Pendapat yang ketiga dari Malikiyyah, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Pendapat yang keempat dari Madzhab Hanafiyyah masih terdapat perbedaan pendapat, di antaranya :
1. Â Â Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak.
2. Â Â Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan.
3. Â Â Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan.
4. Â Â Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro (masa menunggu bagi seorang wanita setelah mengandung).
Â
Tinjauan Sosiologis, Religius dan Yuridis tentang Pernikahan Wanita Hamil
1. Tinjauan Sosiologis
Pernikahan wanita hamil mencerminkan dinamika sosial kompleks dalam masyarakat, dipengaruhi oleh norma-norma sosial, budaya, dan gender. Di masyarakat konservatif, kehamilan di luar nikah seringkali dianggap sebagai pelanggaran norma moral, menyebabkan stigma dan penolakan sosial. Namun, di masyarakat inklusif, pernikahan wanita hamil dapat diterima sebagai tanggung jawab atas perbuatan. Beberapa faktor sosial yang memengaruhi kehamilan sebelum menikah termasuk pergaulan bebas, kurangnya pemahaman akan batasan pertemanan, dan pengalaman broken home yang mendorong pencarian kebahagiaan di luar rumah tangga.Â
2. Tinjauan Religious