"Enggak kok, aku aku senang mendengarnya. Kau sangat cocok dengan Daniel." Aku tersenyum, mencoba menutupi luka ini darinya. Meskipun itu sangat menyakitkan bagiku.
"Syukurlah." Zie melempar senyuman. "Kalau begitu, ayo kita masuk!" Ajak Zie.
Aku berangguk, tersenyum tipis.
***
"Sss...Manis." Suara Rehan berbisik dari belakang, saat kami sedang di kelas. Namun, aku tak meresponnya.
Ia selalu menyingkat namaku, Amanda Elisa menjadi Manis. Padahal, seharusnya Malis, bukan Manis.
"Manis." Rehan memanggil lagi yang kedua kalinya, tapi agak keras.
Semua mata tertuju padaku dan Rehan. Aku dan dia menjadi pusat perhatian seluruh siswa di kelas. Tak terkecuali Bu Retha yang sedang menjelaskan di depan.
"Rehan, Manda, kalian bisa melanjutkan ngobrolnya nanti saat pulang sekolah!" Bu Retha menatapku dan Rehan dengan tatapan kesal.
"Maaf Bu..." Ucapku menunduk malu.
Tak selang lama secarik pesawat kertas mendarat di atas mejaku. Di kedua sayapnya tertulis, "Manis, nanti kita pulang bareng!"
Aku menoleh ke belakang. Rehan tersenyum, menggerak-gerakkan kedua alisnya.