Mohon tunggu...
Reza Muhammad
Reza Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosialita Paranoid

18 Juni 2017   11:02 Diperbarui: 18 Juni 2017   13:18 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mengemasi barang-barang usai pemotretan, Erlina diam-diam memandangi mantan kekasihnya dari jauh. Ahmad baginya adalah salah satu atribut kesuksesan baginya. Pria dengan garis keturunan jelas dan berkelas, mempunyai perusahaan yang beranak-pinak, dan dalam menjalani hubungan dengan Erlina tak pernah cekcok atau ribut. Setiap masalah mendapatkan solusi melalui diskusi dan kompromi. Semuanya stabil dan dalam kendali. Persis seperti karirnya.

Tak terasa setitik airmata jatuh saat Erlina memposting status pemotretannya yang telah rampung di media sosial dengan men-tag Ahmad seolah-olah mereka masih memiliki ikatan. Ia melakukan swafoto dengan berlatarkan Rose Garden, lokasi pemotretan ini. Taman ini, sesuai namanya, memang penuh dengan mawar yang sedang mekar. Cantik dan wangi. Sekelibat bayangan Ahmad menggandeng Rossa membuat Erlina merasa bagai satu-satunya makhluk yang layu di taman itu.

***************************************

Kamis. 10:30.

Staff gathering alias arisan diadakan setiap bulan di rumah karyawan majalah SOSIALITA yang terpilih bergiliran. Bulan ini giliran Erlina, yang mengadakannya di penthouse Ahmad yang besar.

Erlina menyempurnakan letak kemben batik yang dipadankan dengan rok pensil selutut berbahan denim dan bolero putih. Rambut hitamnya dibiarkan tersisir sederhana, tampak kontras dengan kilauan perhiasan di leher dan salah satu jari tangannya. Sepatu boot semata kaki menyokong tubuhnya yang kini berdiri di depan pintu penthouse Ahmad. Dia tiba setengah jam sebelum waktu yang tertera di undangan.

Erlina sempat meratapi nasibnya dalam perjalanan tadi. Ia menganggap dirinya lemah, tak sanggup menyikapi kenyataan yang pahit. Bukan kenyataan karena diputuskan Ahmad, tetapi karena hilangnya semua kepercayaan diri yang ia punya. Ia ketakutan. Ia tak mau berakhir seperti wanita-wanita yang mengidentifikasikan kegagalan dengan hubungan cinta yang kandas. Seburuk apapun akhir suatu hubungan, menurut Erlina, seharusnya tak mempengaruhi kapasitas diri sebagai wanita yang berintegritas baik dalam karir maupun hubungan. Ia mencintai sepenuh hati. Ia setia. Bila kekasih meninggalkannya karena selingkuh, that's his loss.

Dalam perjalanan tadi pula, ia merasa harus membunuh wanita kerdil paranoid yang merasuk kepribadiannya. Ia bertekad tak akan menjadi wanita seperti itu lagi.  Ia menertawakan usahanya menghindari pandangan yang mengatakan dirinya pecundang hanya karena ia dicampakkan pria yang bagaimanapun juga tak pantas ia pertahankan karena perselingkuhan.

Dadanya terasa sedikit lapang. Langkahnya semakin ringan. Ia sudah siap. "Be a big girl and deal with it," batinnya menguatkan diri. Dia sendiri yang akan memberitahu yang lainnya, kalau dia dan Ahmad sudah tak berhubungan lagi. Erlina memencet bel dan menunggu Ahmad membuka pintu.

Pintu dibuka oleh Rossa. Berdiri dengan senyuman di depan Erlina.

"Hai, girl," tegurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun