*Monica c c Sinaga*
Dr. Edy Surya, M.Si
Simbol mengambil bagian penting dalam kehidupan manusia sebagai sarana pengungkapan intensitas yang lebih luas dari objek yang terlihat. Erwin goodenough mendefinisikan simbol sebagai barang atau pola yang apa pun sebabnya bekerja, berpengaruh pada manusia, dan melampaui pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang diberikan.
Singkatnya referensi yang bersifat intelektual saja tidak diterima, melainkan daya kekuatan simbol yang bersifat emotif dan mempengaruhi yang merangsang orang untuk bertindak. Simbol mempunyai daya untuk membantu untuk melahirkan pemahaman kita akan sesuatu hal. Simbol adalah sebuah kata atau barang yang mewakili atau mengingatkan suatu entitas yang lebih besar.
Salah satu ungkapan simbolis yang terdapat dalam budaya Batak Toba adalah Ulos. Dari sekian banyak simbol-simbol yang dimiliki budaya batak toba ulos menjadi salah satu bagian yang paling melekat dalam budaya Batak toba. Ulos sebagai hasil peradaban masyarakat Batak Toba pada kurun waktu tertentu, mengandung makna ataupun pesan yang sangat penting yang hendak disampaikan dalam penggunaannya.
Secara harafiah ulos diartikan sebagai selimut yang memberikan kehangatan. Ulos menjadi sebuah lambang simbol yang kompleks bagi budaya Batak Toba karena keseluruhan unsur-unsur yang terdapat di dalam ulos mengungkapkan makna simbolis juga. Unsur-unsur yang terdapat di dalam suatu ulos itu mulai dari warna, ukuran, nama, jenis, ragi mewakili pencarian budaya batak toba dalam hidup, seperti hasangapon (wibawa), hamoraon (kekayaan), hagabeon (kesejahteraan).
Berbicara tentang "peradaban", kita sering mengandaikan bahwa peradaban itu adalah milik dari orang yang telah memiliki pemahaman yang maju dan modern serta aktual mengenai kemajuan dan perkembangan zaman ini. Bagi kita orang Indonesia, terkhusus orang Batak sering terpesona dengan peradaban Barat (Eropa), bahkan menjadikan hal itu sebagai tolak ukur atau titik awal yang mesti dicapai dalam kehidupan untuk dikatakan bahwa sudah beradap. Hal ini, sudah sejak dahulu menjadi permasalahan dan kesalahpahaman yang mengakibatkan bahwa peradaban memiliki tingkat-tingkat tertentu.Â
Hal ini membuat bangsa Indonesia umumnya Batak Toba menciptakan sebuah perasaan atau konsep inferioritas (kerendahan mutu atau rendah diri) yang mempengaruhi dalam melestarikan dan mengembangkan identitas atau jati dirinya yang sesungguhnya dari berbagai suku bangsa di belahan dunia.
Suku bangsa batak Toba merupakan salah satu dari sekian banyak suku di Indonesia yang telah mengamalkan peradaban suku bangsanya sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Â Ulos adalah salah satu unsur budaya peradaban dunia yang mungkin hanya dimiliki oleh 24 suku bangsa di seluruh belahan dunia ini. Salah satu dari sekian banyak suku yang mempunyai kekayaan arti dan makna lambang ulos itu adalah suku Batak Toba. Oleh karenanya, kita patut berbangga hati menjadi bagian dari Bangsa Indonesia yang memiliki peradaban suku bangsa batak itu telah turut ditentukan oleh penciptaan ulos dan pengamalan nilai-nilai ulos.
Ulos bagi budaya Batak Toba selalu dimunculkan dalam acara adat budaya untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antara si pemberi dan si penerima ulos, hubungan penghormatan dan penghargaan dari si pemberi dan si penerima ulos, hubungan kekerabatan spiritual dalam doa bagi kehidupan si penerima ulos.Â
Ketiga uraian di atas merupakan wujud makna atau manfaat ulos bagi setiap warga masyarakat adat batak. Masyarakat dunia sudah mengakui nilai-nilai budaya peradaban suku bangsa Batak, melalui ritus penyematan ulos adat tersebut dalam berbagai upacara resmi di tano Batak dan di luar tano Batak.
1. Sekilas tentang ulos orang Batak Toba
Ditinjau dari waktu dan tempat pemakaian dan penggunaan ulos sejak dahulu kala ada dua bagian besar Ulos Batak.
a) Ulos yang dipakai sehari-hari (tidak formal)
  Ulos yang dimaksud adalah ulos yang dipakai di rumah, di ladang dan di tempat-tempat lain yang tidak formal. Dan perlu digaris bawahi bahwa zaman dulu budaya Batak Toba belum mengenal istilah tekstil, semuanya pakaian terbuat dari hasil rajutan atau tenunan.
- Laki-laki memakai ulos sebagai hande-hande atau ikat kepala atau detar. Bagian bawah disebut singkot= lopes, "marlopes".
- Yang perempuan memakai ulos sebagai abit atau hain sebatas dada. Bagian bawah, punggung dipakai sebagai hoba-hoba dan bila disandang disebut sebagai selendang dan pada bagian atas atau kepala disebut sebagai saong-saong. Ulos yang dipakai sebagai kain alat gendong disebut sebagai parompa.Â
  Hingga saat ini masih sangat banyak dijumpai fenomena seperti itu di pedalaman Tanah Batak, walaupun semakin hari penggunaan ulos dalam budaya Batak Toba tersebut semakin berkurang.
b) Jenis ulos yang dipakai hanya pada waktu mengikuti upacara adat (acara formal).
Baik acara adat suka cita (perkawinan) maupun mengikuti acara duka cita (meninggal dunia). Jenis ulos yang dipakai pada acara formal seperti ini umumnya memiliki kualitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kualitas ulos yang dipakai sehari-hari. Perbedaan saat pemakaian ini juga memiliki perbedaan makna lambang yang terkandung di dalamnya. Ulos yang dipakai pada acara formal seperti untuk acara perkawinan tentulah memiliki makna simbol yang lebih tinggi dibandingkan dengan makna simbol ulos yang dipakai pada kehidupan biasa sehari-hari. Ulos mengambil tempat penting dalam acara adat perkawinan masyarakat batak.
2. Sejarah Ulos batak
 "Ulos Batak", dikenal sebagai jati diri orang Batak sesuai Budaya dan Adatnya. Orang batak sudah dikenal sebagai "Bangso Batak", mengapa demikian? Bangso batak dilatar belakangi sebuah kerajaan yang berdiri sendiri, ber-Tuhankan Mulajadi Nabolon (Pencipta yang maha Besar), memiliki surat atau huruf tersendiri, yakni aksara batak dan berbagai jenis unsur-unsur yang membentuk sebuah kumpulan yang membuat mereka unik dan lain dari suku-suku yang lain, seperti musik gondang, tortor, budaya, dan hukum-hukumnya.  Ulos adalah sejenis pakaian yang berbentuk selembar kain tenunan khas Batak dengan pola dan ukuran tertentu yang digunakan untuk melindungi tubuh.Â
Menurut catatan beberapa ahli tekstil, ulos dikenal masyarakat Batak pada abad 14 sejalan dengan masuknya alat tenun dari India. Â Artinya, sebelum masuknya alat tenun ke tanah Batak, masyarakat Batak belum mengenal ulos. Dan dengan demikian belum juga ada budaya memberi dan menerima ulos (mangulosi = mengenakan ulos) sebagaimana yang sering dilakukan masyarakat Batak pada acara-acara adat. Jadi dapat dikatakan ulos adalah hasil peradaban masyarakat Batak pada kurun waktu tertentu.
Harus diakui sebelum kekristenan mendarat di tanah batak, ulos batak dianggap memiliki kekuatan supranatural yang bisa memberi berkat kepada si penerima ulos memelihara dan menyelamatkan sampai dengan menyembuhkan berbagai penyakit. Tetapi setelah kekristenan diterima di tanah batak secara berangsur-angsur anggapan bahwa ulos memiliki kekuatan supranatural makin terkikis. Â Ulos adalah kain khas tenunan batak berbentuk selendang yang memiliki banyak kegunaan dan memiliki makna simbol yang dalam.
3. Deskripsi Ulos Batak Toba
a) Warna Ulos
Ulos pada umumnya hanya dua warna paling sedikit, paling banyak hanya terdiri dari tiga warna. Ulos yang terdiri dari dua warna adalah ulos regi sibolang, ulos ragi mengiring. Tiga warna yang biasanya terdapat dalam warna ulos batak adalah merah, putih, dan hitam. Â Merah adalah simbol hidup yakni darah. Dalam pemahaman budaya batak. Putih adalah simbol dan lambang kepribadian namar sangapon atau dalam bahasa Indonesia disebut suci sedangkan warna hitam dalam budaya batak toba memberi nuansa maskulin yakni tegas, kekar atau dalam istilah batak disebut sebagai tonggam.
Jika ada ulos yang warnanya lebih dari tiga warna kata seorang penulis itu tidak disebut sebagai ulos lagi. Â Ulos yang terdiri dari banyak warna disebut sebagai sadum. Menurut hokum ulos, ulos sadum termasuk ulos yang tidak memiliki ragi ni ulos. Â
Namun sudah menjadi kenyataan ulos sadum ini telah meninggalkan atau melewati semua jenis ulos jika ditinjau dari penggunaannya zaman sekarang ini. Fenomena sekarang bayak ulos atau sadum yang di bentuk sedemikian rupa dan dijadikan sebagai pakaian bahkan dipertandingkan dan dipertunjukkan di dunia fashion. Sadum mengalami banyak perubahan bentuk sehingga lebih menarik ketika diatur sedemikian rupa menjadi pakaian yang layak, bahkan mendunia.
Pada umumnya ulos sadum ini sangat indah dan penuh warna-warni yang menggambarkan keceriaan. Ulos sadum sangat terkenal di daerah selatan tapanuli sehingga sering disebut sebagai abir godang.Â
Â
b) Ukuran Ulos
  Secara umum ukuran ulos batak berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dipengaruhi oleh tempat, nama dan kegunaan ulos tersebut sehingga ulos tidak ada yang sama persis sekalipun namanya sama. Perbedaan ulos ini juga dipengaruhi oleh keinginan pemesan yang menginginkan berbagai ukuran sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
  Ukuran yang dipakai pada zaman dahulu untuk mengukur dalam pembuatan ulos ini disebut sebagai jongkal (jengkal) dan dopa (depa).  Hal ini di julukan dalam umpasa umpasa batak toba yang mengatakan:
sanjongkal tuluk ni ina
sadopa tuduk ni ama
bolakna patuduhon hina ulina
ganjangna patuduhon hasangaponnna
  jadi ukuran ulos yang dianggap sebagai pegangan adalah bolakna lima jongkal tulluk ni ina, ganjangna sada satonga dopa  tuluk ni ama. Ketentuan ukuran ini pun sangat relatif (dari buku: tuho parngoluan ni adat dalihan natolu).ukuran ini dikatakan relatif karena ukuran jengkal setiap orang adalah berbeda.
c) Ragi ni ulosÂ
  Seyogianya semua jenis ulos batak hendaknya mempunyai ragi, kecuali ulos panoropi seperti selendang dan sebagainya. Ragi menunjukkan jenis ulosnya, lebih daripada itu ragi mengandung arti serta menunjukkan harapan dari pada pemesan agar si penerima atau yang diulosi kelak mendapat pasu-pasu.  Ragi menjadi bagian atau unsur terpenting dari sebuah ulos. Dalam artian ragi menjelaskan jenis ulosnya. Misalnya ulos ragi Jugia sebagai ulos pengikat tertinggi mempunyai tujuh ragi. Berikut dijelaskan ati makna simbol dan harapan dari si pemesan:
- Ragi pertama adalah simbol panjang umur (hagabeon).
- Ragi kedua adalah simbol hadumaon (hamoraon).
- Ragi ketiga adalah simbol hasangapon (hasangapon).
- Ragi keempat adalah simbol garis parngoluon (kehidupan).
- Ragi kelima adalah simbol keturunan pinompar yang rukun (kebahagiaan).
- Ragi keenam adalah simbol habisuhon (elmu).
- Ragi ketujuh adalah kharisma/ wibawa/ sahala.
Demikianlah ulos menjadi salah satu simbol yang sangat kompleks sebagai salah satu pengungkapan jati diri dari budaya batak toba.
4. Beberapa ragam ulos Batak Toba
Awalnya jenis ulos batak hanya terdiri dari beberapa macam saja. Banyaknya penenun ulos di berbagai tempat pada tempat tinggal masyarakat batak menambah jumlah jenis ulos Batak Toba. Keberagaman ulos itu semakin kompleks dilatarbelakangi banyaknya jenis pesanan oleh konsumen yang merancang jenis, corak, ukuran, ukuran dan warna pada setiap ulos pesanan mereka. Sehingga fenomena sekarang bayak ulos Batak yang tidak sesuai lagi dengan ruhut - ruhut ulos pada orang Batak.Â
- Ulos ragi jugia
 Ulos ragi jugi adalah ulos peringkat tertinggi dari ragam ulos Batak dalihan natolu. Seorang yang mengenakan ulos jugia merupakan sebuah tanda pengenalan sebagai Mangarajai adat atau partali-tali boning (pemuka adat dalam suatu acara adat).Â
Kesulitan dalam menenun ulos ini membuatnya tidak semua penenun bisa membuatnya. Hal itulah yang membuat ulos ini mempunyai nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan jenis ulos lainnya. Ulos ini juga sering disebut sebagai ulos homitan yang biasanya disimpan di dalam "parmana-parmanoan" atau "hombung" yang merupakan warisan kepada anak cucu.
- Ulos ragi idup
Idup berasal dari kata Batak mangidupi, mangalsik, yang dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai hidup, menginginkan dan menikmati. Â Ketika seorang memakai ulos ragi idup melambangkan ia sedang menikmati hidupnya sebagai orang batak yang sudah mempunyai banyak keturunan (pahopu).Â
Ulos ragi idup menyimbolkan bahwa seseorang itu mempunyai wibawa dalam budaya orang Batak. Ulos ini boleh digunakan oleh setiap bapak-bapak yang sudah mempunyai cucu (marpahopu) pada acara sukacita (perkawinan) dan duka cita (kematian).
- Ulos ragi sibolang
   Ulos ragi sibolang mempunyai dua warna yakni putih dan hitam, namun warna hitam lebih menonjol daripada yang putihnya sehingga tampak seolah-olah menjadi warna biru tua yang melambangkan hatongamon (berwibawa dan tenang).  Ulos ini juga melambangkan sebuah simbol yang mengungkapkan keberdukaan (hohom), ketenangan yang berarti tidak ada senda gurau bahkan air mata sedang menetes di sana.Â
- Ulos ragi hotang
Hotang berarti rotan, yang melambangkan suatu alat pengikat yang kuat. Rotan inilah yang dilambangkan di dalam pembuatan penenunan ulos ragi hotang bagai si pemakainya sebagai memiliki tubuh yang kuat (kerja keras), memiliki jiwa yang kuat (benget/ tahan uji), memiliki iman atau tondi (roh) yang kuat (pengharapan). Â Ulos ini umumnya digunakan pada acara duka cita misalnya ulos penutup mayat seseorang yang meninggal namun belum berkeluarga.
- Ulos ragi mangiring
 Nama dari ulos ini menjelaskan maksud dan bentuknya yakni motifnya tampak seperti iring-mengiringi (masih iring-iringan). Motif dari ulos ini memberikan nuansa yang ceria dan biasanya digunakan untuk menghangatkan badan dan alat gendong (parompa).Â
Penggunaan ulos ini sebagai alat gendong mengungkapkan sebuah simbol, yakni supaya anak yang dibungkus dengan ulos ini menumbuhkan kerinduan kepada orang tuanya supaya mempunyai keturunan di masa yang akan datang. Ulos ini sering diberikan kepada pasangan suami istri sebagai simbol ungkapan supaya mereka cepat mendapat keturunan.
5. Pemberian ulos sebagai ungkapan simbolÂ
Mangulosi artinya memberi ulos. Namun, memberikan ulos dalam budaya Batak Toba bukanlah memberikan sebagaimana biasanya yang dilakukan dalam kehidupan sehari hari, yakni dengan memberikan langsung. Memberikan ulos dalam budaya batak biasanya dilakukan dalam sebuah rangkaian acara adat. Pemberian itu disertai dengan kata-kata berkat, harapan, doa.Â
Pemberian ulos itu juga biasanya diiringi dengan alunan musik misalnya pada pesta perkawinan dan acara adat lainnya. Memberikan ulos dalam budaya Batak Toba bukanlah memberikan seperti halnya memberikan sesuatu dalam kebiasaan hidup sehari-hari dari tangan ke tangan. Memberikan ulos dalam budaya Batak Toba diberikan dalam diulosson yakni ulos tersebut di selimutkan kepada si penerima. Sebuah filsafat batak berbunyi:
            Ijuk do pangihot ni hodong
            Ulos do pengihot ni holong
Filsafat di atas memiliki arti demikian, ijuk ialah pengikat pelepah pada batangnya dan ulos ialah pengikat kasih sayang antara orang tua dan anak-anak atau antara seorang dengan orang lain. Â ketika memberi ulos, penerima berdiri berbaris dan berhadap hadapan dengan pemberi ulos. Â
Mangulosi adalah sesuatu yang sangat khas bagi budaya orang batak sebagai simbol dan kebiasaan. Pemberian ulos atau mangulosi merupakan sebuah tujuan yang sangat murni, yaitu menjalin hubungan batin yang baik dan erat di antara yang memberi dan yang menerima. Â Para tua-tua batak menerangkan mangulosi adalah suatu bagian penting dalam budaya Batak Toba.
Mangulosi artinya memberi ulos kepada seseorang. Tiga hal yang dirangkum dalam simbol ulos yakni darah, nafas, panas (kepanasan). Berkaitan dengan darah dan nafas orang batak dahulu tidak banyak berpikir, karena keduanya adalah pemberian Tuhan dan tidak perlu dicari.Â
Tapi panas dikaitkan dengan matahari yang tidak secara penuh memberikan pabas kepada Orang Batak dahulu. Hal itu dikarenakan Karena manusia batak pada umumnya tinggal di tanah tinggi, seperti gunung sehingga cenderung berhawa dingin. Â Menurut pemikiran orang Batak dahulu ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia yaitu matahari, api dan ulos. Â Hal itu diungkapkan dalam sebuah filsafat batak yang mengatakan
Sibahen na las so nadung hinamahappon,
Sibahen narahar naso pola pinassamahon
  Ungkapan di atas memiliki pengertian bahwa yang memberi panas yang tidak tidak dibenci. Ulos juga mendapat pengertian yang sama dalam pemahaman orang Batak yakni bahwa ulos berfungsi untuk memberi panas yang enak tetapi tidak pernah membakar dan mengalahkan embun dingin yang merendah. Jadi, fungsi ulos yang pertama ialah memberi panas yang menyehatkan.
6. Makna dari simbol ulos
  Simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan kita, merangsang daya imajinasi kita dan memperdalam pemahaman kita. Sebuah bangsa, yang bertempat tinggal di suatu daerah khusus dan menggabungkan diri dengan keadaan-keadaan lingkungannya, akan mempunyai suatu kesadaran bersama dalam bentuk-bentuk, pola-pola, atau bahkan gejala berlainan, yang dialami dalam hidup sehari-hari masyarakat, akan memperoleh makna yang lebih dari biasanya dan mempunyai arti penting.Â
Namun diakui juga bahwa bentuk-bentuk simbolis muncul dalam kesadaran manusia, namun kadang juga kelihatan seperti spontan. Sehingga dikatakan bahwa ungkapan simbolis merupakan jalan menuju kebebasan yang berdaya cipta. Simbol berarti keterbukaan, berarti kesiapsediaan untuk mengadakan percobaan dengan harapan akan memperoleh pemahaman yang lebih penuh tentang kenyataan atau realitas.
 Simbol mengambil bagian penting dalam hidup manusia yang merupakan sebuah pusat perhatian tertentu, sebuah sarana komunikasi, dan landasan pemahaman bersama. Kesatuan sebuah kelompok, termasuk nilai budayanya pasti diungkapkan memakai simbol. Banyaknya simbol yang terdapat dalam budaya Batak Toba menjadi bukti sebagai ungkapan kekayaan tersendiri yang oleh mereka sendiri menafsirkan nilai tertinggi dari makna simbolisnya. Ulos bagi Masyarakat Batak Toba mempunyai nilai dan makna yang tinggi. Ulos sebagai ulos menjadi jati diri dari budaya Batak, hal itu semakin Komplek mengungkapkan makna simbolis ketika ulos itu digunakan dalam acara adat.Â
Ulos sebagai ulos sebenarnya tidak terlalu mengungkapkan makna simbolis ketika ulos tersebut tidak didapatkan melalui acara dan ritus adat dalam orang batak. Misalnya ulos yang terurai indah yang dijual di pasaran tidaklah dianggap sakral bagi orang Batak. Ulos sebagai ungkapan yang penuh makna simbol ketika hal itu didapatkan lewat acara adat, ritual, pesta sehingga ulos itu dianggap sebagai sakral.
Simbol menghantar kita kepada sebuah pemahaman intensitas yang luas, sebagai mana makna yang terkandung dalam simbol ulos. Ulos merupakan sebuah lambang bagi orang Batak sebagai ungkapan harapan-harapan, dan doa-doa. Tak jarang juga ulos dilambangkan sebagai tali pengikat, atau sebagai peneguh tali perkawinan jika ulos tersebut diberikan kepada pengantin atau keluarga.Â
Namun berbicara soal makna yang terkandung dalam simbol ulos, mau tidak mau cara pemberian ulos itu turut mempengaruhi nilai atau makna dari ulos tersebut sebagai ungkapan simbol. Ulos yang diberikan secara langsung dari tangan ke tangan, atau ulos yang dibungkus di dalam kotak mengurangi nilai makna yang terkandung di dalamnya. Makna simbol ulos semakin kompleks ketika hal itu diberikan lewat acara adat, ritual, pesta dan iringan musik dengan memberikan ulos yang di bentangkan dan di kenakan kepada si penerima.Â
Jadi pemberian ulos yang dimaksud di sini bukanlah memberikan langsung melainkan langsung mengenakannya. Dalam pemberian itu juga sering ulos terlebih dahulu di arak-arakkan (ditor-tor-kan) sehingga makna dari sebuah simbol ulos semakin memiliki nilai yang tinggi.
Manusia hidup tak lepas dari berbagai simbol. Simbol mengambil bagian penting dalam hidup manusia yang merupakan sebuah pusat perhatian tertentu, sebuah sarana komunikasi, dan landasan pemahaman bersama. Simbol mengungkapkan kesatuan pemahaman akan sesuatu hal dalam suatu kelompok atau budaya tertentu yang mempunyai penafsiran yang sama akan simbol tersebut. Simbol pada umumnya mengungkapkan suatu intensitas yang lebih luas dan pemaknaan yang lebih dalam akan sesuatu hal. Termasuk nilai budayanya pasti diungkapkan memakai simbol.
Budaya Batak toba mempunyai ulos sebagai ungkapan identitasnya sebagai orang- orang batak yang mempunyai makna simbolis yang dalam di antara banyaknya ragam simbol yang terdapat dalam budaya Batak Toba. Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang yang merupakan benda sakral sebagai simbol restu, kasih sayang, dan persatuan. Secara harafiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin.
Ulos merupakan suatu lambang yang kompleks dan mengungkapkan makna simbolis. Ulos mengandung beberapa unsur yang semuanya mengandung ungkapan simbolis mulai dari bentuk, ukuran, jenis, warna, nama, dan ragi ni ulos. Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu ulos tertentu menjelaskan maksud, waktu dan tujuan penggunaannya. Â
 Dalam budaya Batak Toba ulos menjadi ungkapan doa, harapan dan jalinan batin yang dalam antara si pemberi dan si penerima. Pemberian ulos dalam budaya Batak Toba memiliki keunikan tersendiri. Pemberian ulos bukanlah seperti memberikan sesuatu barang sebagaimana biasanya yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian ulos ini dilukiskan dengan kata mangulosi dalam Bahasa Batak Toba.
Mangulosi berarti memberikan ulos dalam suatu rangkaian adat budaya batak toba baik dalam perkawinan, kematian atau dalam acara adat lainnya. Biasanya pemberian ulos diiringi dengan alunan musik khas batak yakni gondang. Â Pemberian ulos ini tidak diberikan secara langsung dari tangan ke tangan melainkan membentangkan ulos dan memakaikannya kepada pihak yang diulosi. Pemberian yang demikian jauh lebih hormat dan sesuai dengan adat batak Toba.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H