Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 26, Pengalaman Jajah Nagari (4)

9 Agustus 2021   09:46 Diperbarui: 9 Agustus 2021   10:09 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih  Pelangi  Kasih (  Lukisan  Bp.Y.P  Sukiyanto )

Ubi jalar itu kami santap dengan lahap, karena tenaga kami cukup terkuras untuk menumbuk padi. Di bawah pohon kecik itu kami saling menceritakan asal kami masing-masing. Ternyata mereka ada yang sudah tiga tahun tinggal di sini, ada yang satu tahun, lima bulan, tiga bulan, satu bulan, bahkan baru dua hari, yang tak lain diriku sendiri. Dari pembicaraan mereka, aku tahu teman-teman baruku ini berasal dari kalangan berada yang ingin ngangsu kawruh, belajar segala ilmu terutama ilmu kanuragan.

Tak sedikit dari mereka yang orangtuanya lurah, camat, wedana, bahkan bupati. Dalam rekreasi dan rasa santai itu kupandangi wajah temanku satu per satu. Mereka cantik, manis, dan anggun. Itu sangat menjelaskan asal-usul mereka sebagai anak orang terdidik dan dari keluarga berkecukupan.

Ketika pikiranku masih sibuk menghafal nama teman-temanku itu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sapaan Sekar Kinasih, "Asalmu dari mana, Sanggra?"

"Aku ... aku ... dari daerah Daha," jawabku gugup karena pertanyaan dari Sekar yang begitu tiba-tiba.

"Apa pekerjaan ayahmu?"

"Oh, bapakku menjadi demang di Kerajaan Daha."

Duh Gusti, ampun, pikirku. Aku terpaksa berbohong karena aku tidak ingin mereka tahu jati diriku, sebagai calon ratu Kerajaan Daha.

"Kulitmu halus, Sanggra, sepertinya akrab dengan bahan lulur pilihan," celetuk Diah Hapsari. "Wajahmu juga sangat cantik, seperti putri keraton."

"Terima kasih," jawabku sopan.

Jantungku berdegup kencang mendengar pujian mereka. Bukan, bukan karena pujian itu, melainkan karena aku takut jati diriku terbongkar. Rupanya mereka menangkap aura bahwa aku berasal dari keluarga kalangan kerajaan yang jauh berbeda dari pengakuanku.

"Aku hanya biasa menggunakan bedak dempo (bedak dingin) yang dibuat oleh nenekku, dan lulur pun aku bisa buat sendiri. Nanti kuajari kalian membuat minyak cem-ceman kalau kalian mau."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun