ke pengadilan dan memberinya nasihat agar tidak membiarkan anak dan istrinya pergi bersembahyang ke kuil sendirian sehingga menyebabkan masalah ini, harus mengurus keluarga dengan baik, dan menyuruhnya menjemput istrinya di Kuil Guanyin. Bao juga menasehati Tian Qiyuan agar menjaga dengan baik pelayan tuanya Tian Zhong yang telah mewakili tuannya mengadukan ketidakadilan yang dialami sang majikan. Ia dinasehati agar belajar dengan giat mulai dari sekarang sehingga bisa meraih masa depan yang cerah. Ia juga berpesan agar barang-barang berharga yang terdapat di dalam tandu harus dijaga dengan baik dan tidak boleh digunakan karena akan diperiksa.

Setelah itu Bao menasihati para tetua dari Chenzhou, "Masing-masing dari kalian bawalah pulang istri kalian. Jalanilah sebaik-baiknya hari-hari kalian dengan penuh kepuasan. Aku akan memeriksa daftar nama keluarga di Chenzhou untuk membagikan bantuan secara adil dan meringankan penderitaan rakyat. Ini adalah kebaikan besar Yang Mulia yang tidak membalikkan badannya terhadap kalian semua." Semua orang pun bersujud dan dengan gembira membubarkan diri.

Bao segera menyuruh Gongsun memeriksa dokumen kasus ini lalu melaporkan pengakuan para tersangka ke ibukota. Ia juga menyelipkan sebuah surat yang meminta penempatan pejabat prefek yang baru untuk mengisi kekosongan jabatan di sana. Hari itu juga laporan dan surat tersebut dikirim ke ibukota. Lalu ia membawa para petugas untuk membagikan bantuan kepada para penduduk Chenzhou. Sesungguhnya semua orang mengaguminya dan bersorak gembira sampai mengerumuni jalan.

Suatu hari titah dari kaisar datang dan Bao menerimanya dengan penuh hormat. Sambil berlutut, ia membuka titah itu dan membaca isinya yang sangat memuji keberhasilan tugasnya: "Kamu telah menjalankan tugas dengan baik, sangat adil, dan tanpa mementingkan kepentingan pribadi. Mengenai kekosongan pejabat prefek, kami akan segera memilih seseorang untuk mengisinya."

Bao berpikir, "Walaupun Yang Mulia sangat berbaik hati terhadapku, tetapi masih ada si tua jahat Pang Ji di ibukota. Mengetahui aku telah menghukum penggal putra kesayangannya, ia pasti tidak akan melepaskanku dengan mudah. Ia dapat menghasutku dan menyebarkan kabar yang tidak benar setelah aku tiba di ibukota. Pasti demikian rencananya. Oh tua bangka! Aku Bao Zheng yang selalu menegakkan keadilan, tidak mementingkan kepentingan pribadi, dan sepenuh hati mengabdikan diri kepada kerajaan tidak akan takut terhadap rencana jahatmu. Saat ini selagi belum kehilangan jabatan, setelah selesai membagikan bantuan, aku akan berkeliling ke setiap tempat mengadakan penyelidikan dan melakukan beberapa hal yang mengguncang dunia. Selain agar tidak dipersalahkan istana dan dapat meringankan penderitaan rakyat, ini juga untuk menunjukkan cita-cita terdalam dari dalam hatiku." Siapa sangka walaupun Bao hanya memikirkan hal ini, sesuatu yang mengguncangkan dunia benar-benar terjadi.

Setelah Bao menegakkan keadilan dan membagikan bantuan di Chenzhou, ia bermaksud berkeliling ke setiap tempat mengadakan penyelidikan. Ia tidak mengikuti rute perjalanan di mana ia datang sebelumnya, melainkan mengambil rute perjalanan lain.  Suatu hari ia tiba di suatu tempat di sebelah timur Jembatan Caozhou. Saat itu iringan tandunya berjalan dengan pelan-pelan. Tiba-tiba terdengar suara berderik. Segera tandu diturunkan dan Bao Xing turun dari kudanya untuk memeriksa hal ini. Ternyata kedua gandar tandu tersebut retak, tetapi untung saja tandu itu sudah diturunkan di atas tanah; jika tidak, hampir dapat dipastikan kedua gandar itu akan patah. Bao Xing melaporkan hal ini kepada Bao yang kemudian memerintahkan agar menyiapkan kuda.

Setelah naik ke atas kuda, ketika Bao menarik tali kekang kudanya, kuda tersebut meringkik, berjalan ke samping, dan menolak untuk maju. Li Cai di samping tidak dapat mengendalikan kuda tersebut agar mau berjalan. Akhirnya semuanya berhenti di tempat itu. Bao berpikir, "Kuda ini sudah bertahun-tahun mengikutiku. Terdapat tiga hal yang menyebabkannya tidak mau berjalan: ia bertemu dengan orang jahat, melihat hantu gentayangan, atau ada pembunuh yang mengincar nyawaku. Mungkinkah di tempat ini telah terjadi suatu kasus?" Setelah mengikat kudanya, ia menyuruh Bao Xing memanggil kepala desa di sana.

Tak lama kemudian kepala desa datang ke hadapan Bao dan berlutut memberi hormat kepadanya. Bao melihatnya dengan seksama. Orang ini berusia sekitar tiga puluh tahun dan memegang sebatang tongkat bambu di tangannya. Ia berkata, "Hamba, kepala desa Fan Zonghua, memberi hormat kepada Tuan Utusan Kaisar." "Apakah nama tempat ini?" tanya Bao. "Ini bukan sungai**, namanya Jembatan Caozhou (subprefektur rumput). Walaupun terdapat tempat penyeberangan di sini, tetapi tidak ada jembatan dan juga tidak ada rumput (cao) di sini. Entah bagaimana mulanya tempat ini mendapatkan nama demikian. Hamba juga bingung."

"Jawablah dengan singkat! Jawablah dengan singkat!" tegur para petugas di kedua sisi.

"Apakah ada kediaman pejabat di sini?" tanya Bao lagi. "Walaupun dari tempat ini dapat menuju jalan utama, tetapi tempat ini bukan kota pusat perdagangan, melainkan hanya sebuah tempat yang sepi dan terpencil. Bagaimana mungkin ada kediaman pejabat di sini? Selain itu daerah ini juga bukan kota pelabuhan...." "Tidak ada kediaman pejabat, kamu hanya perlu mengatakan tidak ada kediaman pejabat saja, tidak perlu banyak berbicara," sela Bao Xing dengan kesal.

Dari atas kuda Bao menunjuk suatu arah menggunakan cemetinya sambil bertanya, "Di depan ada bangunan tinggi, tempat apakah itu?" Fan menjawab, "Itu adalah Kuil Tianqi (Setingkat dengan Langit). Walaupun namanya Kuil Tianqi, tetapi di dalamnya terdapat aula Bodhisattva, aula Guanyu, dan aula Dewi Ibu (Xi Wangmu). Di sampingnya juga ada altar dewa bumi. Hanya ada seorang pendeta Taois tua yang menjaganya. Ini karena tidak banyak yang membakar dupa di sana sehingga tidak bisa mendukung banyak orang yang menjaganya."

Bao Xing kembali menegurnya, "Kamu terlalu banyak berceloteh! Siapa yang menanyakan hal tersebut?" Bao pun memerintahkan, "Kita menuju Kuil Tianqi." Para petugas mengiyakan dan Bao dengan menunggangi kudanya segera menuju kuil tersebut.

Bao Xing menggoyangkan tali kekang kudanya dan tiba terlebih dahulu di Kuil Tianqi untuk memberi jalan dan menghalau orang-orang yang tidak berkepentingan. Ia memberitahu pendeta Taois tua di sana, "Tuan Utusan Kaisar akan melewati kuil ini. Anda tidak perlu menyediakan teh. Kalian setelah membakar dupa harap segera mengundurkan diri. Tuan kami lebih menyukai ketenangan." Pendeta Taois itu pun mengiyakan. Ketika Bao tiba, Bao Xing segera menerima kudanya. Bao masuk ke dalam kuil lalu memerintahkan Li Cai mempersiapkan tempat duduk di beranda aula sebelah barat.

Ia sendiri bersama Bao Xing masuk ke aula utama. Sang pendeta Taois mempersiapkan dupa dan lilin serta membantu Bao membakarnya. Bao Xing kemudian memberi tanda melalui tatapan matanya dan pendeta tersebut pun mengundurkan diri. Bao keluar dari aula utama dan menuju beranda sebelah barat lalu duduk di tempat duduk yang telah disediakan. Ia menyuruh semua orang untuk beristirahat di luar kuil. Hanya bersama Bao Xing di sisinya, ia diam-diam memanggil kepala desa tersebut.

Bao Xing kemudian memanggil Fan Zonghua yang lalu memberi hormat kepada Bao Xing. Bao Xing berkata, "Aku melihat kamu sesungguhnya sangat pandai, tetapi kamu terlalu banyak bicara. Nanti ketika Tuan menanyakan sesuatu, jawablah secara singkat. Untuk apa kamu berbicara melantur dan menambahkan rincian yang tidak perlu?" Sambil tersenyum Fan berkata, "Hamba takut jika tidak menjawab secara rinci maka Tuan akan menyalahkanku. Oleh sebab itu hamba menjawab secara panjang lebar. Siapa sangka perkataan hamba terlalu banyak. Mohon Tuan Kedua memaafkan hamba."

"Siapa yang menyalahkan kamu? Aku hanya mengingatkan kamu, takutnya perkataan kamu terlalu banyak sehingga justru menyebabkan Tuan marah. Sekarang Tuan memanggil kamu lagi, kamu pergilah menemui Tuan. Apa yang ditanyakan jawablah sesuai pertanyaannya, tidak perlu berceloteh panjang lebar," kata Bao Xing. Fan pun berulang-ulang mengiyakan lalu mengikuti Bao Xing menuju beranda sebelah barat dan bersujud memberi hormat kepada Bao.

Bao bertanya kepada Fan, "Di daerah ini pada keempat arah mata angin apakah ada penduduk yang mendiaminya?" Fan menjawab, "Sebelah selatan adalah menuju jalan utama, sebelah timur terdapat hutan elm, sebelah barat terdapat bukit pasir kuning, dan sebelah utara terdapat tempat pembakaran yang sudah tidak digunakan. Semuanya terdapat tidak lebih dari dua puluh keluarga di sini."

Bao menyuruh kepala desa Fan memasang sebuah papan tanda yang tinggi, di atasnya bertuliskan "Pengumuman", dan menyuruhnya memberitahukan kepada setiap keluarga di sana: jika mengalami ketidakadilan, mereka dapat datang mengadukannya ke Kuil Tianqi. Fan mengiyakan dan segera memasang papan pengumuman tersebut. Lalu ia bergegas menuju hutan elm dan menemui keluarga Zhang. Ia bertanya kepada mereka, "Kakak Zhang, apakah kamu ingin mengajukan tuntutan?" Ia juga menemui keluarga Li dan bertanya, "Kakek Kedua Li, apakah kamu mengalami ketidakadilan?"

Semua orang yang ditanyai demikian pun memarahinya, "Kamu adalah kepala desa, tetapi berharap kami mengajukan tuntutan. Kamu benar-benar ingin memeras kami!" Yang lain mengatakan, "Kami ingin melewati hari-hari dengan tenang, tetapi kamu datang menyuruh kami mengajukan tuntutan. Tidak perlu mengatakannya lagi, kami akan mengajukan tuntutan terhadap kamu." Yang lainnya lagi mengatakan, "Ada apa? Sebaiknya kamu segera pergi dari sini! Benar-benar sialan! Bagaimana mungkin orang seperti kamu bisa menjadi kepala desa? Menyingkirlah dari sini!"

Mau tidak mau Fan pun pergi ke bukit pasir kuning. Di sana ia juga bertanya kepada orang-orang dengan cara yang sama dan mendapatkan umpatan dari mereka, tetapi ia tidak takut dengan hujatan tersebut. Dengan susah payah ia pun sampai di wilayah di mana terdapat tempat pembakaran yang tidak digunakan lagi. Ia juga berkata, "Hari ini Tuan Bao sedang bermalam di Kuil Tianqi dan mengumumkan bahwa jika kalian mengalami ketidakadilan, cukup datang ke kuil untuk mengadukannya." Belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba ada seseorang berkata, "Aku mengalami ketidakadilan, bawa aku ke sana."

Melihat orang itu, Fan pun berkata, "Aiyo! Ibu memiliki masalah apakah? Apakah Ibu mau mengajukan tuntutan juga?" Walaupun Fan mengenal ibu tua tersebut, tetapi ia tidak mengetahui latar belakangnya. Ia hanya mengetahui ibu ini adalah sanak keluarga dari kasim Qin Feng dan tidak mengetahui hal lainnya.

Mengapa demikian? Ketika Yu Zhong mengorbankan diri demi menyelamatkan selir Li, Qin Feng menyamarkan selir Li sebagai Yu Zhong dan menyuruh orang yang dipercayanya untuk membawa keluar selir Li dari istana ke rumahnya dengan berpesan agar merawatnya seperti ibunya sendiri. Ternyata selir Li setiap hari selalu memikirkan putra mahkota yang ia lahirkan dan menangis selama dua hari hingga kehilangan penglihatannya. Pada waktu itu ayah Fan Zonghua yang bernama Fan Sheng, yang juga dipanggil Sheng Fan (makanan sisa), melakukan pekerjaan kasar di rumah Qin. Fan Sheng memiliki perilaku yang baik dan jujur sehingga Li menyukainya dan sering memberinya hadiah. Oleh sebab itu Fan Sheng menerima banyak kebaikan dari Li.

Setelah itu Qin Feng meninggal akibat kebakaran Istana Dingin dan tak lama kemudian ibunya juga meninggal dunia sehingga semua keluarga Qin tidak mengetahui siapakah Li sebenarnya. Ada ungkapan berbunyi "Jika orang masih hidup, maka masih ada hubungan baik; jika sudah mati, hubungan baik tidak diwariskan." Li tidak dapat tinggal lagi di rumah Qin; ia meninggalkan rumah itu, tetapi tidak tahu mau ke mana. Fan Sheng menginginkan agar ia tinggal di rumahnya, tetapi Li menolaknya. Untungnya terdapat sebuah tempat pembakaran yang sudah tidak digunakan lagi. Fan memperbaiki dan merapikan tempat itu lalu menjadikannya tempat tinggal bagi Li. Beruntung bagi Li, Fan selalu merawat dan melayani kebutuhannya. Setiap hari jika langit mendung dan akan turun hujan, ia selalu membawakan makanan bagi Li. Takut orang lain menyakiti Li, Fan menyuruh anaknya Fan Zonghua membangun sebuah gubuk di luar tempat pembakaran tersebut untuk tinggal di sana sehingga bisa menjaga Li. Ini semua dilakukan Fan untuk membalas kebaikan yang diterimanya dari Li. Siapa yang mengetahui bahwa Li sesungguhnya adalah seorang ibu suri kerajaan yang tertimpa kemalangan.

Ketika Fan menjelang ajalnya, ia berpesan kepada anaknya, "Kamu harus melayani ibu tua yang tinggal di tempat pembakaran itu dengan baik.     Waktu itu kasim Qin menyuruh orang membawa ibu itu ke rumahnya. Ibu itu pasti seseorang yang memiliki kualitas. Kamu tidak boleh mengabaikannya." Juga karena ia seorang yang dermawan, sehingga ia memiliki seorang anak yang berbakti. Setelah ayahnya meninggal, Fan Zonghua benar-benar melaksanakan pesan sang ayah dan tidak pernah lelah melayani Li. Biasanya ia memanggil Li sebagai "nyonya", tetapi kadangkala ia memanggilnya sebagai "ibu".

Ketika mendengar Li ingin mengajukan tuntutan, Fan bertanya, "Ibu memiliki masalah apakah? Apakah Ibu ingin mengajukan tuntutan juga?" "Anakku tidak berbakti, aku ingin menuntutnya," jawab Li. "Ibu pasti sudah pikun. Selama bertahun-tahun aku tidak pernah mendengar Ibu mengatakan memiliki anak. Hari ini tiba-tiba Ibu mengatakan telah membesarkan seorang anak." "Anakku ini tidak dapat diadili oleh pejabat yang tidak baik. Aku sering mendengar orang-orang mengatakan bahwa Tuan Bao ini dapat mengadili orang hidup dan orang mati, juga seorang pejabat yang lurus. Sayangnya ia tidak pernah melewati daerah ini sehingga aku harus menunggu bertahun-tahun. Sekarang ia sudah datang. Jika aku tidak mengambil kesempatan ini untuk mengadukan kasus ini, sampai kapan lagi aku harus menunggu?"

"Jika demikian, aku akan membawa Ibu pergi ke sana. Sesampainya di sana aku akan memberi tanda dengan menarik tongkat bambu agar Ibu bersujud. Baik atau buruk hasilnya bukan tanggung jawabku," kata Fan. Setelah itu ia menuntun tongkat bambu Li dan membawanya menuju depan kuil. Pertama-tama ia melaporkan hal ini ke dalam kemudian menyuruh Li masuk ke kuil tersebut.

Sesampainya di bawah tempat duduk pejabat, Fan menarik tongkat bambu Li, tetapi Li tidak menghiraukannya. Kemudian ia menarik tongkat bambu itu beberapa kali, namun justru Li membuang tongkat tersebut. Fan tampak sangat khawatir. Li berkata, "Mohon Tuan memerintahkan para petugas meninggalkan tempat ini, aku ingin mengatakan sesuatu." Bao pun menyuruh mereka pergi. "Para petugas telah pergi. Ketidakadilan apakah yang Ibu alami? Ceritakanlah," tanya Bao.

Li dengan meratap berseru, "Aiyo! Pejabat Bao, ibu surimu ini telah mengalami banyak penderitaan!" Mendengar hal ini, Bao sangat terkejut. Bao Xing yang berada di sampingnya pun bergemetar ketakutan. Seketika wajah hitam Bao juga berubah pucat. "Demi ibuku! Ia menyebut dirinya ibu suri! Bagaimanakah masalah ini akan berakhir?" pikir Bao Xing.

(Bersambung)

Catatan Kaki:

* Meskipun Jiang Wan dipanggil dengan sebutan Gubernur (taishou) Jiang, tetapi jabatannya hanyalah seorang kepala daerah prefektur (prefek) [zhifu] karena jabatan gubernur dihapuskan pada masa Dinasti Song (http://www.chinaknowledge.de/History/Terms/taishou.html)

 ** Fan menyangka Bao menanyakan tentang "sungai" (he) yang dalam bahasa Mandarin berbunyi sama dengan kata "apakah" (he).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun