Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Semua Orang Bisa Dikibuli

19 Juli 2015   15:18 Diperbarui: 19 Juli 2015   15:18 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pasti hanya iseng.   Biasa.  Awal-awalnya pura-pura salah mencet nomor.  Kemudian minta kenalan.  Terus minta pulsa.  Terus minta alamat.  Terus.... Pokoknya, penipuan itu selalu memiliki beribu cara untuk memperdaya orang yang mau diperdaya.

Sebaiknya dibiarkan saja.  Biar bingung sendiri.  Biar kapok.  Tak semua orang bisa dikibuli.  Tak usah dihiraukan.  Villa langsung menarik selimut. Villa mencoba memejamkan matanya.  Masih malam. Untuk apa harus mengurusi sms nyasar segala.

“Twing!”

Masuk lagi sebuah SMS.  Modus alias modal dusta deh.  Para penipu sekarang memang rata-rata pekerja keras.  Tak kenal patah harapan.  Tak jera untuk menjerat calon korbannya.  Villa menarik selimut lebih ke atas.  Hingga kepala Villa tertutup.  Memang, hasilnya tak sesuai harapan.  Bukannya nyaman, malah tak bisa nafas.

“Twing!”

Betul kan?  Tapi, siapa tahu ada informasi penting.  Villa mulai sedikit tergoda.  Bagaimana kalau ada informasi yang harus segera diketahui.  Misalnya saja ada keluarga yang masuk rumah sakit atau ada kerabat yang meninggal? Kalau ada informasi penting, biasanya orang memang akan mencoba menghubungi seseorang berulang-ulang. 

Ah... tapi tak mungkin!  Villa membantah sendiri apa yang dipikirkannya.  Kalau ada kabar berita yang penting, pasti orang tersebut akan meneleponnya.  Yang ditelepon juga pasti bukan Villa.  Ayah atau ibunya yang akan dihubungi.

Namun, Villa mulai penasaran.  Ya, rasa penasaran itu diam-diam mulai merasuki kalbu Villa.  Hitungan.  Villa jadi ingat teman satu kelasnya.  Dia sangat trauma dengan hitung-hitungan.  Dia meyakini bahwa hitungan segala hal memang tak boleh lebih dari angka tiga. 

Kalau melebihi angka keramat tersebut, yang muncul justru celaka.  Teman satu kelas Villa itu bernama Fina.  Fina bukan hanya teman sekelas, bahkan teman sebangku Villa.  Fina sakit dua hari gara-gara kentut yang keempat.  Padahal, seharusnya tidak seperti itu jika Fina tak mencoba membantah kata-kata Galang.  Manusia paling kumal di kelas delapan tiga. 

“Pokoknya jangan sampai ada yang mencoba melakukan perlawanan.  Terutama setelah aku menyampaikan sabda ini,” kata Galang yang di antara kami selalu disebutnya sebagai dukun santet.  Memang terasa agak kejam julukan itu.  Tapi Galang sendiri malah bangga dengan julukan “dukun santet”. 

Memang kebiasaan Galang yang selalu menyantet teman-temannya.  Terutama saat istirahat dan sedang ramai makan di kantin.  Jarang sekali manusia berbaju kumal ini beli jajan.  Galang lebih suka menyantet makanan teman-temannya.  Misalnya saja tiga sendok mi goreng milik Arif amblas ke dalam rongga mulutnya.  Satu bakso milik Radar juga terhempas telak ke dalam perut Galang.  Atau satu mangkok bubur ayam yang sudah tak diminati Vivi karena disantet mulut Galang lebih dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun