Beberapa hari yang lalu saya mengikuti peringatan hari Asadha di kompleks Candi Muara Jambi. Bagi kebanyakan umat non-Buddhis, mungkin tidak pernah mendengar hari Asadha karena hari raya yang populer adalah hari Waisak. Hari Asadha atau Asalha merupakan salah satu hari suci agama Buddha selain hari Waisak. Seperti juga hari Waisak, hari Asadha diambil dari nama bulan di mana kejadian penting dalam sejarah agama Buddha terjadi. Asadha adalah nama bulan ketujuh dalam penanggalan Buddhis dan hari Asadha jatuh pada saat purnama bulan Asadha. Seperti halnya hari Waisak yang jatuh pada bulan Mei, biasanya hari Asadha jatuh pada bulan Juli. Pada tahun ini hari Asadha jatuh pada tanggal 15 Juli besok.
Peristiwa yang diperingati pada hari Asadha adalah pengajaran pertama Sang Buddha kepada lima pertapa yang kemudian menjadi lima bhikkhu siswa pertama. Pengajaran atau kotbah pertama Sang Buddha tersebut membahas tentang Jalan Tengah atau Jalan Mulia Berunsur Delapan dan Empat Kebenaran Mulia yang menjadi inti ajaran Buddha. Pada akhir kotbah ini, salah satu dari kelima pertapa tersebut yang tertua bernama Kondañña mencapai tingkat kesucian batin yang pertama (Sotapanna atau Pemasuk Arus) dan ditahbiskan sebagai bhikkhu pertama. Demikian juga keempat pertapa lainnya. Kejadian ini juga menandakan lengkapnya tiga pilar agama Buddha yang disebut Tiga Permata (Triratna atau Tiratana), yaitu Buddha sebagai penemu dan guru ajaran kebenaran yang telah ada sebelumnya, Dhamma sebagai ajaran kebenaran yang dapat membawa pada tujuan akhir, dan Sangha sebagai komunitas para siswa yang mempraktekkan dan melestarikan ajaran kebenaran tersebut. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya memberikan isi kotbah pertama Sang Buddha beserta penjelasannya. Kotbah ini dapat ditemukan dalam Mahavagga, bagian dari Vinaya Pitaka, dan Samyutta Nikaya, bagian dari Sutta Pitaka.
Dhammacakkappavattana Sutta
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Taman Rusa di Isipatana, dekat Benares. Saat itu Sang Bhagava berkotbah kepada kelompok lima bhikkhu sebagai berikut: "Terdapat dua ekstrem, O para bhikkhu, yang seharusnya dihindari oleh seseorang yang telah melepaskan keduniawian:
(1) Memanjakan diri dalam kesenangan indera - ini rendah, kasar, duniawi, hina, dan merugikan; dan
(2) Melekat pada penyiksaan diri - ini menyakitakan, hina dan merugikan.
Dengan meninggalkan kedua ekstrem ini Sang Tathāgata telah memahami Jalan Tengah (Majjhima Patipadā) yang mendukung pandangan dan pengetahuan, dan yang mengarahkan pada ketenangan, kebijaksanaan yang lebih tinggi, pencerahan, dan Nibbāna.
Apakah, O para bhikkhu, Jalan Tengah yang telah Sang Tathāgata pahami yang mendukung pandangan dan pengetahuan, dan yang mengarah pada ketenangan, kebijaksanaan yang lebih tinggi, pencerahan, dan Nibbāna? Jalan Tengah itu adalah Pandangan Benar (sammā ditthi), Pikiran Benar (sammā samkappa), Ucapan Benar (sammā vācā), Perbuatan Benar (sammā kammanta), Mata Pencaharian Benar (sammā ājiva), Upaya Benar (sammā vāyāma), Perhatian Benar (sammā sati), dan Konsentrasi Benar (sammā samādhi) - inilah, O para bhikkhu, Jalan Tengah yang telah Sang Tathāgata pahami.
Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Penderitaan (dukkha ariyasacca): Kelahiran adalah penderitaan, kelapukan adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, bertemu dengan yang tidak menyenangkan adalah penderitaan, berpisah dengan yang menyenangkan adalah penderitaan, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Secara singkat, kemelekatan pada lima kelompok kehidupan (pancupadanakkhanda) adalah penderitaan.
Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Sebab Penderitaan (dukkha samudaya ariyasacca): Ini adalah keinginan yang menyebabkan kelahiran, yang disertai dengan nafsu yang melekat, menyambut (kehidupan) ini dan itu. Ini adalah keinginan atas kesenangan indera (kāmatanhā), keinginan akan kelangsungan (bhavatanhā), dan keinginan atas pemusnahan (vibhavatanhā).
Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha ariyasacca): Ini adalah pelepasan sepenuhnya dan pelenyapan atas keinginan, meninggalkannya, pelepasan, pembebasan darinya, dan tidak melekat padanya.
Sekarang, O para bhikkhu, inilah Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha gāminipatipadā ariyasacca): Ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Upaya Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar.
(I) (1) Inilah Kebenaran Mulia tentang Penderitaan. Demikianlah, O para bhikkhu, berkenaan dengan hal-hal yang tidak terdengar sebelumnya muncul dalam diri-Ku pandangan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan mendalam, dan pencerahan.
(2) Kebenaran Mulia tentang Penderitaan ini seharusnya diketahui. Demikianlah, O para bhikkhu, berkenaan dengan hal-hal yang tidak terdengar sebelumnya muncul dalam diri-Ku pandangan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan mendalam, dan pencerahan.
(3) Kebenaran Mulia tentang Penderitaan ini telah diketahui. Demikianlah, O para bhikkhu, berkenaan dengan hal-hal yang tidak terdengar sebelumnya muncul dalam diri-Ku pandangan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan mendalam, dan pencerahan.