Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 3)

3 Juli 2016   13:33 Diperbarui: 15 Februari 2018   23:58 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah terdengar suara ayam berkokok, kedua tamu itu pun segera berangkat. Mereka sangat berterima kasih kepada kakek Meng dan bermaksud lain hari jika bertemu lagi akan membalas kebaikannya. Kakek Meng berkata, “Hanya hal sepele, apa yang perlu dikatakan.” Ia mengantarkan mereka sampai ke pintu kayu, lalu menunjukkan jalan, dengan berkata,“Keluar dari desa ini, melewati hutan, ada jalan besar menuju kota Sanyuan.” Bao Zheng menjawab, “Terima kasih banyak telah menunjukkan kami jalan.”

Mereka mengangkat tangan memberikan salam perpisahan, berjalan keluar dari desa, segera melewati hutan. Saat ini mereka sudah tidak memiliki barang bawaan dan kuda dan uang biaya perjalanan juga sudah hilang. Bao Zheng berjalan tidak berhati-hati sehingga kakinya sakit. Ia dengan bersusah payah berjalan selangkah demi selangkah menahan penderitaan. Keduanya bersama-sama berjalan sambil bercerita.

Bao Zheng berkata, “Dari sini ke ibukota masih ada beberapa hari perjalanan lagi, dengan berjalan seperti ini, tidak tahu berapa lama lagi sampai di ibukota. Selain itu tidak ada lagi uang untuk biaya perjalanan. Ini bagaimana bagusnya?”

Bao Xing melihat keadaan Bao Zheng yang penuh penderitaan, takut akan terjadi sesuatu yang buruk, terpaksa berbohong untuk menghiburnya, dengan berkata, “Ini tidak masalah, jika sampai di kota Sanyuan, saya memiliki seorang paman dari pihak ibu. Kita bisa meminjam darinya sedikit uang untuk biaya perjalanan, juga bisa memintanya menyediakan seekor keledai untuk ditunggangi. Ikuti langkah saya, tidak sampai sepuluh hari sampai setengah bulan akan tiba di ibukota.”

Bao Zheng berkata, “Jika demikian baguslah, hanya saja merepotkan kamu.” Bao Xing menjawab, “Ini tidak penting. Yang penting adalah kita berjalan kaki seakan-akan berjalan untuk bersenang-senang, maka dijamin akan menghasilkan kesenangan, juga tidak akan merasakan penderitaan lagi.” Ini walaupun Bao Xing hanya berusaha menenangkan Bao Zheng, tetapi sesungguhnya ini sebuah ungkapan yang bijaksana juga. Mereka berdua berbicara tak terasa sudah hampir sampai di kota Sanyuan.

Hari sudah mendekati tengah hari. Bao Xing pun berpikir, “Sesungguhnya saya di manakah memiliki paman dari pihak ibu? Sampai di kota nanti, bersama dengan tuan makan terlebih dahulu untuk mengalihkan sementara agar tidak membuat tuan mengingat kesusahannya.” Akhirnya mereka tiba di sebuah kota kecil, yang banyak rumah penduduk dan juga toko-toko yang ramai. Bao Xing tidak mencari penginapan besar yang menyediakan makanan ringan, tetapi mencari rumah makan kecil yang menyediakan makanan sehari-hari, dengan berkata, “Tuan, kita berdua makan dulu di sini.”

Bao Zheng tidak membeda-bedakan status orang apakah tinggi atau rendah dan memakan apa pun yang ada. Mereka berdua masuk ke dalam rumah makan itu, yang walaupun rumah makan kecil, tetapi ternyata sebuah bangunan yang bertingkat. Bao Xing menuntun Bao Zheng naik ke lantai atas. Setelah memilih sebuah tempat duduk yang bersih, Bao Zheng duduk di sana dan Bao Xing mengambil tempat duduk yang lebih rendah. Pelayan meletakkan cangkir dan sumpit, juga dua jenis hidangan pembuka, dan menanyakan pesanan mereka.

Setelah mereka berdua selesai makan, Bao Xing berdiri dan dengan pelan berkata kepada Bao Zheng, “Tuan tunggu sebentar di sini, saya akan mencari paman saya kemudian datang lagi.” Bao Zheng mengangguk.

Bao Xing turun dan keluar dari rumah makan itu, melihat kota itu sangat ramai, mengangkat kepalanya memastikan papan nama rumah makan itu, yang bertuliskan Penginapan Wang Chun, kemudian melangkah. Ia bermaksud pergi mencari tempat penggadaian, pergi ke tempat yang gelap untuk melepaskan jubahnya yang terbuat dari kulit ular dan berlapis sutra berwarna biru. Ia segera berjalan mencari tempat penggadaian untuk mendapatkan sejumlah uang tembaga untuk menyewa seekor keledai, dengan mengatakan itu dipinjamkan pamannya, dan menunggu dua hari lagi baru mencari alasan lain. Namun tak disangka sepanjang jalan empat sampai lima li tidak ada tempat penggadaian. Ketika bertanya kepada orang, dulu ada sebuah tempat penggadaian, tetapi sekarang toko itu sudah tutup. Bao Xing mendengar hal ini, seketika sekujur tubuh berkeringat. Bao Xing pun berkata, “Tidak boleh menangis! Ini bagaimana bagusnya?”

Ketika sedang mengalami kesulitan, ia melihat kerumunan orang mengelilingi dan menonton sesuatu. Bao Xing berusaha masuk ke dalam keramaian itu dan melihat di bawah terbentang selembar kertas, yang di atasnya ada tulisan tangan yang terlihat jelas goresannya. Tiba-tiba dari samping ada orang dengan logat daerah berseru, “Mengumumkan....” dan berkata, “Bai Lao Si adalah temanku, mengapa memberitahukan dia?”

Bao Xing mendengar hal itu, tidak dapat menahan tawa, berkata, “Bukan begitu, biarkan aku membacakannya, di atas tertulis ‘Mengumumkan kepada orang-orang baik di keempat penjuru arah, sekarang terdapat nona dari kediaman Tuan Besar Li di desa Yinyi dirasuki oleh siluman. Jika dapat menyembuhkannya dan menangkap siluman itu, akan dihadiahkan tiga ratus uang perak. Kami tidak akan mengingkari janji. Demikianlah pengumuman ini’.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun