Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Rahasia

11 Juli 2015   07:05 Diperbarui: 11 Juli 2015   07:05 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Buang itu gitar! Atau...” hardik Pak Wirman.

Untung ada Pak Badrudin.  Lagi-lagi Pak Badrudin inilah yang menyelamatkan Mudofar.  Setelah dijelaskan Pak Badrudin sebagai guru agama, barulah Pak Wirman mau memmahami.  Atau lebih tepatnya terpaksa memahami.  Soalnya, muka Pak Wirman masih bersungut-sungut.  Masih ada sisa-sisa kemarahannya.

“Teruskan ide kamu, Far.  Saya setuju dengan apa yang kamu lakukan.  Agama tak perlu dianggap menjadi sesuatu yang menakutkan.  Agama justru harusnya menjadi tempat yang menyenangkan.  Kalau kamu anggap dengan gitar di musola itu membuat anak-anak mau datang ke musola, ya teruskan saja, ya,” kata Pak Badrudin.

“Ya, Pak.”

Tapi sayang.  Anak-anak ada yang nakal juga.  Imron, anak kelas sembilan satu ternyata merokok di musola.  Lebih parahnya lagi.  Pas saat Imron merokok, pas pula Pak Wirman melihatnya.  Maka senjata baru pasti akan dipergunakan oleh Pak Wirman.

Mudofar hanya pasrah saat mendapat berita Imron merokok di musola sekolah dan ditangkap langsung oleh pak Wirman.  Paling-paling dia akan dipecat sebagai ketua Rohis.

Dan betul.  Salman yang menyampaikan kalau ketua Rohis sekarang adalah dirinya.  Mudofar pun menyingkir.  Tak ingin,  Mudofar berselisih dengan Salman.

Mudofar pun seperti biasa lagi.  Hari-harinya dipergunakan untuk membaca buku di perpustakaan.  Tiada hari tanpa perpustakaan.

***

Mudofar masih selalu ke musola.  Terutama saat salat Zuhur tiba.  Tapi sudah berbeda lagi.  Musola sekarang sepi lagi.  Tak ada anak-anak yang sekadar duduk di musola.  Hanya Mudofar sendiri yang salat.  Salman pun sepertinya sudah enggan datang ke musola.

“Salat, Far,” tanya Pak Badrudin yang hendak salat juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun