Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 10 Yoganidra 1

21 Juli 2021   10:26 Diperbarui: 21 Juli 2021   10:41 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat Putih  Pelangi  Kasih (Lukisan  Bp  Y.P.Sukiyanto)

 Untuk melimbang-limbang segala perkara, ada yang jahat, yang baik, yang berguna, yang paling baik, yang paling berguna untuk menata hidup dalam peziarahan hidup ini sebelum bersatu dengan Sang Khalik Sumber Kehidupan itu sendiri. Yang memberi RohNya kepada setiap insan yang diciptakannya. Panggilan jiwaku ini kurasa yang sangat penting untuk kukembangkan.

Suatu hari aku menceritakan semua yang kualami ini kepada Ibunda Ratu. Beliu tidak terkejut karena Bunda biasa berlatih hidup kerohanian. Aku melihat sendiri bagaimana bundaku setiap pukul 03.00 pagi bangun untuk membaca kitab suci dan merenungkannya. Setiap kali aku terbangun pada jam-jam itu untuk ke kamar kecil, aku melihat Ibunda Ratu duduk tepekur dalam keheningan meditasi. Aku tidak berani mengganggu.

 Aku hanya menirukan apa yang dilakukannya dengan duduk di belakangnya. Tak jarang kusaksikan tubuh bundaku bersinar laksana rembulan dikelilingi sinar elok warna-warni semburat pelangi.

Aku baru tahu dari Eyang Barata bahwa sinar itu bernama aura. Waktu itu umurku baru sepuluh tahun. Kata Eyang Barata, aura bisa bertambah bagus dan melindungi kita dari serangan roh jahat, tenung, dan memiliki kekebalan sempurna kalau dilatih secara terus-menerus melalui meditasi dan kontemplasi, dan terutama dilakukan di tempat-tempat alamiah yang dipenuhi kekuasaan kehidupan positif oleh Sang Hyang Widhi.

Misalnya di tepi laut, di sebuah batu, dekat air terjun, di pegunungan, atau di perbukitan, atau di tempat-tempat yang hening, jauh dari keramaian dan kebisingan kota.

Aku bertanya kepada Ibunda Ratu mengapa beliau tidak terkejut ketika aku mengatakan bahwa aku senang bersemadi dan ingin menjadi pertapa?

Bundaku menjawab, "Ngger anakku Sanggramawijaya Tunggadewi, Bunda tidak terkejut karena sewaktu mengandung kamu, kecenderungan Bunda untuk bermeditasi dan laku tapa sangatlah kuat. Bunda tidak doyan makan, aneh memang, Bunda malah senang makan ampo[1], oleh karena itu semua tumus dan terjadi pada dirimu.

 

"Dulu kalau kamu sakit, obatmu hanya ampo, terus mandi air sumur besar di belakang istana. Lalu badanmu kembali sehat jika semua itu Bunda lakukan dan mengusap keningmu dalam doa. Sungguh Bunda bersyukur punya anak sepertimu yang punya kekuatan rohani dan badan seimbang dan tidak pernah merepotkan Bunda maupun ramamu, Kakanda Prabu."

 

Hatiku lega mendengar penuturan Bunda. Jalan seolah tersibak lebar, Bunda telah menyetujuiku dan memahami kalau aku suka menyendiri dan melatih diri serta mengolah rohani dalam keheningan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun