Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 5)

1 Februari 2018   21:47 Diperbarui: 11 September 2018   13:04 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Petugas itu tidak punya pilihan lain selain melapor kembali kepada Bao. Bao kemudian menuliskan kata-kata pada selembar kertas lalu menyuruh petugas membakarnya di depan pintu. Zhang dipersilakan masuk kembali. Ia menaruh pot hitam di lantai lalu bersujud satu kali. Bao bertanya, "Kali ini bisakah ia menjawab?" "Bisa, Tuan." "Petugas, dengarkan kesaksiannya," perintah Bao. Petugas mengiyakan dan memasang telinga untuk mendengarkan. Kemudian ia memanggil, "Pot hitam." Namun tidak ada jawaban juga. Kali ini Bao naik pitam, "Kamu anjing keparat! Mulanya melihat kamu sudah tua, maka aku tidak menghukum kamu. Sekarang kamu masih berani melakukan hal ini, bukankah ingin mempermainkan aku?" Lalu ia memerintahkan memberi hukuman sepuluh kali pukulan. Tanpa banyak bicara, petugas menjalankan perintah tersebut. Sambil menggertakkan gigi, orang tua itu menahan hukuman pukulan. Kemudian dengan tertatih-tatih ia keluar sambil mendekap pot hitam dan memegang tongkat bambunya.

Berjalan melalui bayangan tembok, ia melempar pot hitam itu lalu berteriak, "Aiya, kakiku bengkak!" kemudian bertanya kepada pot hitam, "Aneh! Kamu kenapa tidak masuk lagi?" "Karena aku sama sekali telanjang, tidak baik bertemu dengan Dewa Bintang dalam keadaan telanjang demikian. Mau tidak mau, mohon sekali lagi Paman mewakiliku untuk menjelaskannya." Zhang berkata, "Aku sudah mewakili kamu menderita sepuluh pukulan. Sekarang jika mau pergi lagi, kedua kakiku ini pasti tidak bisa digunakan lagi." Pot hitam memohon dengan penuh iba. Zhang adalah orang yang lembut hatinya sehingga mau tidak mau kembali membawa pot hitam itu.

Namun ia tidak berani meneriakkan ketidakadilan, melainkan diam-diam menyelinap masuk dari pintu samping. Tampak seorang tukang masak datang dan melihat ia masuk lalu berteriak, "Ketua Hu, Ketua Hu, orang tua itu datang lagi." Ketua Hu sedang berbincang-bincang di penjara mengenai peristiwa tadi sambil tertawa terbahak-bahak. Ketika mendengar orang tua itu datang lagi, ia segera berlari keluar menarik si orang tua. Tetapi Zhang memiliki rencana, ia duduk di atas lantai dan berteriak bahwa ia diperlakukan semena-mena.

Bao mendengarnya lalu menyuruh ia dibawa masuk dan bertanya, "Orang tua, kamu ini kenapa datang lagi? Apakah kamu tidak takut dihukum pukul?" Ia menjawab, "Baru saja hamba keluar dan bertanya kepada pot hitam. Ia menjawab bahwa ia sama sekali telanjang dan tidak berani muncul di hadapan Dewa Bintang. Mohon Tuan memberikan pakaian untuk menutupi tubuhnya. Baru kemudian ia akan datang." Mendengar hal itu, Bao menyuruh Bao Xing membawakan pakaian dan Bao Xing segera membawakan sebuah mantel linen kemudian memberikannya kepada Zhang. Zhang lalu membawa pakaian itu keluar untuk dipakaikan. Petugas yang berjaga berkata, "Awasi dia! Jangan sampai ia mencuri pakaian itu!"

Tampak ia membungkus pot hitam dengan pakaian itu lalu membawanya dan dengan hati tidak tenang berkata, "Pot hitam, ikut aku masuk." Terdengar suara menjawab, "Ya, Paman, saya di sini." Mendengar hal ini, tenanglah hati si orang tua dan ia menyuruhnya masuk. Di dalam ruang pengadilan, ia menaruh pot hitam di tengah lalu ia menuju ke samping dan bersujud. Bao memerintahkan para petugas mendengarkan dengan seksama dan para petugas mengiyakan. Di antara para petugas itu ada yang mengatakan orang tua itu gila, ada yang mengatakan tuan mereka terlalu baik, dan ada yang menertawai. Termasuk Bao Xing yang berada di samping tidak dapat menahan tawa: "Tuan kami ikutan menjadi gila juga."

Bao memanggil, "Pot hitam!" Tak disangka dari dalam pakaian itu terdengar suara: "Ya, Dewa Bintang." Semua orang terkejut. Mendengar pot hitam dapat menjawab, Zhang tiba-tiba berdiri dan sangat gelisah ingin naik ke atas meja pengadilan. Petugas di kedua sisi menegurnya dan ia segera kembali berlutut. Bao menanyai Zhang dan ia menjawab seakan-akan menghafal pelajaran: ia bermarga apa dan bernama apa, tinggal di mana, keluarganya ada siapa saja, menjalankan usaha apa, bagaimana dibunuh, siapa yang mencelakainya, ia mengucapkannya dengan lancar tiada hentinya. Para petugas yang mendengarnya semua menghela napas panjang. Bao menyuruh Bao Xing memberikan sepuluh uang perak kepada Zhang lalu menyuruhnya pulang. Zhang mengucapkan banyak terima kasih kepada Bao lalu berjalan pulang.

Bao segera menyuruh seorang petugas membawa surat untuk memberitahukan keluarga Liu di Suzhou agar datang. Ia juga memerintahkan menangkap suami istri Zhao, namun keduanya walaupun ditanyai dengan keras tetap tidak mengaku. Bao bergumam sangat lama kemudian memerintahkan, "Bawa Zhao Da keluar, jangan pertemukan dengan istrinya Diao." Lalu ia memerintahkan Diao dibawa masuk ke ruang pengadilan dan berkata kepadanya, "Suamimu telah mengakui menjebak Liu Shichang dan semuanya adalah rencana kamu." Diao pun marah terhadap suaminya dan mengatakan Zhao menggunakan tali mencekik Liu. Ia juga mengatakan uang milik Liu belum dihabiskan dan masih ada di rumah mereka. Kemudian ia disuruh menandatangani pengakuan dan petugas diperintahkan untuk mengambil uang tersebut ke rumah Liu.

Zhao dibawa masuk kembali dan ditanyai tentang pengakuan istrinya, tetapi ia berhati keras dan tidak mengaku dengan mengatakan bahwa uang itu adalah hasil simpanannya. Bao marah dan memerintahkan membawa alat hukuman berupa sepasang kayu untuk menjepit kedua kakinya, tetapi ia masih tidak mengaku ketika ditanyai. Bao pun berteriak: "Lakukan!", tetapi tak disangka Zhao tidak dapat menahan tekanannya dan akhirnya tewas. Bao memerintahkan petugas mengurus jenazahnya dan membuat laporan ke prefektur yang kemudian meneruskannya ke ibukota.

Ketika keluarga Liu datang, Bao memberikan sisa uang yang belum digunakan kepada ibu dan istri Liu. Ia juga menjual harta benda Zhao dan uangnya diserahkan kepada keduanya untuk digunakan menyokong kehidupan mereka. Ibu dan istri Liu mengingat kebaikan kakek Zhang yang melaporkan ketidakadilan tersebut dan berharap dapat membawanya ke Suzhou untuk membalas budi dan merawatnya di masa tuanya serta untuk membesarkan anak Liu yang sekarang tidak punya ayah. Ketika semuanya telah dibicarakan dan disepakati, mereka pun bersama-sama berangkat menuju Suzhou.

(Bersambung)

Catatan kaki:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun